Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kuntoro Boga
Direktur Hilirisasi Hasil Perkebunan, Kementan

Praktisi, Peneliti dan Pengamat Pertanian

Sinergi Pangan dan Energi Masa Depan

Kompas.com, 26 Oktober 2025, 17:23 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
Editor Wisnubrata

SELAMA puluhan tahun, kebutuhan energi Indonesia bertumpu pada bahan bakar fosil, namun produksi minyak domestik terus merosot sementara konsumsi BBM meningkat tajam. Akibatnya, Indonesia mengimpor lebih dari separuh kebutuhan BBM nasional, membuat pasokan energi sangat rentan terhadap gejolak harga minyak dunia. Ketergantungan ini tidak hanya membebani neraca perdagangan, tetapi juga menjadi ancaman serius bagi kedaulatan energi nasional.

Sementara itu, di sisi pangan, kondisi tak kalah mengkhawatirkan. Banjir, kekeringan, dan anomali cuaca yang semakin sering, seperti dampak El Niño 2023, telah menurunkan produktivitas pertanian secara drastis. Harga pun melonjak, dan langkah darurat impor beberapa kebutuhan pangan ditempuh. Situasi ini diperburuk oleh alih fungsi lahan serta degradasi tanah pertanian. Ketergantungan terhadap komoditas pangan luar negeri membuat ekonomi kita sangat rentan terhadap krisis pasokan global.

Indonesia tengah menghadapi tantangan ganda di era perubahan iklim, krisis energi fosil dan kerawanan pangan. Namun di tengah tekanan tersebut, terselip peluang besar untuk berbenah dan bangkit. Krisis energi dan pangan ini bisa diatasi secara bersamaan melalui pendekatan baru yang berbasis sumber daya hayati lokal.

Pengembangan bioenergi dan biopangan menawarkan jalan keluar yang strategis dan berkelanjutan. Dengan memanfaatkan kekayaan alam seperti sawit, tebu, singkong, sorgum, hingga mikroalga, Indonesia memiliki potensi besar untuk memproduksi energi terbarukan dan memperkuat ketahanan pangan sekaligus.

Pergeseran ini menuntut paradigma baru dalam kebijakan, mulai dari perencanaan lahan, insentif petani, riset teknologi, hingga pembangunan industri berbasis bio. Jika dikelola dengan baik, transisi menuju bioekonomi ini tidak hanya menjawab ancaman jangka pendek, tetapi juga menjadi landasan kuat bagi masa depan Indonesia yang berdaulat, adil, dan berkelanjutan.

Baca juga: Dibanding Sumber Terbarukan Lainnya, Bioenergi Paling Mahal

Dari Krisis Fosil Menuju Kemandirian Energi

Bioenergi merupakan energi terbarukan yang bersumber dari bahan hayati seperti tanaman, limbah pertanian, dan mikroorganisme. Dengan posisi geografis dan kekayaan hayati tropis, Indonesia menyimpan potensi biomassa yang sangat besar. Komoditas seperti kelapa sawit, tebu, singkong, jagung, hingga mikroalga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku energi.

Selama ini, program biodiesel berbasis minyak sawit (mandatori B40) sudah berjalan cukup baik dalam mengurangi ketergantungan impor solar. Pemerintah bahkan optimistis Indonesia tak lagi perlu mengimpor solar pada 2026 jika campuran biodiesel ditingkatkan ke level B50.

Namun, bertumpu hanya pada satu komoditas seperti sawit menyimpan risiko tersendiri, baik dari sisi ekonomi, ekologi, maupun keberlanjutan. Karena itu, diversifikasi sumber bioenergi menjadi hal mutlak agar Indonesia benar-benar mampu membangun sistem energi mandiri yang tahan krisis.

Salah satu langkah strategis yang kini digalakkan adalah pengembangan bioetanol berbasis tebu dan singkong untuk campuran bensin (E10). Pemerintah menargetkan mandatori E10 diberlakukan paling lambat 2027, dengan kebutuhan tambahan bahan baku yang besar. Untuk itu, Indonesia memerlukan sekitar satu juta hektare lahan tebu baru. Tantangan ini tak ringan, namun justru membuka peluang besar bagi petani.

Permintaan etanol yang konsisten memberi insentif ekonomi agar petani kembali menanam tebu dan singkong. Petani singkong, misalnya, diproyeksikan bisa meraih pendapatan hingga Rp80 juta per hektare per tahun, angka yang jauh lebih baik dibanding kondisi saat ini.

Namun, agar program ini tidak mengorbankan sektor pangan, pemerintah perlu menjaga keseimbangan antara kebutuhan energi dan pangan. Penggunaan molase sebagai bahan baku etanol, misalnya, menjadi pilihan ideal karena tidak bersaing langsung dengan pangan. Diversifikasi bahan baku dengan sorgum dan peningkatan produktivitas tanaman juga perlu dilakukan agar ketergantungan pada bahan baku tunggal dapat dihindari.

Di tengah tantangan itu, berbagai inovasi bioenergi generasi lanjut terus berkembang dan memberi harapan baru. Mikroalga, misalnya, disebut sebagai “ladang minyak masa depan” karena produktivitasnya tinggi dan tidak memerlukan lahan subur. Bayangkan jika mikroalga dibudidayakan di lahan marginal atau perairan pesisir, menghasilkan minyak nabati berkualitas tanpa mengganggu ketahanan pangan.

Baca juga: Rektor IPB: Tak Hanya Sawit, Indonesia Punya Banyak Sumber Bioenergi

Kemandirian Pangan Berbasis Keanekaragaman Hayati

Dalam menghadapi ancaman krisis pangan global, Indonesia sesungguhnya memiliki modal besar berupa kekayaan hayati pangan lokal yang tersebar dari Sabang hingga Merauke. Ribuan varietas tanaman pangan tradisional tumbuh dan dikonsumsi secara turun-temurun oleh masyarakat setempat.

Sagu menjadi makanan pokok di Maluku dan Papua, sorgum tumbuh subur di wilayah kering seperti Nusa Tenggara, sementara umbi-umbian seperti singkong, talas, dan ubi jalar tersebar luas di berbagai daerah. Bahkan pohon-pohon pangan seperti sukun memiliki nilai gizi tinggi dan potensi produksi besar.

Konsep biopangan hadir membawa perspektif baru yang memandang ketahanan pangan tidak sekadar dari sisi produksi dan distribusi komoditas, tetapi juga dari keberagaman hayati, budaya konsumsi lokal, dan kemandirian komunitas.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Investasi Energi Terbarukan Capai Rp 21,64 Triliun, REC Dinilai Bisa Percepat Balik Modal
Investasi Energi Terbarukan Capai Rp 21,64 Triliun, REC Dinilai Bisa Percepat Balik Modal
Pemerintah
PLTP Kamojang Hasilkan 1.326 GWh Listrik, Tekan Emisi 1,22 Juta Ton per Tahun
PLTP Kamojang Hasilkan 1.326 GWh Listrik, Tekan Emisi 1,22 Juta Ton per Tahun
BUMN
Pertamina EP Cepu Dorong Desa Sidorejo Jadi Sentra Pertanian Organik Blora
Pertamina EP Cepu Dorong Desa Sidorejo Jadi Sentra Pertanian Organik Blora
BUMN
Pergerakan Manusia Melampaui Total Migrasi Satwa Liar, Apa Dampaknya?
Pergerakan Manusia Melampaui Total Migrasi Satwa Liar, Apa Dampaknya?
Pemerintah
Tambang Batu Bara Bekas Masih Lepaskan Karbon, Studi Ungkap
Tambang Batu Bara Bekas Masih Lepaskan Karbon, Studi Ungkap
Pemerintah
KKP Pastikan Udang RI Bebas Radioaktif, Kini Ekspor Lagi ke AS
KKP Pastikan Udang RI Bebas Radioaktif, Kini Ekspor Lagi ke AS
Pemerintah
Sampah Plastik “Berlayar” ke Samudra Hindia dan Afrika, Ini Penjelasan Peneliti BRIN
Sampah Plastik “Berlayar” ke Samudra Hindia dan Afrika, Ini Penjelasan Peneliti BRIN
Pemerintah
75 Persen Hiu Paus di Papua Punya Luka, Tunjukkan Besarnya Ancaman yang Dihadapinya
75 Persen Hiu Paus di Papua Punya Luka, Tunjukkan Besarnya Ancaman yang Dihadapinya
LSM/Figur
Jangan Sia-siakan Investasi Hijau China, Kunci Transisi Energi Indonesia Ada di Sini
Jangan Sia-siakan Investasi Hijau China, Kunci Transisi Energi Indonesia Ada di Sini
Pemerintah
Eropa Sepakat Target Iklim 2040, tapi Ambisinya Melemah, Minta Kelonggaran
Eropa Sepakat Target Iklim 2040, tapi Ambisinya Melemah, Minta Kelonggaran
Pemerintah
Human Initiative Gelar Forum Kolaborasi Multipihak untuk Percepatan SDGs
Human Initiative Gelar Forum Kolaborasi Multipihak untuk Percepatan SDGs
Advertorial
Batu Bara Sudah Tidak Cuan, Terus Bergantung Padanya Sama Saja Bunuh Diri Perlahan
Batu Bara Sudah Tidak Cuan, Terus Bergantung Padanya Sama Saja Bunuh Diri Perlahan
Pemerintah
Kisah Nur Wahida Tekuni Songket hingga Raup Cuan di Mancanegara
Kisah Nur Wahida Tekuni Songket hingga Raup Cuan di Mancanegara
LSM/Figur
Startup Biodiversitas Tarik Investor Beragam, Namun Raih Modal Kecil
Startup Biodiversitas Tarik Investor Beragam, Namun Raih Modal Kecil
Pemerintah
FAO Peringatkan Degradasi Lahan Ancam Miliaran Orang
FAO Peringatkan Degradasi Lahan Ancam Miliaran Orang
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau