Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

IUCN Akui Bahan Bakar Fosil Ancaman Alam, Dukung Perjanjian Penghentian Global

Kompas.com, 17 Oktober 2025, 19:07 WIB
Monika Novena,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

KOMPAS.com -International Union for Conservation of Nature (IUCN) mengambil keputusan bersejarah pada 16 Oktober dengan mengadopsi Mosi 042.

Keputusan ini menjadikan IUCN sebagai organisasi multilateral pertama yang secara terang-terangan mengakui bahwa aktivitas produksi bahan bakar fosil adalah ancaman langsung terhadap lingkungan alam.

Mosi yang disetujui dalam Kongres Konservasi Dunia IUCN ini mendesak pemerintah dan masyarakat sipil untuk mengatasi akar masalah dari krisis iklim dan keanekaragaman hayati yang saling berkaitan melalui langkah-langkah sisi pasokan.

Langkah sisi pasokan (supply-side measures) adalah tindakan yang bertujuan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dengan cara membatasi atau mengendalikan produksi dan ketersediaan ba

Melansir Down to Earth, Kamis (16/10/2025), mosi 042 mendesak pemerintah di seluruh dunia untuk menghentikan penggunaan batu bara, minyak, dan gas secara bertahap.

Baca juga: Laporan IEA: Lebih 100 Negara Kurangi Impor Bahan Bakar Fosil

Selain itu juga mendesak untuk menghentikan semua proyek ekstraksi bahan bakar yang baru serta memastikan adanya transisi yang adil bagi para pekerja dan komunitas yang terdampak.

Mosi juga mendorong agar dilakukan penjajakan instrumen internasional baru, termasuk kemungkinan Traktat Non-Proliferasi Bahan Bakar Fosil, untuk mengisi apa yang oleh IUCN digambarkan sebagai 'lubang krusial dalam tata kelola global' mengenai pasokan bahan bakar fosil.

"Ini adalah momen yang sangat bersejarah bagi upaya konservasi di seluruh dunia," ungkap Ralph Regenvanu, yang menjabat sebagai Menteri Adaptasi Perubahan Iklim, Energi, Lingkungan, Meteorologi, Bahaya Geologi dan Penanggulangan Bencana di Vanuatu.

"IUCN akhirnya mengakui fakta yang telah ditegaskan ilmu pengetahuan selama puluhan tahun. Kita mustahil menjaga kelestarian alam sambil terus mengembangkan bahan bakar fosil," katanya.

Mosi ini diinisiasi oleh World Wide Fund for Nature (WWF) dan didukung oleh sejumlah organisasi masyarakat sipil dan komunitas Adat, seperti BirdLife International, COICA, dan NRDC.

Dengan disahkannya mosi ini, IUCN menegaskan kembali mandat konservasinya melalui dua fokus utama yakni memastikan perlindungan ekosistem di lokasi sumber ekstraksi dan menentang pengembangan baru bahan bakar fosil.

"Ini adalah titik balik bagi gerakan konservasi global. Dengan menjadikan isu bahan bakar fosil sebagai akar penyebab hilangnya keanekaragaman hayati, para anggota IUCN telah berhasil menyatukan agenda iklim dan agenda alam," kata Fernanda Carvalho, Kepala Kebijakan untuk Iklim dan Energi di WWF International.

"Kita hanya bisa menyelesaikan krisis-krisis ini melalui strategi yang inovatif, terpadu, dan berani, seperti mengimplementasikan Traktat Non-Proliferasi Bahan Bakar Fosil," tambahnya.

Harjeet Singh, penasihat strategis bagi Inisiatif Traktat Non-Proliferasi Bahan Bakar Fosil, berpendapat bahwa posisi yang diambil oleh IUCN ini membuka mata terhadap adanya celah besar yang selama ini diabaikan dalam sistem tata kelola iklim global.

Baca juga: Desakan Mantan Pemimpin Dunia: Pajak Bahan Bakar Fosil Harus Naik Permanen

"Tidak ada rencana global yang ada saat ini untuk menghentikan batu bara, minyak, dan gas secara bertahap dan itulah mengapa kita membutuhkan Traktat Bahan Bakar Fosil (Fossil Fuel Treaty). Keputusan ini menambah momentum nyata pada tuntutan global untuk keadilan iklim menjelang COP30',” kata Harjeet Singh.

Suara masyarakat adat juga menyambut hasil tersebut sebagai pengakuan yang sudah lama tertunda atas kehancuran yang disebabkan oleh ekstraksi bahan bakar fosil.

"Bagi Masyarakat Adat, keputusan ini merupakan pengakuan atas kenyataan yang kami alami langsung, yakni mustahil melindungi alam jika ekspansi bahan bakar fosil terus dilakukan," papar Fany Kuiru Castro, koordinator umum COICA.

"Ekstraksi minyak dan gas telah merusak wilayah kami dan melanggar hak-hak kami turun-temurun. Tidak akan ada konservasi yang berhasil tanpa menegakkan hak Adat, dan tidak ada keadilan iklim tanpa penghentian total dan adil terhadap bahan bakar fosil," ungkapnya lagi.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
Pemerintah
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Pemerintah
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Pemerintah
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Swasta
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Swasta
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Pemerintah
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
LSM/Figur
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Swasta
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
Pemerintah
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Pemerintah
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
BUMN
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
LSM/Figur
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Pemerintah
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Pemerintah
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau