JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga mengaku prihatin melihat fenomena self harm di Indonesia, terutama korban masih berusia anak.
Menurutnya, korban usia anak adalah generasi penerus bangsa yang perlu dijaga dan dipenuhi hak-hak dasarnya, terutama hak atas kelangsungan hidup dan hak atas perlindungan.
Untuk itu, Kementerian PPPA berkomitmen memantau kasus anak-anak korban tindakan menyakiti diri sendiri dan akan terus melakukan koordinasi dengan Pemerintah Kabupaten Karangasem terkait upaya penanganan, perawatan, dan perlindungan korban.
Di salah satu sekolah, tercatat ada 49 korban self harm. Pihak sekolah melakukan inspeksi dadakan pada Desember 2022 dan Februari 2023 terkait fenomena ini.
"Seluruh korban berjenis kelamin perempuan. 40 anak melakukan satu kali sayatan, sedangkan sembilan lainnya melakukannya secara berulang," tutur Bintang saat kunjungan kerjanya di Kabupaten Karangasem, Provinsi Bali, Minggu (19/3/2023).
Baca juga: 5 Dampak Negatif Memaksa Anak Makan, Orangtua Perlu Tahu
Bintang juga menekankan pentingnya pendampingan psikologi sesuai dengan kebutuhan korban. Terdapat 40 anak yang melakukan satu kali sayatan telah ditangani dan dilakukan konseling oleh pihak sekolah.
"Sementara, bagi korban yang melakukan pengulangan ditangani oleh UPTD PPA Kabupaten Karangasem," imbuh dia.
Dalam kesempatan tersebut, Bintang juga mengapresiasi komitmen Pemerintah Kabupaten Karangasem melalui Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (Dinsos PPPA-PPKB) bersama UPTD PPA dalam menangani korban yang melakukan self harm secara berulang.
Enam anak sudah mendapatkan konseling secara intens, satu di antaranya dijadwalkan menemui psikiater dikarenakan mengalami kondisi yang parah dan kerap melakukan penyebaran konten self harm. Sementara tiga anak lainnya telah mendapatkan konseling dari psikolog klinis Kementerian PPPA.
Para korban yang ditangani oleh Pemerintah Kabupaten Karangasem melalui UPTD PPA berasal dari keluarga yang tidak utuh dan dan kerap mengalami permasalahan keluarga.
"Satu hal yang membuat kami miris, anak-anak korban melakukan hal tersebut karena mengikuti trend di media sosial. Inilah pentingnya peran kita dalam mengawasi penggunaan sosial media anak-anak agar konten yang mereka dapatkan merupakan informasi yang layak anak," ungkapnya.
Dalam kesempatan tersebut, Menteri PPPA juga menemui dan berbincang dengan lima anak yang orang tuanya meninggal akibat Covid-19.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya