Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

RI Butuh Pembiayaan Berkelanjutan untuk Lindungi 30 Persen Area Laut pada 2045

Kompas.com, 17 Oktober 2025, 09:14 WIB
Zintan Prihatini,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Konservasi Ekosistem Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Firdaus Agung, menyatakan pembiayaan berkelanjutan sangat dibutuhkan guna mencapai target konservasi nasional. Pemerintah menargetkan perlindungan 30 persen wilayah laut pada 2045 yang dikenal sebagai visi Marine Protected Area (MPA) 30x45.

“Keanekaragaman hayati laut Indonesia adalah aset dunia. Untuk menjaganya, kita membutuhkan sistem pembiayaan yang terintegrasi, yang menghubungkan dana publik, hibah donor, pembiayaan konsesional, dan investasi swasta dalam satu kerangka hasil yang nyata bagi alam dan masyarakat pesisir,” kata Firdaus dalam keterangannya, Kamis (16/10/2025).

Hal ini disampaikannya, dalam Indonesia Blue Finance Development Partners Roundtable Discussion, bersama Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN). Pertemuan tersebut dirancang untuk memperkuat sinergi, memetakan potensi kolaborasi, dan merumuskan kerangka koordinasi pendanaan biru Indonesia.

Baca juga: Pertanian Mulai Terbatas, Menteri KP Sebut Pangan Biru Jadi Solusi Global

 Sebab, pendanaan biru menghadapi tantangan berupa penyelarasan skala dan prioritas antar lembaga, donor, serta sektor swasta.

“Pembiayaan biru bukan sekadar tentang dana, tetapi tentang bagaimana kita memastikan laut tetap menjadi sumber kehidupan bagi generasi mendatang,” tutur dia.

Sementara itu, Direktur Utama BPDLH, Joko Tri Haryanto, menekankan peran penting lembaga keuangan publik dalam menjembatani kebutuhan konservasi dengan sumber pembiayaan berkelanjutan. Pihaknya berkomitmen menjadi katalis dalam pembiayaan biru Indonesia.

"Melalui pengelolaan dana lingkungan yang transparan dan akuntabel, kami ingin memastikan bahwa pembiayaan tidak hanya berfokus pada konservasi alam, tetapi juga memberdayakan masyarakat pesisir sebagai pelaku utama ekonomi biru,” ucap Joko.

Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia telah menggagas berbagai inovasi pembiayaan biru yakni penerbitan coral bond untuk rehabilitasi terumbu karang, pengembangan impact bond berbasis kinerja konservasi, dan skema parametric reef insurance yang memberikan dukungan cepat untuk pemulihan ekosistem pasca bencana alam.

Impact Investment Lead YKAN, Ahmad Baihaki, menuturkan bahwa Indonesia membutuhkan rancangan pembiayaan baru yang inklusif.

Sementara ini, YKAN dan Global Fund for Coral Reefs (GFCR) tengah mengembangkan inisiatif Biru Fund untuk menyalurkan pembiayaan campuran (blended finance) kepada usaha kecil menengah dan kelompok masyarakat pesisir di sektor ekonomi biru, menghubungkan tujuan konservasi dengan peningkatan kesejahteraan lokal.

Baca juga: Keasaman Laut Capai Ambang Kritis, Kesehatan Laut Dunia Memburuk

Menurut dia, Biru Fund terbentuk dari hasil kajian awal yang mengungkap masih terbatasnya dukungan bagi usaha rintisan berbasis masyarakat yang memiliki dampak positif terhadap lingkungan. Program ini juga dilengkapi dengan pendampingan bagi para penerima dana agar usaha mereka dapat berkembang secara berkelanjutan.

"Melalui dialog ini, kami ingin memastikan bahwa mekanisme seperti coral bond, impact bond, Biru Fund, dan skema asuransi ekosistem berjalan searah dengan visi pemerintah, untuk memberikan manfaat langsung bagi kawasan konservasi dan masyarakat pesisir,” ungkap Ahmad.

Dukungan Internasional

Hee Sung Kim selaku Program Coordinator GFCR, mencatat berbagai bentuk dukungan yang diberikan para mitra internasional terhadap agenda konservasi laut Indonesia yang berada di jantung segitiga terumbu karang.

"Mendukung pembiayaan biru di sini bukan hanya merupakan investasi bagi Indonesia, tetapi juga bagi kesehatan lautan dunia. Tugas yang dihadapi sangat besar, sehingga diperlukan sinergi yang lebih erat antara pendanaan publik, donor, dan sektor swasta,” tutur Kim.

Forum itu turut menghasilkan kesepakatan awal yakni menyusun kerangka koordinasi pembiayaan biru Indonesia yang akan memetakan peran lembaga, prinsip sinergi pendanaan, serta mekanisme kerja sama antara investasi publik dengan swasta.

Para mitra bersepakat membentuk kelompok kerja pembiayaan biru untuk memastikan keberlanjutan dialog dan implementasi agenda bersama.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
Pemerintah
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Pemerintah
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Pemerintah
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Swasta
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Swasta
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Pemerintah
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
LSM/Figur
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Swasta
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
Pemerintah
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Pemerintah
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
BUMN
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
LSM/Figur
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Pemerintah
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Pemerintah
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau