Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bencana Demografi di Indonesia Makin Nyata, Kalah dari Negara Tetangga

Kompas.com, 29 Desember 2025, 17:35 WIB
Manda Firmansyah,
Ni Nyoman Wira Widyanti

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Indonesia disebut hadapi ancaman bonus demografi justru saat industrialisasi tumbuh karena generasi mudanya tertinggal. Proporsi anak muda tidak bekerja, tidak sekolah, dan tidak mengikuti pelatihan di Indonesia di atas 20 persen dari total populasi.

Sebagai perbandingan, proporsi anak muda tidak bekerja, tidak sekolah, dan tidak mengikuti pelatihan di Malaysia, Thailand, Filipina, dan Vietnam di bawah 15 persen dari total populasi.

Baca juga:

Proporsi anak muda tidak bekerja, tidak sekolah, dan tidak mengikuti pelatihan di Indonesia yang jauh lebih tinggi dibandingkan negara-negara tetangganya mencerminkan lemahnya sistem transisi dari pendidikan ke dunia kerja.

"Ini sebenarnya menjadi sebuah kekhawatiran. Artinya, kita tidak lagi, tidak sedang menikmati bonus demografi, tetapi justru yang selama ini kita sering sampaikan gitu, dan selain menjadi bercandaan gitu ya, bahwa kita jadi bencana demografi, dan khawatir kita adalah yang kita sedang rasakan sekarang, sebenarnya bukan lagi bercandaan gitu ya, bercanda demografi, justru ini sudah semakin real (nyata)," jelas Direktur Kolaborasi Internasional INDEF, Imaduddin Abdullah, Senin (29/12/2025).

Bencana demografi di Indonesia

Pertumbuhan ekonomi di Indonesia belum terhubung dengan generasi muda

Indonesia disebut hadapi ancaman bonus demografi justru saat industrialisasi tumbuh karena generasi mudanya tertinggal. Dok. Shutterstock/Stora Space Indonesia disebut hadapi ancaman bonus demografi justru saat industrialisasi tumbuh karena generasi mudanya tertinggal.

Pertumbuhan ekonomi di Indonesia disebut belum terhubung dengan jalur kerja generasi muda. Meski pertumbuhan ekonomi tumbuh, upgrading dan mekanisme penyerapan tenaga kerja muda masih menjadi masalah utama.

Minimnya pelatihan berbasis industri, skill upgrading (peningkatan keterampilan), serta koneksi antara kebutuhan industri dengan kapasitas tenaga kerja muda menjadi tantangan struktural di Indonesia.

Padahal, semestinya anak muda menjadi penggerak ekonomi. Namun, kenyataannya anak muda seolah tidak terlibat dalam upaya menggerakan perekonomian nasional. 

Imaduddin menilai, ancaman bonus demografi perlu menjadi catatan perbaikan bagi pemerintah Indonesia ke depannya.

Baca juga:

Produktivitas industri di Indonesia tertinggal

Industrialisasi belum diiringi pendalaman teknologi dan keterampilan

Indonesia disebut hadapi ancaman bonus demografi justru saat industrialisasi tumbuh karena generasi mudanya tertinggal. Pexels/Anamul Rezwan Indonesia disebut hadapi ancaman bonus demografi justru saat industrialisasi tumbuh karena generasi mudanya tertinggal.

Di sisi lain, produktivitas industri Indonesia disebut tertinggal dari negara-negara tetangga.

Nilai tambah per pekerja yang lebih rendah daripada negara-negara tetangga menunjukkan keterbatasan efisiensi dan kapabilitas produksi industri nasional.

"Kita disusul oleh China ya, yang tahun 1998 di bawah kita dalam hal produktivitas sektor industrinya, tetapi di tahun 2023, mereka hampir dua kali lipat dari kita dalam hal produktivitas sektor industri," tutur Imaduddin.

Industrialisasi di Indonesia belum diirngi dengan pendalaman teknologi dan keterampilan. Kesenjangan produktivitas mencerminkan lemahnya adopsi teknologi, rendahnya aktivitas inovasi, serta keterbatasan peningkatan keterampilan tenaga kerja industri.

Produktivitas yang tertahan, kata dia, membatasi kenaikan upah dan daya saing. Ruang bagi peningkatan upah rill pekerja dan penguatan daya saing industri di Indonesia akan tetap sempit jika produktivitas tidak meningkat secara signifikan.

Jika kualitas produktivitas sektor industri tidak dibenahi, daya saing Indonesia akan semakin tertinggal di level global.

"Kita mungkin dulu bersaing dengan China, Malaysia, Filipina, Thailand misalnya ya, tetapi mungkin ke depan kita akan bersaing dengan negara-negara seperti Bangladesh, Pakistan, Ethiopia, dan sebagainya, yang mana mereka menawarkan biaya tenaga kerja yang jauh lebih murah dibandingkan kita," jelas dia.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
INDEF: Struktur Tenaga Kerja di Indonesia Rentan Diganti Teknologi
INDEF: Struktur Tenaga Kerja di Indonesia Rentan Diganti Teknologi
LSM/Figur
Perangi Greenwashing, Industri Fashion Segera Luncurkan Paspor Produk
Perangi Greenwashing, Industri Fashion Segera Luncurkan Paspor Produk
Pemerintah
Bencana Iklim 2025 Renggut Lebih dari Rp 2.000 Triliun, Asia Paling Terdampak
Bencana Iklim 2025 Renggut Lebih dari Rp 2.000 Triliun, Asia Paling Terdampak
LSM/Figur
BNPB Catat 3.176 Bencana Alam di Indonesia 2025, Banjir dan Longsor Mendominasi
BNPB Catat 3.176 Bencana Alam di Indonesia 2025, Banjir dan Longsor Mendominasi
Pemerintah
Banjir Ekstrem akibat Lelehan Gletser Diprediksi Lebih Mematikan
Banjir Ekstrem akibat Lelehan Gletser Diprediksi Lebih Mematikan
LSM/Figur
Produksi Listrik Panas Bumi KS Orka Renewables Lampaui 1 Juta MWh
Produksi Listrik Panas Bumi KS Orka Renewables Lampaui 1 Juta MWh
Swasta
Bencana Demografi di Indonesia Makin Nyata, Kalah dari Negara Tetangga
Bencana Demografi di Indonesia Makin Nyata, Kalah dari Negara Tetangga
LSM/Figur
Hirup Udara Berpolusi Berpotensi Berdampak pada Kekebalan Tubuh
Hirup Udara Berpolusi Berpotensi Berdampak pada Kekebalan Tubuh
Pemerintah
Kebun Kelapa Sawit Tak Bisa Gantikan Fungsi Hutan, Daya Serap Karbon Rendah
Kebun Kelapa Sawit Tak Bisa Gantikan Fungsi Hutan, Daya Serap Karbon Rendah
LSM/Figur
Musim Hujan Diprediksi Terjadi di Indonesia hingga Maret 2026
Musim Hujan Diprediksi Terjadi di Indonesia hingga Maret 2026
Pemerintah
Halte Bus Hijau, Bisa Menjadi Solusi Dinginkan Area Perkotaan
Halte Bus Hijau, Bisa Menjadi Solusi Dinginkan Area Perkotaan
Pemerintah
Masa Senja Industri Kehutanan Indonesia
Masa Senja Industri Kehutanan Indonesia
Pemerintah
Update Banjir Sumatera, Tim Gabungan Masih Bersihkan Tumpukan Kayu dan Limbah
Update Banjir Sumatera, Tim Gabungan Masih Bersihkan Tumpukan Kayu dan Limbah
Pemerintah
Gelondongan Kayu di Banjir Sumatera Bukti Kerusakan Hutan Sistemik, Bukan Sekadar Anomali Cuaca
Gelondongan Kayu di Banjir Sumatera Bukti Kerusakan Hutan Sistemik, Bukan Sekadar Anomali Cuaca
LSM/Figur
Sektor FOLU Disebut Mampu Turunkan 60 Persen Emisi Nasional
Sektor FOLU Disebut Mampu Turunkan 60 Persen Emisi Nasional
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Rp
Minimal apresiasi Rp 5.000
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau