Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kepunahan Massal karena Manusia Setara Era Dinosaurus

Kompas.com, 17 Oktober 2025, 17:31 WIB
Monika Novena,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

Sumber PHYSORG

KOMPAS.com - Para ilmuwan menyatakan bahwa ulah manusia bisa jadi sedang memicu peristiwa kepunahan massal terbesar di Bumi sejak asteroid yang membinasakan dinosaurus.

Kesimpulan ini dicapai melalui peninjauan ulang terhadap riset perubahan lingkungan selama puluhan tahun dan serangkaian lokakarya yang melibatkan paleobiolog serta ekolog, di mana mereka membandingkan laju kepunahan spesies saat ini dengan data kepunahan yang tercatat dalam fosil.

"Kesimpulan studi ini adalah bahwa meskipun laju kepunahan saat ini luar biasa, laju tersebut belum mencapai ambang batas 'kepunahan massal' yang sesungguhnya. Tetapi kondisi tersebut dapat terjadi seiring waktu jika hilangnya keanekaragaman hayati terus meningkat pesat," tulis peneliti dalam makalahnya.

Dr. Jack Hatfield dari Leverhulme Centre for Anthropocene Biodiversity menyatakan kecepatan perubahan yang kita saksikan saat ini belum pernah terjadi dalam 66 juta tahun terakhir, namun yang paling penting adalah, semuanya belum terlambat.

Baca juga: Langkah Maju Konservasi, IUCN Adopsi Resolusi Lawan Kejahatan Lingkungan

"Pesannya sangat jelas, spesies kita telah menjadi kekuatan yang membentuk sejarah Bumi, dan kita masih memegang kendali untuk menentukan akhir dari kisah ini." katanya.

Melansir Phys, Kamis (16/10/2025) dalam studinya, para peneliti melacak jejak dampak manusia terhadap kepunahan sejak sekitar 130.000 tahun lalu, ditandai dengan hilangnya hewan-hewan besar seperti mammoth dan kukang tanah raksasa.

Ketika populasi manusia meluas ke seluruh Bumi, spesies yang hidup di pulau-pulau mulai punah, diikuti oleh kepunahan yang lebih baru, seperti harimau Tasmania dan sapi laut Steller.

Dengan membandingkan perubahan yang terlihat saat ini dengan peristiwa purba, tim tersebut menemukan bahwa kepunahan dinosaurus mengakibatkan hilangnya proporsi spesies yang sangat besar dalam waktu singkat.

Sementara peristiwa hari ini telah mengakibatkan hilangnya spesies yang substansial dan berlangsung cepat, tetapi tidak dalam skala dan kecepatan seperti asteroid yang menyebabkan kepunahan massal terakhir.

Jika dilihat dari tingkat hilangnya keanekaragaman hayati, peristiwa kepunahan yang paling sebanding dengan yang terjadi saat ini adalah peristiwa Eosen-Oligosen yang terjadi sekitar 34 juta tahun silam. Peristiwa tersebut diperkirakan dipicu oleh pendinginan global dan terbentuknya lapisan es di Antartika.

Baca juga: Anak Muda Cinta Lingkungan tapi Belum Bertindak, Ini Temuan Youth Sustainability Index 2025

Pada peristiwa purba itu, persentase mamalia yang hilang di berbagai benua sangat besar. Namun, peristiwa Eosen-Oligosen diperkirakan berlangsung jauh lebih lambat dibandingkan perubahan yang terjadi hari ini.

Peristiwa itu memakan waktu jutaan tahun, berbeda dengan dampak yang ditimbulkan aktivitas manusia saat ini yang hanya diperkirakan terjadi dalam kurun waktu 100.000 tahun.

Karena peristiwa Eosen-Oligosen mendahului munculnya manusia, perbedaan mendasar antara kepunahan 34 juta tahun lalu dan krisis saat ini terletak pada dampak yang disebabkan oleh aktivitas manusia terhadap lingkungan.

Menurut para peneliti, temuan ini menjadi peringatan keras mengenai pentingnya tindakan segera untuk mengurangi kerusakan lingkungan, alih-alih menunda-nunda tindakan tersebut.

Buktinya tetap menunjukkan bahwa dunia sedang mengalami perubahan drastis yang hampir sepenuhnya dipicu oleh aktivitas manusia. Kini, terserah pada kita untuk mengubah alur kisah ini.

Penelitian ini dipublikasikan di jurnal Global Change Biology.

Baca juga: Sisa 87 Ekor dan Cuma Ada di Indonesia, Badak Jawa di Ujung Kepunahan

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
Pemerintah
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Pemerintah
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Pemerintah
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Swasta
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Swasta
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Pemerintah
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
LSM/Figur
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Swasta
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
Pemerintah
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Pemerintah
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
BUMN
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
LSM/Figur
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Pemerintah
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Pemerintah
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau