Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

RI Butuh Dana Rp 3.000 T untuk Bangun EBT, PLN Dorong Investasi Swasta

Kompas.com, 17 Oktober 2025, 07:08 WIB
Zintan Prihatini,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Manajemen Proyek dan Energi Baru Terbarukan PT PLN (Persero), Suroso Isnandar, mengatakan dibutuhkan pendanaan hingga Rp 3.000 triliun untuk membangun pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT) selama satu dekade ke depan. 

Hal ini tertuang dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025-2034. Suroso menyatakan kebutuhan pendanaan tidak bisa ditanggung PLN sendirian, sehingga investasi sektor swasta menjadi kunci percepatan transisi energi.

"Kami kemampuannya terbatas, sehingga sektor swasta akan didorong. Jadi dari RUPTL 2025-2034 ini, untuk melaksanakan diversifikasi EBT kami membutuhkan investasi sebesar 188 miliar dollar AS yang kalau dirupiahkan Rp 3.000 triliun untuk 10 tahun ke depan," ungkap dia dalam CEO Connect di Menara Kompas, Jakarta Pusat, Kamis (16/10/2025).

Baca juga: Dukung Target NZE 2060, PLN Siap Tambah Kapasitas Energi Berbasis EBT

Dari total kebutuhan pendanaan Rp 3.000 triliun, PLN hanya mampu menanggung sekitar Rp 562 triliun, sementara sisanya akan digarap oleh independent power producer (IPP) atau investor swasta. Suroso menyebut, sekitar tiga perempat proyek pembangkit baru akan dikelola sektor swasta. Namun, pemerintah tetap memegang peranan penting. 

Kebutuhan pendanaan ini mencakup berbagai proyek pembangkit dan infrastruktur pendukung antara lain panas bumi dan hidro, pembangkit termal (base load), energi surya dan bayu (angin), battery energy storage system, serta transmisi dan jaringan listrik.

Menurut Suroso, pemerintah berencana membangun jaringan transmisi listrik sepanjang 47.758 kilometer sirkuit (kms) hingga 2034. Akan tetapi, pembangunannya menjadi tantangan besar karena sebagian besar sumber EBT berada jauh dari pusat permintaan listrik.

"Jadi ada mismatch antara potensi sumber energi baru terbarukan dengan pusat-pusat demand. Misalnya, potensi hidro yang banyak yang ada di Aceh, kan genggak mungkin kita pindah di Rangkasbitung yang menjadi pusat demand," ucap Suroso.

"Sehingga kami harus bangun green enabling transmission atau green enabling grid, kami harus bangun backbone yang panjang," imbuh dia.

Baca juga: IESR Desak Reformasi Pengadaan EBT, Lancarkan Transisi Energi yang Tersendat

Untuk mendorong percepatan transisi energi, PLN akan memulai lelang proyek 1 gigawatt untuk masing-masing jenis EBT antara lain surya, bayu, dan baterai pada semester ini.

"Saat ini dokumen lelang sudah siap sampai 270-an. Kami hanya menunggu green light dari government, dan juga dari stakeholder PLN untuk bisa melaunching ini kadi dalam waktu tidak lama lagi, Insya Allah moga-moga bisa berjalan dengan baik," jelas dia.

Dia berpandangan bahwa investasi sektor EBT harus dianggap sebagai peluang jangka panjang. Suroso meyakini EBT memiliki efek ganda yakni menumbuhkan industri baru, menciptakan lapangan kerja, dan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah.

“Ketika kami membangun pembangkit surya di pelosok, itu bukan sekadar proyek energi. Itu pembangunan ekonomi lokal,” tutur Suroso.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Investasi Energi Terbarukan Capai Rp 21,64 Triliun, REC Dinilai Bisa Percepat Balik Modal
Investasi Energi Terbarukan Capai Rp 21,64 Triliun, REC Dinilai Bisa Percepat Balik Modal
Pemerintah
PLTP Kamojang Hasilkan 1.326 GWh Listrik, Tekan Emisi 1,22 Juta Ton per Tahun
PLTP Kamojang Hasilkan 1.326 GWh Listrik, Tekan Emisi 1,22 Juta Ton per Tahun
BUMN
Pertamina EP Cepu Dorong Desa Sidorejo Jadi Sentra Pertanian Organik Blora
Pertamina EP Cepu Dorong Desa Sidorejo Jadi Sentra Pertanian Organik Blora
BUMN
Pergerakan Manusia Melampaui Total Migrasi Satwa Liar, Apa Dampaknya?
Pergerakan Manusia Melampaui Total Migrasi Satwa Liar, Apa Dampaknya?
Pemerintah
Tambang Batu Bara Bekas Masih Lepaskan Karbon, Studi Ungkap
Tambang Batu Bara Bekas Masih Lepaskan Karbon, Studi Ungkap
Pemerintah
KKP Pastikan Udang RI Bebas Radioaktif, Kini Ekspor Lagi ke AS
KKP Pastikan Udang RI Bebas Radioaktif, Kini Ekspor Lagi ke AS
Pemerintah
Sampah Plastik “Berlayar” ke Samudra Hindia dan Afrika, Ini Penjelasan Peneliti BRIN
Sampah Plastik “Berlayar” ke Samudra Hindia dan Afrika, Ini Penjelasan Peneliti BRIN
Pemerintah
75 Persen Hiu Paus di Papua Punya Luka, Tunjukkan Besarnya Ancaman yang Dihadapinya
75 Persen Hiu Paus di Papua Punya Luka, Tunjukkan Besarnya Ancaman yang Dihadapinya
LSM/Figur
Jangan Sia-siakan Investasi Hijau China, Kunci Transisi Energi Indonesia Ada di Sini
Jangan Sia-siakan Investasi Hijau China, Kunci Transisi Energi Indonesia Ada di Sini
Pemerintah
Eropa Sepakat Target Iklim 2040, tapi Ambisinya Melemah, Minta Kelonggaran
Eropa Sepakat Target Iklim 2040, tapi Ambisinya Melemah, Minta Kelonggaran
Pemerintah
Human Initiative Gelar Forum Kolaborasi Multipihak untuk Percepatan SDGs
Human Initiative Gelar Forum Kolaborasi Multipihak untuk Percepatan SDGs
Advertorial
Batu Bara Sudah Tidak Cuan, Terus Bergantung Padanya Sama Saja Bunuh Diri Perlahan
Batu Bara Sudah Tidak Cuan, Terus Bergantung Padanya Sama Saja Bunuh Diri Perlahan
Pemerintah
Kisah Nur Wahida Tekuni Songket hingga Raup Cuan di Mancanegara
Kisah Nur Wahida Tekuni Songket hingga Raup Cuan di Mancanegara
LSM/Figur
Startup Biodiversitas Tarik Investor Beragam, Namun Raih Modal Kecil
Startup Biodiversitas Tarik Investor Beragam, Namun Raih Modal Kecil
Pemerintah
FAO Peringatkan Degradasi Lahan Ancam Miliaran Orang
FAO Peringatkan Degradasi Lahan Ancam Miliaran Orang
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau