JAKARTA, KOMPAS.com - Kompas bersama PT PLN (Persero) menggelar CEO Connect, rangkaian acara 16th Kompas100 CEO Forum powered by PLN di Bentara Budaya Art Galery, Jakarta Pusat, Kamis (16/10/2025).
Diskusi dipandu wartawan Kompas Aris Prasetyo dalam forum bertajuk Menata Arah Indonesia: Derap Langkah Membangun Kemandirian Ekonomi melalui Optimalisasi Energi Baru Terbarukan (EBT). Forum terbatas itu menjadi ruang dialog mendalam untuk menyatukan gagasan strategis dalam mewujudkan kemandirian energi nasional.
Direktur Konservasi Energi Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM, Hendra Iswahyudi, menyampaikan transisi energi bersih merupakan bagian dari upaya memperkuat kedaulatan nasional di bidang energi.
“Energi bukan semata urusan pasokan, melainkan instrumen kedaulatan. Ketika kita mampu menguasai sumber daya, teknologi, dan kebijakannya, di situlah Indonesia benar-benar mandiri,” kata Hendra.
Sejauh ini pemerintah tengah mempercepat kebijakan menuju swasembada energi melalui serangkaian instrumen fiskal ataupun non fiskal. Termasuk pendanaan EBT, penyederhanaan izin proyek EBT, serta kolaborasi riset dengan lembaga teknologi dalam negeri.
Baca juga: Dukung Target NZE 2060, PLN Siap Tambah Kapasitas Energi Berbasis EBT
Hendra menyebut, penguatan infrastruktur dan riset menjadi dua fondasi utama agar transisi berjalan efektif.
"Tanpa riset, kita akan terus menjadi pengguna, bukan pencipta teknologi. Karena itu, Kementerian ESDM kini mendorong kolaborasi dengan universitas dan lembaga litbang nasional untuk menciptakan inovasi berbasis kebutuhan Indonesia," ucap dia.
Sementara itu, Direktur Manajemen Proyek dan Energi Baru Terbarukan PT PLN (Persero), Suroso Isnandar, menyoroti pentingnya pembangunan adaptif terhadap kebutuhan energi masa depan. Perushaan pelat merah itu bukan hanya penyedia listrik, tetapi motor penggerak ekosistem energi hijau nasional.
PLN menyiapkan peta jalan transformasi energi untuk memperkuat bauran energi baru terbarukan secara bertahap dalam beberapa tahun mendatang. Langkah tersebut dilakukan melalui pembangunan smart grid, pengembangan pembangkit tenaga surya di kawasan industri, serta sistem penyimpanan energi berbasis baterai yang dapat memperluas jangkauan pasokan hijau.
"Kita butuh ecosystem thinking, yakni kolaborasi antara pemerintah sebagai regulator, PT PLN sebagai integrator, dan swasta sebagai inovator. Kalau semua bergerak dengan arah yang sama, kita tidak hanya mencapai ketahanan energi, tapi juga membuka babak baru kemandirian ekonomi,” papar Suroso.
Di samping itu, dia berpandangan bahwa investasi sektor EBT harus dianggap sebagai peluang jangka panjang. Suroso meyakini EBT memiliki efek ganda yakni menumbuhkan industri baru, menciptakan lapangan kerja, dan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah.
“Ketika kami membangun pembangkit surya di pelosok, itu bukan sekadar proyek energi. Itu pembangunan ekonomi lokal,” tutur dia.
Baca juga: BBM E10 Tingkatkan Bauran EBT, tapi Bahan Bakunya Bersaing Kebutuhan Pangan
Dalam kesempatan yang sama, CEO Standard Chartered Indonesia, Donny Donosepoetro OBE, menilai keberhasilan Indonesia menjalankan transisi energi bergantung pada konsistensi kebijakan dan kemampuan menarik investasi jangka panjang.
Ia menyatakan, Indonesia memiliki potensi besar di mata investor global. Mulai dari sumber daya yang melimpah, pasar domestik yang besar, serta komitmen yang kuat untuk transisi hijau.
"Namun, untuk benar-benar mendapatkan kepercayaan dan arus investasi jangka panjang, konsistensi kebijakan menjadi faktor paling krusial,” jelas Donny.
Investasi hijau bukan semata soal ketersediaan dana, tetapi juga kepastian bahwa proyek yang didanai akan memberikan dampak berkelanjutan. Donny lalu menekankan, investor global saat ini menilai manfaat sosial, peningkatan kompetensi lokal, serta tata kelola yang kredibel.
Di situlah, Standard Chartered Indonesia mengambil peran sebagai jembatan antara kebutuhan pembiayaan domestik dan ekspektasi global terhadap proyek energi bersih. Mereka aktif mengembangkan instrumen seperti green bond dan sustainability-linked financing untuk membantu proyek EBT mendapatkan pendanaan dengan biaya yang kompetitif.
Selain pembiayaan, dukungan juga diberikan melalui pendampingan teknis maupun konsultasi strategis agar proyek energi Indonesia siap memenuhi standar internasional.
Diskusi berlanjut pada bagaimana sektor swasta dapat memanfaatkan peluang ekonomi dari gelombang transisi energi yang tengah berlangsung. Lenita Tobing selaku Managing Director & Senior Partner Boston Consulting Group, menekankan sektor swasta berperan penting mengubah transisi energi menjadi motor pertumbuhan ekonomi baru.
Ia menuturkan, Indonesia berada di momentum yang sangat strategis dengan potensi sumber daya yang melimpah.
“Di banyak negara, percepatan EBT terjadi ketika pemerintah membuka ruang bagi kemitraan publik-swasta, memperkuat riset lokal, dan membangun rantai pasok yang otonom," ungkap Lenita.
Baca juga: Investasi ke Smart Grid, ASEAN Bisa Cegah Kerugian Rp 36,8 T dan Ciptakan 650.000 Pekerjaan
"Jika semua itu dilakukan secara simultan, Indonesia bisa menghindari ketergantungan baru pada impor teknologi,” imbuh dia.
Mempercepat energi bersih dapat dilakukan melalui perluasan proyek rooftop solar di kawasan industri, mendorong integrasi digital dalam sistem energi, hingga memperkuat insentif bagi investor.
“Kalau dirancang dengan strategi yang tepat, industri energi bersih akan menjadi roda penggerak ekonomi baru Indonesia yang tidak hanya ramah lingkungan, tetapi juga menciptakan nilai tambah dan kemandirian bagi bangsa,” pungkas Lenita.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya