Penulis
KOMPAS.com - Suhu di Arktik memecahkan rekor paling panas sepanjang sejarah. Menurut National Oceanic and Atmospheric Adminsitration (NOAA), Selasa (16/10/2025), hal tersebut dipicu oleh perubahan iklim yang menyebabkan gletser dan sea ice (es laut) meleleh sehingga mengganggu cuaca global.
Dalam laporan tahunan Arctic Report Card, NOAA mencatat suhu rata-rata Arktik periode Oktober 2024 dan September 2025 mencapai 1,60 derajat celsius. Angka tersebut melampaui rata-rata suhu pada periode 1991-2020.
Baca juga:
Co-author laporan tersebut, Tom Ballinger dari University of Alaska menuturkan, melihat pemanasan yang cepat di Arktik dalam kurun waktu yang pendek cukup mengkhawatirkan.
"(Tren tersebut) sepertinya belum pernah terjadi sebelumnya dan mungkin ribuan tahun ke belakang," ucap Ballinger, dilansir dari AFP, Rabu (17/12/2025).
Sepanjang periode tersebut, Arktik mengalami musim gugur terpanas, musim dingin terpanas kedua, serta musim panas terpanas ketiga sejak awal pencatatan tahun 1900.
Peristiwa di Arktik didorong oleh pembakaran bahan bakar fosil. Kenaikan suhu di wilayah tersebut cukup signifikan dan jauh lebih cepat dibanding rata-rata global yang dikenal sebagai fenomena Arctic Amplification (amplifikasi Arktik).
Misalnya, suhu yang naik meningkatkan uap air di atmosfer, yang mana berperan seperti "selimut" yang menyerap panas dan mencegahnya bebas ke ruang angkasa.
Pada waktu yang sama, hilangnya es laut yang membantu memantulkan sinar matahari justru memperlihatkan perairan samudera yang lebih gelap, yang menyerap lebih banyak panas dari matahari.
Suhu Arktik mencetak rekor terpanas sepanjang sejarah. Es laut mencair dan dampaknya menjalar ke cuaca global.Pada musim semi 2025, ketika es laut biasanya mencapai titik maksimum, luasnya menjadi yang paling kecil dalam 47 tahun catatan satelit.
Kondisi tersebut menjadi ancaman langsung bagi beruang kutub, anjing laut, dan walrus.
"(Hal ini adalah) masalah mendesak bagi beruang kutub, anjing laut, dan walrus karena mereka menggunakan es sebagai platform untuk transportasi, berburu, dan melahirkan anak," ucap co-author laporan tersebut dari National Snow and Ice Data Center, Walt Meier.
Baca juga:
Hilangnya es laut di Arktik turut mengganggu sirkulasi laut global. Air tawar dari es yang mencair dan peningkatan curah hujan masuk ke Samudera Atlantik Utara.
Hal tersebut menyebabkan permukaan air lebih ringan dan tak terlalu asin sehingga menghambat proses tenggelamnya air laut yang menggerakkan Atlantic Meridional Overturning Circulation, termasuk Arus Teluk, yang menjaga musim dingin Eropa tetap hangat.
Pencairan lapisan es Greenland juga menambah air tawar ke Samudera Atlantik Utara.
Hal tersebut meningkatkan produktivitas plankton, tapi menyebabkan ketidaksesuaian waktu antara ketersedian makanan dan kebutuhan spesies laut.
Hilangnya es di daratan Greenland juga termasuk penyumbang utama kenaikan permukaan laut global, memperparah erosi pesisir dan banjir yang disebabkan oleh badai.
Baca juga:
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya