Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mubazir Makanan di Indonesia Tinggi, Butuh Penanganan Menyeluruh

Kompas.com, 11 Mei 2023, 19:30 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com – Situasi pangan di Indonesia perlu ditangani. Pasalnya, food waste atau makanan yang siap disantap tapi terbuang alias mubazir makanan dinilai tinggi.

Direktur Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek) Hilmar Farid mengatakan, bijak pangan yaitu mulai dari produksi hingga pengelolaan limbah adalah hal yang penting.

Konsep ini memerlukan penguatan kebijakan dalam pengelolaan sistem pangan secara keseluruhan.

Baca juga: 8 Makanan yang Tidak Boleh Disimpan di Dapur, Ini Alasannya

Dari sisi produksi, Indonesia mengalami homogenisasi bahan pangan pokok. 50 persen produksinya berpusat pada empat jenis bahan pangan yaitu padi, gandum, jagung, dan kentang.

Di sisi lain, tingkat konsumsi memiliki homogenisasi selera. Selama 30 tahun terakhir, pangan yang beragam saat ini terpusat ke beras.

“Masalah muncul ketika kita bergantung pada pangan tersebut,” kata Hilmar dalam Webinar bertema Quo Vadis Ketahanan Pangan, Gizi, dan Budaya Konsumsi? yang digelar Komisi IV Dewan Guru Besar (DGB) UI, Rabu (3/5/2023).

Untuk mengatasi hal tersebut, Hilmar menilai perlunya desentralisasi berdasarkan diversifikasi pangan di Indonesia melalui penguatan pengetahuan dan kebudayaan lokal.

Baca juga: Puluhan Siswa di Bantul Keracunan Makanan Saat Jam Istirahat

Dia menuturkan, perguruan tinggi berperan sangat sentral bersama masyarakat di tingkat akar rumput untuk keperluan pangan.

“Oleh karena itu, perlu adanya pengenalan kembali produk-produk lokal, serta kolaborasi antara produsen pangan dan ahli gastronomi untuk menghasilkan karya yang dapat diterapkan di komunitas lokal,” ujar Hilmar.

Selain Hilmar, terdapat tiga narasumber lain yaitu Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) Profesor Arif Satria, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UI Profesor Semiarto Aji Purwanto, serta Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat UI Profesor Sandra Fikawati, sebagaimana keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Kamis (11/5/2023).

Arif menilai, permasalahan pangan memiliki tiga masalah yakni underweight atau berat badan kurang, overweight atau berat badan berlebih, dan micronutrient deficiency atau defisiensi mikronutrien.

Baca juga: Karton Kemasan Makanan, Desain Awalnya Memang untuk Daur Ulang

Kondisi ketahanan pangan di Indonesia juga dapat dilihat secara kuantitatif melalui peta Indeks Ketahanan Pangan (IKP).

Pada 2021, Bali, Jawa Tengah, dan Jogja menjadi tiga provinsi yang memiliki IKP tertinggi, sedangkan Kepulauan Riau, Maluku Utara, dan Maluku memiliki IKP terendah di Indonesia.

Food loss dan food waste berpengaruh dalam mencapai ketahanan pangan Indonesia.

Kampanye perihal food loss dan food waste seharusnya tidak hanya dilakukan di kelas menengah, tetapi juga di lingkungan kampus.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
COP30: 300 Juta Dollar AS Dialokasikan untuk Riset Kesehatan Iklim
COP30: 300 Juta Dollar AS Dialokasikan untuk Riset Kesehatan Iklim
Pemerintah
Startup Indonesia Perkuat Ekosistem Inovasi Berkelanjutan lewat Nusantara Innovation Hub
Startup Indonesia Perkuat Ekosistem Inovasi Berkelanjutan lewat Nusantara Innovation Hub
Swasta
WEF: Transisi Hijau Ciptakan 9,6 Juta Lapangan Kerja Baru pada 2030
WEF: Transisi Hijau Ciptakan 9,6 Juta Lapangan Kerja Baru pada 2030
Pemerintah
Celios: Banyak Negara Maju Belum Bayar Utang Ekologis ke Negara Berkembang
Celios: Banyak Negara Maju Belum Bayar Utang Ekologis ke Negara Berkembang
Pemerintah
Skandal Sawit Kalteng: 108 Perusahaan Masuk Kawasan Hutan, Ogah Bangun Kebun Plasma
Skandal Sawit Kalteng: 108 Perusahaan Masuk Kawasan Hutan, Ogah Bangun Kebun Plasma
LSM/Figur
Tantangan Menggeser Paradigma Bisnis Sawit dari Produktivitas ke Keberlanjutan
Tantangan Menggeser Paradigma Bisnis Sawit dari Produktivitas ke Keberlanjutan
Swasta
Masyarakat Adat Jaga Ekosistem, tapi Hanya Terima 2,9 Persen Pendanaan Iklim
Masyarakat Adat Jaga Ekosistem, tapi Hanya Terima 2,9 Persen Pendanaan Iklim
LSM/Figur
Laporan Mengejutkan: Cuma 19 Persen Perusahaan Sawit di Kalteng Lolos Administrasi
Laporan Mengejutkan: Cuma 19 Persen Perusahaan Sawit di Kalteng Lolos Administrasi
LSM/Figur
Laporan Ceres: Kemajuan Keberlanjutan Air Korporat Terlalu Lambat
Laporan Ceres: Kemajuan Keberlanjutan Air Korporat Terlalu Lambat
Pemerintah
Konsumsi Air Dunia Melonjak 25 Persen, Bank Dunia Ungkap Bumi Menuju Kekeringan
Konsumsi Air Dunia Melonjak 25 Persen, Bank Dunia Ungkap Bumi Menuju Kekeringan
Pemerintah
COP30: 70 Organisasi Dunia Desak Kawasan Bebas Energi Fosil di Hutan Tropis
COP30: 70 Organisasi Dunia Desak Kawasan Bebas Energi Fosil di Hutan Tropis
LSM/Figur
Perkuat Ketahanan Lingkungan dan Ekonomi Warga, Bakti BCA Restorasi Mata Air dan Tanam 21.000 Pohon
Perkuat Ketahanan Lingkungan dan Ekonomi Warga, Bakti BCA Restorasi Mata Air dan Tanam 21.000 Pohon
Swasta
Koalisi Masyarakat Sipil: Program MBG Harus Dihentikan dan Dievaluasi
Koalisi Masyarakat Sipil: Program MBG Harus Dihentikan dan Dievaluasi
LSM/Figur
5,2 Ha Lahan Hutan di Karawang Jadi Tempat Sampah Ilegal
5,2 Ha Lahan Hutan di Karawang Jadi Tempat Sampah Ilegal
Pemerintah
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem Landa Sejumlah Daerah Sepekan ke Depan
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem Landa Sejumlah Daerah Sepekan ke Depan
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Memuat pilihan harga...
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau