Di sisi lain, penanaman perlu mempertimbangkan jarak tanam antar pohon. Jenis pohon dalam kegiatan penanaman tersebut harus disesuaikan dengan zona agroekologi, sekaligus dipertimbangkan berdasarkan tingkat transpirasi atau proses penguapan air dari jaringan tumbuhan, terutama melalui stomata.
"Jadi tingkat transpirasi ini besar kecilnya penyerapan udara, tentunya kalau untuk wilayah-wilayah mitigasi bencana, perlu pohon-pohon yang memang sangat rakus terhadap air," tutur Asep.
Baca juga:
Menurut Asep, definisi pohon yang "rakus" dengan air merujuk pada tanaman dengan tingkat transpirasi tinggi. Khususnya, tanaman dengan banyak stomata pada daun, yang akan membutuhkan lebih banyak air.
Beberapa contoh pohon yang diidentifikasi sebagai "rakus air" meliputi pinus, sengon, eukaliptus, dan albasia.
"Pasti banyak melihat spesies-spesies tanaman tadi di zona-zona bekas longsoran," ucapnya.
Sementara itu, Askari menganggap, pohon yang "rakus" tersebut sebagai tanaman dengan akar yang dapat menembus tanah jauh lebih dalam dibandingkan spesies lain.
Pohon tersebut mengambil cadangan air di lapisan tanah paling bawah daripada spesies tanaman lainnya.
Menurut Askari, pohon yang "rakus" terhadap air dapat diidentifikasi pada musim kemarau. Semua pohon di hutan hidup melalui transpirasi saat musim kemarau, yang dari momen itulah terungkap tanaman mana yang "rakus" atau tidak terhadap air.
"Pinus salah satu (pohon 'rakus' air). Akarnya tunjang. Dari riset saya, pinus itu lebih banyak mengambil air ketika tidak hujan. Kenapa? Karena perlu transpirasi. Dengan transpirasinya itulah pinus tetap tumbuh," ujar Askari.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya