JAKARTA, KOMPAS.com – Sekitar 2,3 miliar orang saat ini tinggal di negara-negara yang kekurangan air, menurut laporan dari Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Bahkan, sekitar 10 persen dari dari populasi global saat ini tinggal di negara-negara yang menghadapi situasi air yang kritis.
Sektor pertanian bertanggung jawab atas 72 persen konsumsi air tawar secara global di tengah meningkatnya permintaan untuk pangan dan pakan.
Baca juga: Waspada Kekeringan Musim Kemarau, Distribusi Air Bersih Bukan Solusi Utama
Berkaca pada situasi tersebut, pemakaian air yang berkelanjutan dan berkeadilan adalah kunci untuk mengatasi tantangan yang ada.
FAO sejauh ini sudah menyoroti potensi Peta Jalan Air Nasional atau National Water Roadmaps untuk mencapai Sustainable Development Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, sebagaimana dilansir dari situs web PBB.
Peta jalan tersebut dirancang untuk mendukung pengelolaan sumber daya air terpadu ke dalam strategi, kebijakan, dan rencana investasi lintas sektor pembangunan berkelanjutan nasional.
National Water Roadmaps diharapkan dapat membantu mengakhiri kemiskinan dan kelaparan, serta mendukung SDGs melalui dialog partisipatif yang dipimpin negara-negara dan tindakan nyata.
Baca juga: Layanan Mudik 2023, Sarana Air Bersih dan Sanitasi Tersedia di 46 Titik Seluruh Indonesia
FAO membantu negara-negara yang tergabung dalam keanggotaan untuk menghubungkan National Water Roadmaps dengan rencana dan strategi yang ada, serta mengakses sumber daya keuangan untuk pengembangan dan penerapannya.
Organisasi tersebut juga mengumumkan komitmen 1,5 juta dollar AS dari China untuk membantu berbagai negara mengembangkan peta jalan masing-masing.
Dalam laporan terbaru PBB berjudul World Water Development Report yang dirilis bertepatan dengan peringatan hari air sedunia pada Maret, dunia menghadapi ancaman besar berupa krisis air yang parah.
Ancaman nyata tersebut menghantui dunia karena meningkatnya permintaan air dan dampak dari krisis iklim yang mengancam eksistensi sumber daya air, sebagaimana dilansir CNN.
Baca juga: Penumpang Bisa Membeli Souvenir UMKM Saat Memesan Tiket Pelita Air
Selama 40 tahun terakhir, konsumsi air meningkat rata-rata 1 persen per tahun. Hal ini didorong oleh pertumbuhan populasi dan pola konsumsi yang berubah.
Pada 2016, jumlah orang di kota-kota di dunia yang menghadapi kelangkaan air mencapai 930 juta jiwa.
Jumlah ini diproyeksikan meningkat lebih dari dua kali lipat pada 2050 di mana 2,4 miliar orang di perkotaan akan terancam menghadapi kelangkaan air. Permintaan air perkotaan diperkirakan akan meningkat sebesar 80 persen pada 2050.
Baca juga: Penumpang Bisa Membeli Souvenir UMKM Saat Memesan Tiket Pelita Air
Sementara itu, kelangkaan air musiman akan meningkat di daerah-daerah air yang melimpah termasuk di Afrika Tengah, Asia Timur, dan sebagian Amerika Selatan, menurut laporan tersebut.
Sedangkan kelangkaan air akan semakin parah di Timur Tengah dan kawasan Sahel di Afrika, yang pasokan airnya sudah sedikit.
Kekeringan ekstrem dan berkepanjangan, yang semakin sering dan parah akibat krisis iklim, juga memberi tekanan pada ekosistem.
Selain berimbas kepada manusia, kondisi tersebut juga dapat menimbulkan konsekuensi mengerikan bagi spesies tumbuhan dan hewan.
Baca juga: Mengenal 4 Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya