Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ramdani Basri: Fleksibilitas Skema KPBU Bantu Capai Target Logistik 8 Persen PDB

Kompas.com - 07/03/2025, 08:03 WIB
Anissa Dea Widiarini,
Sri Noviyanti

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Indonesia punya target untuk menurunkan biaya logistik nasional menjadi 8 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2045. 

Target itu cukup ambisius mengingat bahwa saat ini, biaya logistik Indonesia masih berada di kisaran 16 persen dari PDB. Angka ini jauh lebih tinggi jika dibandingkan negara-negara maju yang rerata hanya sekitar 8-10 persen.

Target penurunan biaya logistik itu diharapkan dapat mendorong daya saing Indonesia di pasar global, menekan harga barang, dan memperlancar distribusi produk dari pusat produksi ke konsumen. 

Namun, kebijakan efisiensi anggaran yang diterapkan pemerintah membuat pembangunan infrastruktur baru menghadapi tantangan besar, terutama dalam hal pendanaan.

Sebab, anggaran Kementerian Pekerjaan Umum (PU) untuk 2025 dipangkas sebesar Rp 81,38 triliun dari pagu awal anggaran senilai Rp 110,95 triliun. Pemangkasan sebesar itu berdampak pada penundaan 21 proyek infrastruktur. 

Baca juga: Bos META: Efisiensi Anggaran Boleh, Asal Pemerintah Berikan Dukungan Ini untuk Sektor Infrastruktur

Salah satu solusi yang ditawarkan agar pembangunan infrastruktur tetap berjalan adalah melalui skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). Melalui skema ini, sektor swasta diharapkan dapat mengambil peran lebih besar dalam membiayai dan mengelola proyek infrastruktur. 

KPBU merupakan skema pembiayaan di mana pemerintah bekerja sama dengan pihak swasta untuk pembangunan infrastruktur publik. Dalam skema ini, pihak swasta dapat berperan dalam pembiayaan, pembangunan, hingga pengelolaan infrastruktur dengan skema pengembalian investasi yang ditetapkan dalam perjanjian.

Fleksibilitas dalam skema KPBU

Namun, agar skema tersebut menarik di mata investor, terutama asing, pemerintah perlu menerapkan fleksibilitas dalam regulasinya.

Hal tersebut diungkapkan oleh Presiden Direktur PT Nusantara Infrastructure Tbk (kode emiten: META) M Ramdani Basri dalam wawancara eksklusif dengan Kompas.com di Jakarta, Kamis (27/2/2025). 

Menurut Ramdani, pola kerja sama antara pemerintah dan swasta dalam proyek infrastruktur harus lebih terbuka dan saling mendukung. Pasalnya, tanpa dukungan dari swasta, target-target pembangunan yang sudah ditetapkan pemerintah bakal sulit dicapai. 

"Pemerintah seharusnya tidak hanya berperan sebagai regulator, tetapi juga sebagai fasilitator yang menciptakan iklim investasi yang kondusif," ujar Ramdani.

Ramdani menjelaskan, dengan skema kerja sama saat ini, pemerintah mematok waktu konsesi selama 50 tahun hingga swasta mengembalikan aset yang dikelola kepada pemerintah. 

Melihat kondisi tersebut, Ramdani menyarankan pemerintah untuk lebih fleksibel terhadap swasta terkait skema kerja sama, terutama dalam hal insentif, kenaikan tarif, dan waktu konsesi. 

Baca juga: 10 Bendungan Masuk Prioritas KPBU Pembangkit Listrik Tenaga Air

"Pembangunan infrastruktur membutuhkan modal besar di awal, sementara keuntungan baru bisa dirasakan dalam jangka panjang. Fleksibilitas dalam regulasi tarif dan perpanjangan konsesi akan membantu menjaga keberlanjutan proyek," tambahnya. 

Ramdani mengakui bahwa birokrasi dan kepastian hukum masih menjadi tantangan dalam kemitraan swasta dengan pemerintah.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

AS Pertimbangkan Tambang Laut Dalam untuk Cari Nikel dan Lawan China

AS Pertimbangkan Tambang Laut Dalam untuk Cari Nikel dan Lawan China

Pemerintah
LPEM UI: Penyitaan dan Penyegelan akan Rusak Tata Kelola Sawit RI

LPEM UI: Penyitaan dan Penyegelan akan Rusak Tata Kelola Sawit RI

Pemerintah
Jaga Iklim Investasi, LPEM FEB UI Tekankan Pentingnya Penataan Sawit yang Baik

Jaga Iklim Investasi, LPEM FEB UI Tekankan Pentingnya Penataan Sawit yang Baik

Pemerintah
Reklamasi: Permintaan Maaf yang Nyata kepada Alam

Reklamasi: Permintaan Maaf yang Nyata kepada Alam

LSM/Figur
Dampak Ekonomi Perubahan Iklim, Dunia Bisa Kehilangan 40 Persen GDP

Dampak Ekonomi Perubahan Iklim, Dunia Bisa Kehilangan 40 Persen GDP

LSM/Figur
Studi: Mikroplastik Ancam Ketahanan Pangan Global

Studi: Mikroplastik Ancam Ketahanan Pangan Global

LSM/Figur
Kebijakan Tak Berwawasan Lingkungan Trump Bisa Bikin AS Kembali ke Era Hujan Asam

Kebijakan Tak Berwawasan Lingkungan Trump Bisa Bikin AS Kembali ke Era Hujan Asam

Pemerintah
Nelayan di Nusa Tenggara Pakai “Cold Storage” Bertenaga Surya

Nelayan di Nusa Tenggara Pakai “Cold Storage” Bertenaga Surya

LSM/Figur
Pakar Pertanian UGM Sebut Pemanasan Global Ancam Ketahanan Pangan Indonesia

Pakar Pertanian UGM Sebut Pemanasan Global Ancam Ketahanan Pangan Indonesia

LSM/Figur
3 Akibat dari Perayaan Lebaran yang Tidak Ramah Lingkungan

3 Akibat dari Perayaan Lebaran yang Tidak Ramah Lingkungan

LSM/Figur
1.620 Km Garis Pantai Greenland Tersingkap karena Perubahan Iklim, Lebih Panjang dari Jalur Pantura

1.620 Km Garis Pantai Greenland Tersingkap karena Perubahan Iklim, Lebih Panjang dari Jalur Pantura

LSM/Figur
Semakin Ditunda, Ongkos Atasi Krisis Iklim Semakin Besar

Semakin Ditunda, Ongkos Atasi Krisis Iklim Semakin Besar

LSM/Figur
Harus 'Segmented', Kunci Bisnis Sewa Pakaian untuk Dukung Lingkungan

Harus "Segmented", Kunci Bisnis Sewa Pakaian untuk Dukung Lingkungan

Swasta
ING Jadi Bank Global Pertama dengan Target Iklim yang Divalidasi SBTi

ING Jadi Bank Global Pertama dengan Target Iklim yang Divalidasi SBTi

Swasta
Dekarbonisasi Baja dan Logam, Uni Eropa Luncurkan Rencana Aksi

Dekarbonisasi Baja dan Logam, Uni Eropa Luncurkan Rencana Aksi

Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau