Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indonesia Berpotensi Raup Rp 8.000 Triliun dari Perdagangan Karbon, Ini Sebabnya

Kompas.com - 11/05/2023, 20:30 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi XI DPR RI Kamrussamad mengatakan, Indonesia berpotensi meraih Rp 8.000 triliun dari perdagangan karbon.

Potensi cuan itu berdasarkan hitungan kasar penjualan kredit karbon dari hutan hujan tropis seluas 125,8 juta hektar, hutan mangrove 3,31 juta hektar, dan hutan gambut 7,5 juta hektar.

Hutan hujan tropis Indonesia diperkirakan dapat menyerap emisi karbon hingga 25,18 miliar ton setara karbon dioksida per tahun.

Baca juga: Bursa Karbon Ditarget Beroperasi September 2023

Sedangkan hutan mangrove dapat menyerap 33 miliar ton setara karbon dioksida, dan hutan gambut 55 miliar ton setara karbon dioksida.

"Jika Indonesia menjual kredit karbon dengan harga lima dollar AS per ton di pasar karbon, maka potensi pendapatan Indonesia sebesar Rp 8.000 triliun per tahun," kata Kamrussamad dalam Diskusi Publik Menyambut Bursa Karbon di Jakarta, Kamis (11/5/2023).

Untuk diketahui, pemerintah telah menerbitkan Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan.

UU ini menjadi dasar pengaturan bahwa bursa karbon akan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Baca juga: Perdagangan Karbon ke Luar Negeri Tidak Tertutup, Aturan Sedang Digodok

Menurut Kamrussamad, OJK mesti jelas menempatkan lembaganya sebagai pengatur dan pengawas, serta mendengarkan kepentingan seluruh pemangku kepentingan bursa karbon.

"Penyelenggara bursa karbon juga dapat dipisahkan dari bursa efek, sebagaimana merujuk pada beberapa negara seperti Amerika (AS), Singapura, dan Malaysia," katanya.

OJK juga diminta agar menjalankan pengaturan dan pengawasan sesuai UU P2SK yang mana OJK perlu terbuka kepada seluruh pelaku usaha yang ingin mendapatkan izin sebagai operator bursa karbon.

"OJK turut memiliki kewajiban membangun infrastruktur perdagangan karbon, menerbitkan peraturan terkait penyelenggaraan bursa karbon, dan mengendalikan perdagangan karbon," ucapnya, sebagaimana dilansir Antara.

Baca juga: Bangun IKN Jadi Kota Hutan Netral Karbon, Otorita Gaet ADB

Tak harus penyelenggara bursa efek

Ekonom sekaligus Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara.KOMPAS.com/AKHDI MARTIN PRATAMA Ekonom sekaligus Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara.

Sementara itu, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, penyelenggara bursa karbon tidak harus penyelenggara bursa efek.

Menurut Bima, kriteria kedua entitas tersebut sebetulnya berbeda.

Ia juga berharap agar OJK yang nantinya mengawasi penyelenggaraan bursa karbon tidak membatasi inovasi dan perkembangan dari penyelenggaraan bursa karbon, seperti di Swedia dimana masyarakat bisa membeli kredit karbon dengan menggunakan kripto.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Jelang 100 Hari Prabowo-Gibran, Janji Transisi Energi Didesak Diwujudkan

Jelang 100 Hari Prabowo-Gibran, Janji Transisi Energi Didesak Diwujudkan

LSM/Figur
Hilirisasi Nikel Belum Sediakan Green Jobs Sesuai Potensinya

Hilirisasi Nikel Belum Sediakan Green Jobs Sesuai Potensinya

Pemerintah
BRI RO Lampung Salurkan Bantuan kepada Korban Terdampak Banjir

BRI RO Lampung Salurkan Bantuan kepada Korban Terdampak Banjir

BUMN
Pengiriman Kendang Jimbe Blitar ke China Tandai Ekspor Perdana UKM Jatim di Tahun 2025

Pengiriman Kendang Jimbe Blitar ke China Tandai Ekspor Perdana UKM Jatim di Tahun 2025

Swasta
Inggris Siapkan Dana Rp 359 Miliar untuk Konservasi Laut Indonesia

Inggris Siapkan Dana Rp 359 Miliar untuk Konservasi Laut Indonesia

Pemerintah
Dua Pertiga Bisnis Dunia Tingkatkan Anggaran Keberlanjutan pada 2025

Dua Pertiga Bisnis Dunia Tingkatkan Anggaran Keberlanjutan pada 2025

Swasta
'Bahan Kimia Abadi' PFAS Mengancam Kita, Eropa Berencana Melarangnya

"Bahan Kimia Abadi" PFAS Mengancam Kita, Eropa Berencana Melarangnya

Pemerintah
Mahasiswa Desa Lingkar Tambang Raih Beasiswa MHU: Menuju Masa Depan Cerah dan Berkelanjutan

Mahasiswa Desa Lingkar Tambang Raih Beasiswa MHU: Menuju Masa Depan Cerah dan Berkelanjutan

Swasta
Trump Tarik AS dari Perjanjian Paris, Perlawanan Perubahan Iklim Hadapi Pukulan Besar

Trump Tarik AS dari Perjanjian Paris, Perlawanan Perubahan Iklim Hadapi Pukulan Besar

Pemerintah
Menilik Inovasi Dekarbonasi Generasi Muda di Toyota Eco Youth Ke-13

Menilik Inovasi Dekarbonasi Generasi Muda di Toyota Eco Youth Ke-13

BrandzView
China Luncurkan Kereta Komuter Serat Karbon, Kecepatannya 140 Km/Jam

China Luncurkan Kereta Komuter Serat Karbon, Kecepatannya 140 Km/Jam

Pemerintah
Kembangkan Rumput Laut, Start Up Banyu Raih pendanaan dari Intudo Ventures

Kembangkan Rumput Laut, Start Up Banyu Raih pendanaan dari Intudo Ventures

Swasta
100 Hari Prabowo-Gibran, Ini Pejabat Energi dan Lingkungan dengan Skor Tertinggi hingga Terendah

100 Hari Prabowo-Gibran, Ini Pejabat Energi dan Lingkungan dengan Skor Tertinggi hingga Terendah

LSM/Figur
Menag Dorong Integrasi Isu Lingkungan dengan Pendidikan Agama

Menag Dorong Integrasi Isu Lingkungan dengan Pendidikan Agama

Pemerintah
Pengamat Ekonomi Energi Desak Perguruan Tinggi Tolak Konsesi Tambang

Pengamat Ekonomi Energi Desak Perguruan Tinggi Tolak Konsesi Tambang

LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau