Bandara berkelanjutan dengan pendekatan eco-airport memiliki beberapa program yang harus diterapkan.
Pertama, dekarbonisasi (net zero emissions). Seperti ACI Airport Carbon Accreditation, pendataan emisi bandar udara melalui tools ACERT, penggunaan LED, kendaraan listrik, dan energi terbarukan.
Kedua, desain bandara yang berkelanjutan secara fisik, yaitu penggunaan material daur ulang atau material yang dapat didaur ulang dalam membangun bandara, meminimalisir buangan limbah, serta penerapan smart building concept.
Ketiga, pengembangan bandara tanpa merusak alam dan biodiversitas daerah setempat. Hal ini meliputi pengawasan terhadap kebisingan, kualitas udara, emisi karbon, dan kemacetan akibat operasional bandara.
Ketiga, keberadaan bandara harus dapat meningkatkan kesehatan pegawai, masyarakat sekitar, dan pengguna.
Keempat, bandara harus dapat berperan lebih di tengah masyarakat (community engagement)i, dengan menyediakan lapangan kerja baru untuk masyarakat sekitar.
Sementara, Anggota Persatuan Insinyur Indonesia (PII) Dewanti menjelaskan beberapa hal terkait pengembangan bandara berkelanjutan.
Menurutnya, bandara harus bisa terlindung dari risiko perubahan iklim. Misalnya perubahan suhu, cuaca ekstrem, hingga gempa.
"Ini harus bisa disiapkan perubahan-perubahan ini," kata wanita juga Sekretaris Pusat Studi Transportasi dan Logistik Universitas Gadjah Mada (UGM) tersebut, dikutip dari pemberitaan Kompas.com, Oktober 2022.
Kemudian, bandara harus menerapkan upaya dekarbonisasi (zero emisi). Salah satu yang penting ialah menggunakan angkutan massal saat menuju ke bandara. Kereta api atau bis bisa menjadi opsi angkutan massal yang dapat.
Selanjutnya, tak kalah penting adalah mendesain terminal yang bisa mengolah sampah atau limbah, serta tidak bertumpu pada pendingin udara dan pencahayaan memakan energi besar.
Menurutnya, kawasan bandara juga patut mendapat perhatian. Supaya pergerakan kendaraan untuk penumpang ataupun barang itu tidak terlalu banyak dan jauh.
Karena bila terlalu jauh, tentunya akan mengeluarkan energi dan emisi yang banyak.
"Sehingga pengembangan kawasan aetropolis menjadi satu upaya untuk meminimalkan pergerakan penumpang dan barang di kawasan bandara," terangnya.
Selain itu, memanfaatkan lahan parkir seminimal mungkin. Meskipun parkir memang jadi sumber revenue yang cukup besar di bandara. Seperti pertokoan, hiburan, hotel, dan sebagainya.
"Jika memperluas lahan parkir, artinya akan mengundang banyaknya penggunaan kendaraan pribadi. Dampaknya emisi, kemacetan, dan sebagainya," pungkas Dewanti.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya