JAKARTA, KOMPAS.com - Menyusul kesuksesan dari Pameran ARTISM berskala Nasional yang diluncurkan tahun lalu, Kreaby yang telah mendobrak batasan-batasan dan memberdayakan seniman autistik di Indonesia sejak 2020, bertekad mencapai target yang lebih besar lagi.
Seperti diketahui, seni rupa telah menjadi lebih dari sebuah alat terapi bagi orang dalam spektrum autisme untuk mengatasi gangguan sensorik dan mengembangkan kemampuan bersosialisasi.
Beberapa dari mereka menganggap seni sebagai jalan hidup, dengan impian untuk menjadi seniman dalam arti sesungguhnya.
Orang dalam spektrum autisme memiliki gelombang otak yang lebih tinggi pada frekuensi theta/beta rasio. Hal ini memberikan mereka kemampuan untuk melihat dunia dari sudut pandang yang berbeda dan menghasilkan ekspresi yang unik pula, terutama ketika mereka menuangkannya dalam bentuk karya seni.
Inilah yang mendasari Kreaby bekerjasama dengan Spotify untuk mendalami pengaruh dari ketukan binaural terhadap gelombang otak, dan dampaknya dalam proses pembuatan karya seni.
Baca juga: Lima Penyandang Autisme Pamerkan Karya Lukis di Fairmont Jakarta
Ketukan binaural yang spesifik dalam rentang gelombang alfa dimasukkan dalam beberapa lagu terpilih dari para musisi Sun Eater.
Bekerjasama dengan Gary Harlan, Jeremy Winata, Joey Santoso, Joshua Khendy, Ramadhika Asra dan Valentin Keken Christanto, yang kemudian membuat karya seni sambil mendengarkan lagu tersebut, Kreaby mempelajari dampak ketukan binaural alfa terhadap individu yang memiliki frekuensi theta/beta rasio dominan.
Dorongan yang dihasilkan dari ketukan binaural ini terbukti efektif untuk meningkatkan puncak atensi, yang mempermudah mereka untuk berkonsentrasi ketika melakukan proses kreatif.
Hasilnya adalah sebuah karya seni jenis baru yang dipamerkan di Spotify Canvas. Berkolaborasi dengan label musik Sun Eater, lagu-lagu dari Agatha Pricilla, Aldrian Risjad, Hindia, Lomba Sihir, Mantra Vutura dan Rayhan Noor menjadi wadah dari kanvas dalam pameran karya seni tersebut.
Masyarakat dapat mengakses lagu-lagu ini melalui playlist resmi berjudul ARTISM EXHIBITION: Binaural Beats Mix.
Terapi PediaSuit Indonesia Tina Maladi mengatakan, pikiran mereka menerjemahkan dunia dengan cara yang berbeda, tapi dunia melihat hal ini sebagai sebuah kekurangan. Ini harus berubah.
Kurator dari Museum MACAN Nin Djani sependapat bahwa Artism lebih dari sebuah pembuka wawasan.
Kini, Artism tengah dalam perjalanannya untuk menjadi sebuah aliran baru, aliran yang menyambut neurodiversity, menciptakan peluang baru, dan melapangkan akses bagi orang-orang dalam spektrum autisme.
"Melalui Artism, kita bisa mendukung para seniman dalam spektrum autisme untuk memasuki pasar dan berkembang dalam dunia seni rupa," imbuh Nin dalam keterangannya kepada Kompas.com, Jumat (13/4/2023).
Dia menambahkan, pengalaman dari sebuah kolaborasi dan pertukaran ide dapat mendorong pertumbuhan dari para seniman.
"Harapan kami adalah Artism bisa berkembang, menyediakan ruang yang aman untuk para seniman dalam spektrum autisme untuk mengeksplorasi keunikan dalam diri mereka dan merangkul inklusivitas," ungkap Managing Director Kreaby Arani Aslama.
Pameran seni ini telah berevolusi menjadi pameran untuk peluang-peluang baru. Para seniman dalam spektrum autisme dapat diakui sebagai diri mereka sendiri, berkontribusi terhadap perkembangan budaya dan masyarakat, serta berkembang dalam dunia seni dengan aliran seni yang dapat mereka miliki.
Dengan semangat inklusivitas, Kreaby berharap Artism Exhibition dapat membuka kesempatan yang lebih besar lagi untuk para seniman dalam spektrum autisme, di mana pun mereka berada.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya