Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Petani Rumput Laut di Indonesia Belum Ramah Lingkungan, Masih Terhalang Biaya

Kompas.com, 17 Desember 2025, 12:58 WIB
Manda Firmansyah,
Ni Nyoman Wira Widyanti

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Petani rumput laut di Indonesia dinilai masih terkendala modal awal yang tinggi untuk beralih ke budi daya ramah lingkungan.

"Untuk investasi awal itu dianggap mahal, sangat berat dirasakan oleh pembudidaya," ujar Direktur Rumput Laut Direktorat Jenderal Perikanan Budi Daya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Nono Hartanto dalam webinar, Selasa (16/13/2025).

Baca juga:

Kendala modal awal memaksa petani rumput laut untuk memilih botol plastik bekas sebagai pelampung, yang turut menyumbang sampah. 

Botol plastik bekas yang digunakan para petani cenderung lebih murah dibanding pelampung modern berbahan High Density Polyethylene (HDPE). Sebagai perbandingan, harga botol plastik bekas sekitar Rp 2.500, sedangkan harga pelampung berbahan HDPE sekitar Rp 12.000-Rp 13.000.

Padahal pelampung HDPE sebenarnya lebih awet dan bisa dipakai berulang kali hingga di atas 10 tahun, sedangkan botol plastik bekas hanya bisa dipakai selama tiga sampai empat bulan saja.

Dalam jangka panjang, pelampung berbahan HDPE sesungguhnya lebih murah daripada botol plastik bekas.

Untuk mempromosikan budi daya rumput laut ramah lingkungan, diperlukan skema pembiayaan untuk pembudidaya berskala kecil agar dapat membeli pelampung berbahan HDPE.

Baca juga:

Keterbatasan menyalurkan bibit rumput laut

Ilustrasi petani rumput laut. Petani rumput laut di Indonesia masih kesulitan beralih ke budi daya ramah lingkungan karena tingginya modal.Dok. Wikimedia Commons/Chrisila Wentiasri Ilustrasi petani rumput laut. Petani rumput laut di Indonesia masih kesulitan beralih ke budi daya ramah lingkungan karena tingginya modal.

Pembudidaya rumput laut berskala kecil perlu dapat mengakses bibit rumput laut yang unggul dan adaptif terhadap krisis iklim.

Bibit tersebut bukan sekadar mampu meningkatkan produktivitas rumput laut, tapi bisa pula bertahan kenaikan suhu muka air laut.

Kebun bibit rumput laut tersebut harus tersebar sentra-sentra budi daya di berbagai wilayah di Indonesia.

Nono mengklaim KKP sebenarnya sudah siap mendukung pembudidaya berskala kecil dengan kebun bibit unggul yang sudah diseleksi agar tahan terhadap kenaikan suhu muka air laut. Namun, KKP mengalami permasalahan keterbatasan dalam menyalurkan bibit rumput laut tersebut.

"Harus ada yang ngopenin. Karena kami terbatas, pegawai kami di UPT cuma 70-an orang, tapi yang kerja di rumput laut, misalnya lima orang. Jadi, tidak mungkin untuk bisa men-support (mendukung) kebutuhan bibit sampai sekian ribu ton, ya," tutur Nono.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Lindungi Pemain Tenis dari Panas Ekstrem, ATP Rilis Aturan Baru
Lindungi Pemain Tenis dari Panas Ekstrem, ATP Rilis Aturan Baru
LSM/Figur
IEA: 60 Persen Perusahaan Global Kekurangan 'Tenaga Kerja Hijau'
IEA: 60 Persen Perusahaan Global Kekurangan "Tenaga Kerja Hijau"
Pemerintah
Pertamina Andalkan Strategi Migas Tetap Jalan, Geothermal Jadi Masa Depan
Pertamina Andalkan Strategi Migas Tetap Jalan, Geothermal Jadi Masa Depan
BUMN
ASRI Awards, Penghargaan bagi Siswa hingga Sekolah lewat Inovasi Keberlanjutan
ASRI Awards, Penghargaan bagi Siswa hingga Sekolah lewat Inovasi Keberlanjutan
Swasta
Pelindo Terminal Petikemas Terapkan Teknologi Terumbu Buatan di Karimunjawa
Pelindo Terminal Petikemas Terapkan Teknologi Terumbu Buatan di Karimunjawa
BUMN
Teknologi Satelit Ungkap Sumber Emisi Metana dari Minyak, Gas, dan Batu Bara Global
Teknologi Satelit Ungkap Sumber Emisi Metana dari Minyak, Gas, dan Batu Bara Global
LSM/Figur
Sinarmas Land dan Waste4Change Resmikan Rumah Pemulihan Material di Tangerang
Sinarmas Land dan Waste4Change Resmikan Rumah Pemulihan Material di Tangerang
Swasta
Transisi EV Bisa Cegah 700.000 Kematian Dini, tapi Tren Pemakaian Masih Rendah
Transisi EV Bisa Cegah 700.000 Kematian Dini, tapi Tren Pemakaian Masih Rendah
LSM/Figur
Google Rilis Panduan untuk Bantu Laporan Keberlanjutan dengan AI
Google Rilis Panduan untuk Bantu Laporan Keberlanjutan dengan AI
Swasta
Indonesia Tak Impor Beras, Pemerintah Dinilai Perlu Waspadai Harga dan Stok
Indonesia Tak Impor Beras, Pemerintah Dinilai Perlu Waspadai Harga dan Stok
LSM/Figur
Walhi Kritik Usulan Presiden Prabowo Ekspansi Sawit dan Tebu di Papua
Walhi Kritik Usulan Presiden Prabowo Ekspansi Sawit dan Tebu di Papua
Pemerintah
Greenpeace Sebut Banjir Sumatera akibat Deforestasi dan Krisis Iklim
Greenpeace Sebut Banjir Sumatera akibat Deforestasi dan Krisis Iklim
LSM/Figur
Menteri UMKM Minta Bank Tak Persulit Syarat KUR untuk Usaha Mikro
Menteri UMKM Minta Bank Tak Persulit Syarat KUR untuk Usaha Mikro
Pemerintah
Satwa Liar Terjepit Deforestasi, Perburuan, dan Perdagangan Ilegal
Satwa Liar Terjepit Deforestasi, Perburuan, dan Perdagangan Ilegal
LSM/Figur
Menteri UMKM Berencana Putihkan Utang KUR Korban Banjir Sumatera
Menteri UMKM Berencana Putihkan Utang KUR Korban Banjir Sumatera
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau