KOMPAS.com – Pemerintah Federal Australia mengumumkan rencana untuk melakukan decommissioning alias penutupan operasi fasilitas terapung penyimpanan dan pembongkaran produksi (Floating Production Storage and Offloading/FPSO) Northern Endeavour di Laut Timor.
Untuk diketahui, FPSO adalah fasilitas terapung yang digunakan oleh industri minyak dan gas lepas pantai untuk produksi dan pemrosesan hidrokarbon serta penyimpanan minyak.
Rencana tersebut termasuk pembuangan bahan radioaktif dalam jumlah yang dirahasiakan, minyak, hidrokarbon, merkuri, dan racun lainnya ke perairan yang berjarak 155 kilometer (km) dari lepas pantai Indonesia dan Timor Leste.
Baca juga: Air Limbah Radioaktif PLTN Fukushima Akan Dibuang ke Laut, Presiden Korsel Angkat Suara
Dalam rencana tersebut, FPSO Northern Endeavour akan “diderek” melalui perairan Indonesia ke lokasi yang dirahasiakan di Asia untuk dibongkar. Beberapa detail dalam rencana tersebut menunjukkan adanya risiko besar kebocoran minyak selama operasi.
Menurut Friends of the Earth Australia (FoEA), Pemerintah Australia mencoba menghindari pengawasan publik secara nasional maupun internasional dengan cara diam-diam membuat pengajuan rencana pekan lalu yang bertepatan dengan penyusunan anggaran.
FoEA mengatakan, tenggat waktu persetujuan rencana tersebut adalah Jumat (12/5/2023) dan diklaim tidak melibatkan pemangku kepentingan serta tidak ada konsultasi publik.
FoEA mendesak perpanjangan tenggat waktu persetujuan sehingga pemangku kepentingan dan publik memiliki waktu untuk mengkaji dokumen dan memberikan tanggapan atas rencana tersebut.
Offshore Gas Campaigner dari FoEA Jeff Waters menyebut rencana ini sebagai tindakan keterlaluan dari Pemerintah Federal Australia.
Baca juga: Misteri Hilangnya Kapsul Radioaktif Mematikan Berukuran 20 Cm di Thailand
“Saat akan melakukan decommissioning aset, perusahaan bahan bakar fosil harus menggunakan pedoman yang ketat dari regulator industri, baik saat aktivitas pembuangan maupun pada saat konsultasi,” jelas Waters dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Kamis (11/5/2023).
“Namun saat Departemen Lingkungan Pemerintah Federal Australia merencanakan decommissioning Northern Endeavour ini, seluruh pedoman keselamatan yang ada mendadak tidak lagi dipakai,” sambungnya.
FoEA menyampaikan, solusi terbaik dari decommissioning semacam ini adalah mengangkut anjungan tua ke tempat pembongkaran dan fasilitas daur ulang di darat supaya limbah beracun dapat dikelola dan tidak mencemari lingkungan.
FoEA menuntut perpanjangan tenggat waktu persetujuan dan memastikan tidak ada bahan radioaktif berbahaya atau limbah beracun lain yang boleh dibuang ke laut selama proses tersebut.
Baca juga: Korea Utara Uji Senjata yang Bisa Picu Tsunami Radioaktif Raksasa
Manajer Kampanye Tambang dan Energi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Fanny Tri Jambore menyerukan agar Pemerintah Indonesia merespon ancaman bahaya tumpahan minyak, bahan radioaktif, dan limbah beracun lain dari rencana decommissioning FPSO Northern Endeavour ke perairan Indonesia.
“Pada setiap rencana proyek yang menunjukkan adanya ancaman bahaya pada keselamatan lingkungan dan manusia, maka telaah yang mendalam dan konsultasi yang berarti adalah syarat penting, untuk memastikan tidak adanya korban di lingkungan dan komunitas, sehingga konsultasi untuk proses dekomisioning ini harusnya juga melibatkan pemilik tradisional dari pulau-pulau di sekitar laut Timor dan pemerintah Indonesia,” kata Fanny.
Keterlibatan pihak Indonesia dalam konsultasi dan keputusan decommissioning FPSO Northern Endeavour yang akan melewati perairan Indonesia menjadi penting.
Pasalnya, kejadian tumpahan minyak dari aktivitas pertambangan minyak di lepas landas kontinen pernah mengakibatkan kerusakan lingkungan yang merugikan ribuan warga di Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur.
Baca juga: Limbah Radioaktif Fukushima Akan Dibuang ke Samudra Pasifik, Berbahayakah?
Pengadilan Australia pada akhirnya memenangkan gugatan warga NTT atas kerugian yang mereka terima akibat tumpahan minyak ini.
Direktur WALHI Nusa Tenggara Timur (NTT) Umbu Wulang Tanaamahu menyampaikan, trauma kerusakan lingkungan dari aktivitas tersebut masih melekat pada warga di NTT.
Sehingga, setiap aktivitas yang bisa mengarah kepada terulangnya kerusakan semacam ini harus diminimalisasi.
“Pemerintah Federal Australia seharusnya menggunakan standar keselamatan lingkungan yang ketat dan memastikan bahwa rencana decommissioning FPSO Northern Endeavour dikaji ulang agar tidak lagi mengulang tragedi kerusakan lingkungan akibat tumpahan minyak di NTT,” terang Umbu Wulang Tanaamahu.
Baca juga: Kecil tapi Berbahaya, Kapsul Radioaktif yang Hilang di Australia Ditemukan di Pinggir Jalan
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya