Kisah Desa Perlang harus dibaca bukan sebagai cerita lokal yang unik, tetapi sebagai pelajaran kebijakan nasional. Model pemulihan lingkungan yang efektif bukanlah yang berbasis proyek top-down, melainkan kolaborasi horizontal di tingkat komunitas. Selama ini, pendekatan reklamasi lahan pascatambang terlalu birokratis. Proyek dilakukan oleh kontraktor besar, jauh dari masyarakat setempat. Ketika proyek selesai, masyarakat tidak merasa memiliki. Hasilnya dapat ditebak: fasilitas mangkrak, pohon mati, dan lahan kembali rusak.
Desa Perlang membalikkan paradigma ini. Mereka membuktikan bahwa pemulihan ekologis dan ekonomi dapat berjalan beriringan ketika masyarakat diberi ruang memimpin. Pemerintah seharusnya tidak lagi sekadar mengukur keberhasilan dengan jumlah hektar yang direklamasi, tetapi dengan sejauh mana komunitas terlibat dan mendapatkan manfaat langsung dari proses tersebut.
Untuk itu, diperlukan sinergi kebijakan. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral sebagai regulator utama reklamasi, Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup sebagai penentu standar lingkungan, dan Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal sebagai pembina instrumen pembangunan (seperti BUM Desa dan Dana Desa), perlu berkolaborasi meninjau ulang pendekatan reklamasi yang kaku dan berbasis proyek.
Pendekatan berbasis komunitas yang terbukti berhasil di Perlang dapat menjadi model replikasi untuk wilayah-wilayah pascatambang lain, seperti yang tersebar luas di Kalimantan, Sulawesi, dan Sumatra.
Baca juga: Tanami Bekas Tambang di Rebo, Warga dan Polda Babel Bersatu Pulihkan Kawasan Pesisir Bangka
Pelajaran paling penting dari Perlang bukan hanya tentang wisata, tetapi tentang manajemen desa yang sehat. Pokdarwis, Pemdes, dan BUM Desa membentuk segitiga kekuatan yang saling menopang.
Sinergi tiga elemen ini jarang ditemukan di desa lain. Di banyak tempat, ide bagus sering mati karena kepala desa tidak percaya pada pemuda, atau karena BUM Desa hanya menjadi formalitas administratif. Di Perlang, kepercayaan menjadi fondasi utama. Ketika institusi desa bekerja dengan baik, perubahan lingkungan bukan lagi sekadar wacana. Desa menjadi laboratorium kecil bagi masa depan pembangunan berkelanjutan Indonesia.
Baca juga: 5 Tempat di Dunia Bekas Tambang Emas, Ada yang Jadi Tempat Wisata hingga Permukiman Tak Tertata
Kisah Perlang menantang asumsi lama bahwa pembangunan harus selalu dimulai dari pusat kekuasaan. Dalam konteks lahan kritis pascatambang, kebijakan nasional seharusnya berfungsi sebagai fasilitator, bukan sebagai pelaksana tunggal. Pemerintah pusat perlu mengalihkan fokus dari proyek fisik menuju penguatan kapasitas sosial di tingkat desa.
Pendekatan ini tidak hanya lebih murah, tetapi juga lebih efektif. Satu rupiah yang diinvestasikan dalam kapasitas kelembagaan desa dapat menghasilkan manfaat ganda: membangun ekonomi dan memulihkan lingkungan sekaligus.
Program pelatihan bagi kepala desa, BUM Desa, dan kelompok pemuda perlu menjadi prioritas dalam kebijakan nasional. Pemerintah daerah juga dapat memberikan insentif fiskal bagi desa yang berhasil memulihkan lahan kritis dengan pendekatan inovatif dan partisipatif.
Kisah Desa Perlang adalah pengingat bahwa pemulihan lingkungan tidak hanya persoalan teknis, tetapi juga persoalan sosial. Lahan kritis pascatambang tidak akan pulih hanya dengan menanam pohon, tetapi dengan menanam kepercayaan. Desa yang diberi ruang untuk berinisiatif akan menemukan caranya sendiri untuk bangkit.
Pemerintah perlu belajar dari Perlang: jangan mendikte, tetapi dengarkan. Jangan hanya menghitung hektar yang ditanami, tetapi hitung jumlah warga yang hidupnya berubah. Jangan hanya berbicara tentang reklamasi, tetapi bicara tentang revitalisasi sosial.
Di tangan komunitas yang solid, lubang tambang bisa berubah menjadi danau kehidupan. Di tangan pemuda yang berani, desa bisa menjadi pionir keberlanjutan. Dan di tangan kebijakan yang bijak, Indonesia bisa membalik kutukan sumber daya menjadi berkah ekologis.
Masa depan lahan pascatambang Indonesia bukan milik kontraktor besar, tetapi milik desa yang berani bermimpi dan bekerja. Seperti Desa Perlang yang membuktikan, pemulihan sejati dimulai bukan dari proyek, melainkan dari tekad bersama untuk hidup berdampingan dengan alam.
Baca juga: Menghijaukan Kawasan Bekas Tambang Timah Usai Habis Dikuras...
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya