Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

WWF: Penurunan Populasi Satwa Liar Bisa Berdampak ke Ekonomi

Kompas.com - 21/11/2024, 14:35 WIB
Zintan Prihatini,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Laporan terbaru Living Planet Report 2024 World Wide Fund for Nature (WWF) menunjukkan, populasi hewan liar di dunia turun 73 persen pada periode 1970-2020.

CEO WWF Indonesia Aditya Bayunanda mengatakan, data tersebut didapatkan dari kerja sama WWF dan Zoological Society of London (ZSL) yang memantau 5.579 spesies hewan bertulang belakang dari 41.986 populasi di seluruh dunia.

"Jadi ini average, ada memang yang naik ada juga yang stabil. Tetapi secara garis besar itu semuanya turun. Dan kalau kita melihat penurunan populasi ini juga terjadi di Asia Pasifik di mana kita berada," ujar Aditya dalam keterangannya, Kamis (21/11/2024).

Baca juga:

Dia menjelaskan, faktor penurunan spesies karena hilangnya habitat yang juga terjadi di Indonesia. Menurut laporan tersebut spesies air tawar paling banyak menurun, disusul hewan di darat, dan di laut.

"Analisa yang spesies air tawar ini memang banyak ternyata terganggu oleh kegiatan pengembangan infrastruktur. Jadi banyak waterway yang terputus, banyak juga akibat polusi," kata Aditya.

Sementara itu menurut WWF, penyebab menurunnya hewan di laut karena perubahan habitat hingga penangkapan ikan berlebihan. Perubahan terhadap habitat di darat diakibatkan lahan untuk perkebunan, pembangunan infrastruktur, ataupun pertambangan.

"Dan tentu saja (penyebabnya) perubahan iklim. Perubahan iklim membawa dampak seperti pollination, ini sekarang kan enggak jelas ya. Kadang musim hujan, kadang panas, musim panas juga hujan," papar dia.

Aditya mencontohkan, produksi lebah madu di Jambi yang menurun drastis. Akibatnya, ekonomi masyarakat setempat pun terpengaruh.

"Nah ini yang tentu saja kita harus lihat, apakah ini memang juga akibat dari kenaikan suhu dan perubahan iklim," ucap Aditya.

Baca juga: Awal 2024, Ada 8 Konflik Satwa Liar-Manusia di Agam Sumbar

Faktor selanjutnya ialah penularan penyakit dari spesies baru ke wilayah yang didatangi. Aditnya mengatakan, perubahan iklim menyebabkan suatu spesies rentan terhadap penyakit.

"Kami juga melihat (karena) polusi, dan juga spesies yang invansif," tutur dia.

Upaya Mengatasi Penurunan Satwa Liar

WWF menilai, ada sejumlah upaya untuk mengatasi penurunan spesies satwa liar. Pertama, merujuk pada Convention on Biological Diversity (CBD) yang bersepakat melindingungi 30 persen habitat darat dan lautan. Kemudian merestorasi 30 persen lahan yang terdegradasi.

"Kedua, kita juga harus melihat bahwa upaya-upaya konservasi tidak hanya di taman nasional. Tetapi juga harus di tempat-tempat yang mempunyai fungsi dan guna lain, misalnya lahan perkebunan," tutur dia.

Baca juga: Krisis Satwa Liar Bisa Mengancam Target Pembangunan Berkelanjutan

Ketiga, memakai solusi dari alam untuk memecahkan masalah sosial. Misalnya saja mengganti giant sea wall dengan mangrove di kawasan pesisir.

"Kalau misalnya sea wall yang dipakai adalah mangrove, maka setiap tahun kualitas dari mangrove itu sebagai seawall akan makin baik, makin tumbuh, makim besar," jelas dia.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Gajah Dianggap Teman oleh Mamalia Hutan, Kepunahannya Picu Kerusakan
Gajah Dianggap Teman oleh Mamalia Hutan, Kepunahannya Picu Kerusakan
Pemerintah
Negara Berkembang Butuh 420 Miliar Dollar AS per Tahun untuk Kesetaraan Gender
Negara Berkembang Butuh 420 Miliar Dollar AS per Tahun untuk Kesetaraan Gender
Pemerintah
Bukan Cuma Limbah, Ampas Kopi Bisa Jadi Beton Kuat dan Berkelanjutan
Bukan Cuma Limbah, Ampas Kopi Bisa Jadi Beton Kuat dan Berkelanjutan
LSM/Figur
Satgas PKH Kuasai 81.793 Hektare TN Tesso Nilo untuk Kembalikan Fungsi Lahan
Satgas PKH Kuasai 81.793 Hektare TN Tesso Nilo untuk Kembalikan Fungsi Lahan
Pemerintah
Darurat Air Dunia: 40 Persen Daratan Rusak, 3 Miliar Orang Terancam
Darurat Air Dunia: 40 Persen Daratan Rusak, 3 Miliar Orang Terancam
LSM/Figur
Kemenhut: Tambang Masih Bakal Lanjut tetapi Disertai Rehabilitasi
Kemenhut: Tambang Masih Bakal Lanjut tetapi Disertai Rehabilitasi
Pemerintah
Masjid Jami Soeprapto Soeparno Dibangun, Simbol Inklusi dan Upaya Merawat Nilai-nilai Sosial
Masjid Jami Soeprapto Soeparno Dibangun, Simbol Inklusi dan Upaya Merawat Nilai-nilai Sosial
Swasta
Sun Energy Gandeng UI Tingkatkan Kompetensi Mahasiswa dalam 'Green Job' Energi Surya
Sun Energy Gandeng UI Tingkatkan Kompetensi Mahasiswa dalam "Green Job" Energi Surya
Swasta
14 dari 15 Jenis Tarsius Ada di Indonesia, tapi Habitatnya Terus Tergerus
14 dari 15 Jenis Tarsius Ada di Indonesia, tapi Habitatnya Terus Tergerus
Swasta
Lahan Kritis Capai 12 Juta Hektare, Kemenhut Beberkan Rencana Mengatasinya
Lahan Kritis Capai 12 Juta Hektare, Kemenhut Beberkan Rencana Mengatasinya
Pemerintah
Sederet Langkah Pemerintah Genjot EBT untuk Amankan Energi
Sederet Langkah Pemerintah Genjot EBT untuk Amankan Energi
Pemerintah
Resistensi Antimikroba Berpotensi Rugikan Ekonomi Global 100 Triliun Dolar AS
Resistensi Antimikroba Berpotensi Rugikan Ekonomi Global 100 Triliun Dolar AS
LSM/Figur
OceanX–BRIN–KI Dukung Target Konservasi dan Perikanan Berkelanjutan
OceanX–BRIN–KI Dukung Target Konservasi dan Perikanan Berkelanjutan
LSM/Figur
Biochar Diangkat Jadi Andalan Baru Tekan Emisi GRK
Biochar Diangkat Jadi Andalan Baru Tekan Emisi GRK
Pemerintah
Sistem Pangan Berkelanjutan Punya 3 Hambatan, Salah Satunya Makanan Murah
Sistem Pangan Berkelanjutan Punya 3 Hambatan, Salah Satunya Makanan Murah
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau