Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang

Kompas.com, 5 Desember 2025, 13:29 WIB
Manda Firmansyah,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Proyek pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa) atau Waste to Energy (WtE) berpotensi menjadi beban baru bagi pemerintah Indonesia dan PT PLN (Persero). Proyek WtE hanya akan meningkatkan biaya pokok penyediaan (BPP) yang dikeluarkan untuk menyalurkan listrik dari pembangkit ke konsumen.

Proyek WtE memang bisa menjadi sumber ekonomi baru yang berpotensi mengurangi permasalahan sampah di Indonesia. Namun, proyek WtE juga berisiko menimbulkan permasalahan lain nantinya, yang justru disebabkan kurangnya pasokan sampah.

Pasokan sampah secara agregat perlu diperhitungkan, mengingat investasi proyek WtE bernilai triliunan rupiah untuk pengadaan fasilitasnya dan direncanakan memenuhi kebutuhan energi dalam jangka panjang.

Baca juga: Dukung Pemerintah Bangun 33 PLTSa pada 2029, PLN Siap Jadi Kunci Ekosistem Waste-to-Energy

"Jaminan pasokan menjadi prasyarat penting. Kalau dihilirnya memang sudah ada harga, tetapi kalau pasokan dan teknologinya seperti apa? Jangan sampai sudah berjalan 3-4 tahun, suplai di daerah-daerah tiba-tiba berkurang," ujar Kepala Pusat Pangan, Energi, dan Pembangunan Berkelanjutan, Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Abra Talattov kepada Kompas.com, Kamis (4/12/2025).

Di sisi lain, proyek WtE juga bermasalah dari sisi permintaan (demand). Meski fasilitas PLTSa hanya akan dibangun di daerah dengan pasokan sampah besar dan berkelanjutan dalam jangka panjang berdasarkan hasil pemetaan, tetapi siapa yang akan mengonsumsi listriknya.

Proyek WtE perlu mempertimbangkan sejauh mana pertumbuhan permintaan listrik di daerah-daerah di mana fasilitas PLTSa akan dibangun.

Dalam kondisi eksisting, PLN saat ini menghadapi situasi kelebihan pasokan (oversupply) listrik yang melebihi permintaan.

Proyek WtE malah akan menambah permasalahan oversupply listrik yang belum terjawab oleh berbagai kebijakan pemerintah. Konsumsi listrik per kapita di Indonesia yang masih rendah tidak akan mampu mengimbangi kecepatan suplai, terutama kalau proyek WtE sudah berjalan.

Menurut Abra, rendahnya permintaan listrik erat kaitannya dengan menurunnya kontribusi sektor industri terhadap perekenomian atau deindustrialisasi yang saat ini dihadapi Indonesia.

"Meski benar mengurangi sampah, (proyek WtE) itu menjadi inefisiensi. Itu sudah tertangkap dari awal bahwa proyek ini (akan) rugi, bukan hanya bakar sampah, tapi juga bakar uang," tutur Abra.

Memang, saat ini pemerintah sudah siap konsekuensi proyek WtE yang akan memaksanya menyalurkan subsidi atas tambahan listrik baru tersebut. 

Sebelumnya, juru kampanye energi Trend Asia, Novita Indri Pratiwi menilai, proyek pembangunan pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa) di 33 kabupaten/kota, hanya akal-akal saja.

Ia khawatir proyek PLTSa yang dikategorikan oleh pemerintah sebagai energi baru terbarukan (EBT), dapat menjadi legitimasi bagi produsen untuk melepas tanggung jawabnya atas sampah yang dihasilkan dari produknya.

Padahal, tanggung jawab tersebut sudah diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen.

Baca juga: Trend Asia Nilai PLTSa Bukan EBT, Bukan Opsi Tepat Transisi Energi

"Nah, ketika misalnya muncul nih ya, inisiatif-inisiatif PLTSa, dengan proyeksi akan membutuhkan sampah sekian banyak gitu, lalu bagaimana dengan tanggung jawab produsen Mereka akan makin longgar tanggung jawabnya untuk menarik kembali sampah-sampah plastiknya," ujar Novita di Jakarta, Selasa (4/11/2025).

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Pemerintah
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
BUMN
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
LSM/Figur
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Pemerintah
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Pemerintah
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
LSM/Figur
Refleksi Filsafat Ekologis, Tempat Keramat dan Etika Lingkungan
Refleksi Filsafat Ekologis, Tempat Keramat dan Etika Lingkungan
Pemerintah
RI Sulit Capai Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen Jika Andalkan Sektor Pertanian
RI Sulit Capai Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen Jika Andalkan Sektor Pertanian
LSM/Figur
DAMRI Jalankan 286 Bus Listrik, Potensi Kurangi 72.000 Ton Emisi per Tahun
DAMRI Jalankan 286 Bus Listrik, Potensi Kurangi 72.000 Ton Emisi per Tahun
BUMN
Miangas hingga Wamena, FiberStar Genjot Akselerasi Digital di Wilayah 3T
Miangas hingga Wamena, FiberStar Genjot Akselerasi Digital di Wilayah 3T
Swasta
Pelaku Bisnis Luncurkan Program Sertifikasi Produksi Kaca Rendah Karbon
Pelaku Bisnis Luncurkan Program Sertifikasi Produksi Kaca Rendah Karbon
Pemerintah
Perubahan Iklim Diprediksi Tekan Pendapatan Dunia hingga 17 Persen
Perubahan Iklim Diprediksi Tekan Pendapatan Dunia hingga 17 Persen
LSM/Figur
ISSB Usulkan Pelaporan Emisi Metana Scope 1 untuk Perusahaan Energi
ISSB Usulkan Pelaporan Emisi Metana Scope 1 untuk Perusahaan Energi
LSM/Figur
Konflik Agraria di Balik Banjir Sumatera, Mayoritas Disebut Dipicu Perkebunan Sawit
Konflik Agraria di Balik Banjir Sumatera, Mayoritas Disebut Dipicu Perkebunan Sawit
Pemerintah
Ketika Motor Listrik Jadi Andalan Ojol untuk Cari Rezeki
Ketika Motor Listrik Jadi Andalan Ojol untuk Cari Rezeki
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau