Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 28/07/2024, 07:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

KOMPAS.com - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menilai, penerapan nilai ekonomi karbon (NEK) penting untuk mendukung pencapaian target iklim Indonesia.

Aturan mengenai NEK tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 98 Tahun 2021 Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dalam Pembangunan Nasional.

Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim (PPI) KLHK Laksmi Dhewanthi mengatakan, penerapan NEK bukan semata-mata untuk kepentingan ekonomi.

Baca juga: KESDM: Aturan Turunan Penangkapan dan Penyimpanan Karbon Sudah Diharmonisasi

Dia menambahkan, dalam perpres tersebut, disebutkan bahwa NEK diterapkan untuk mendukung upaya pengurangan emisi GRK.

"Bahwa ada manfaat ekonomi sebagai nilai tambah, ya. Bahwa bisa menjadi insentif bagi mereka yang melakukan upaya mitigasi, ya. Tapi tidak bisa kemudian dibalik," kata Laksmi dalam diskusi yang diadakan Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) di Jakarta, Jumat (25/7/2024), sebagaimana dilansir Antara.

Dia menuturkan, dalam beragam mekanismenya, NEK bisa terwujud jika terjadi aksi mitigasi perubahan iklim untuk menekan emisi GRK di masing-masing sektor.

Indonesia sendiri telah memiliki target iklim untuk masing-masing sektor yang tertuang dalam dokumen iklim Nationally Determined Contribution (NDC).

Baca juga: Mengenal Jejak Karbon dan Jenis-jenisnya

Mekanisme NEK dibagi empat yaitu perdagangan karbon, results based payment atau pembayaran berbasis kinerja, pungutan atas karbon seperti pajak karbon dan cukai karbon, serta mekanisme lainnya yang bisa dikembangkan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan.

Laksmi berujar, saat ini Indonesia sudah mulai melaksanakan perdagangan karbon dan pembayaran berbasis kinerja.

Perdagangan karbon tersebut mulai berlaku untuk sektor energi terutama sub-sektor pembangkit listrik dan offset emisi GRK.

Sementara pembayaran berbasis kinerja untuk pengurangan emisi sudah dilakukan lewat beberapa skema termasuk Green Climate Fund, Kaltim FCPF Carbon Fund, Jambi BioCarbon Fund, dan kerja sama dengan pemerintah Norwegia.

Baca juga: Khawatir Pajak Karbon Negara Kaya, Afrika Selatan Serukan Transisi Energi Hijau Secepatnya

Beberapa dana sudah diterima oleh Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) dan akan dibagi ke 34 provinsi berdasarkan kinerja.

"Untuk satu kegiatan atau satu mitigasi, mereka tidak boleh mendapatkan pembayaran dua kali. Jadi, daerah-daerah yang sudah mendapatkan pembayaran atas kinerja pengurangan emisi gas rumah kaca pada periode waktu ini, itu tidak boleh lagi menjual karbonnya yang sama," tutur Laksmi.

Dia menyampaikan, pengecualian diberikan ketika pemerintah daerah dapat menunjukkan adanya upaya mitigasi tambahan di wilayah tersebut yang dapat divalidasi.

Baca juga: Berapa Penuruanan Emisi Karbon dari Larangan Penerbangan Domestik Jarak Pendek di Perancis?

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau