KOMPAS.com - Laporan dari lembaga akuntan global, Deloitte, yang berjudul Turning Point: Feeding the World Sustainably, merinci manfaat ekonomi dan sosial dari transformasi produksi pangan global ke sistem yang berkelanjutan.
Analisis Deloitte menyoroti bahwa mengatasi kekurangan gizi dan mendekarbonisasi sektor pertanian merupakan tantangan global yang saling terkait.
Saat ini saja hampir 10 persen populasi global atau sekitar 730 juta orang menghadapi permasalahan kekurangan gizi.
Namun dengan adanya sistem pangan yang berkelanjutan dapat mendukung 300 juta orang yang saat ini kekurangan gizi.
Baca juga:
"Berinvestasi dan mendukung sistem pangan berkelanjutan berpotensi mengangkat ratusan juta orang keluar dari kekurangan gizi, melestarikan sumber daya, dan mengurangi perubahan iklim," ungkap Jennifer Steinmann, pemimpin Bisnis Keberlanjutan Global Deloitte.
Lebih lanjut, mengutip ESG News, Kamis (21/11/2024) laporan menyebut membatasi pemanasan global hingga di bawah 2 derajat Celsius sambil meningkatkan produksi pangan hingga 40 persen juga dapat menghasilkan manfaat ekonomi yang signifikan.
Pemodelan Deloitte memperkirakan bahwa tindakan ini dapat meningkatkan PDB global hingga 121 triliun dollar AS dan mengurangi harga pangan hingga 16 persen, sehingga memungkinkan pola makan yang lebih sehat.
Randy Jagt, pemimpin Deloitte Global Future of Food mengatakan dunia tengah menghadapi krisis dalam sistem pangan global.
"Perubahan iklim, hilangnya keanekaragaman hayati, tekanan pada sumber daya yang terbatas, dan panen yang lebih sedikit secara signifikan menghambat kemampuan untuk memberi makan dunia secara berkelanjutan," katanya.
"Mengubah sistem pangan global kita untuk fokus pada keberlanjutan tidak hanya akan mengatasi tantangan tersebut tetapi juga secara signifikan menguntungkan populasi yang terkena dampak kerawanan pangan dan perubahan iklim," papar Jagt.
Akan tetapi laporan juga memperingatkan bahwa tanpa intervensi yang signifikan, perubahan iklim dapat merugikan ekonomi global sebesar 190 triliun dollar AS antara tahun 2025 dan 2070.
Baca juga:
Potensi kerusakan akibat perubahan iklim yang tidak terkendali itu kemudian dapat mengurangi nilai industri pangan primer sebesar 13 triliun dollar AS dan berdampak pada manufaktur dan layanan pangan sebesar 12 triliun dollar AS.
“Cara kita meningkatkan produksi pangan secara historis tidak lagi layak. Memberi makan dunia secara berkelanjutan memerlukan perubahan mendasar dalam skala besar,” papar Dr. Pradeep Philip, salah satu penulis
laporan.
Lebih lanjut, Deloitte pun mengusulkan lima strategi sebagai solusi untuk transformasi sistem pangan berkelanjutan, yaitu mempercepat inovasi dan peningkatan produktivitas di bidang pertanian, berinvestasi dalam melindungi modal alam seperti tanah dan air.
Kemudian mengurangi emisi global untuk membatasi dampak perubahan iklim, mempromosikan pilihan konsumen yang berkelanjutan, serta meningkatkan sirkularitas untuk mengatasi pemborosan makanan dan efisiensi sumber daya.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya