KOMPAS.com – Pembatalan proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara menjadi cara paling cerdas untuk memangkas emisi gas rumah kaca (GRK) dari sektor keenergian di Indonesia.
Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa dalam peluncuran laporan Delivering Indonesia’s Power Sector Transition di Jakarta pada Selasa (30/5/2023).
Dia menuturkan, setidaknya ada tiga alasan kuat mengapa pembatalan proyek PLTU batu bara menjadi cara paling cerdas untuk memangkas emisi GRK.
Baca juga: JK Sebut Mobil Listrik di Indonesia Hanya Pindahkan Emisi dari Knalpot ke Cerobong PLTU
Pertama, pembatalan proyek PLTU batu bara tidak akan mengganggu ketahanan energi dan keterjangakauan energi listrik.
Kedua, cara paling murah dibandingkan intervensi lain untuk mengurangi emisi GRK dari PLTU batu bara seperti co-firing atau pencampuran dengan biomassa dan pensiun dini pembangkit yang ada.
Ketiga, memberikan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) kesempatan mengembangan energi terbarukan dan mengurangi biaya sistem ketenagalistrikan.
“Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki rencana pengembangan PLTU terbanyak di dunia bersama dengan India dan China,” kata Fabby.
Baca juga: Tidak Dipensiunkan, 52 PLTU PLN Bakal Pakai Biomassa
Dia menambahkan, pada 2022 Indonesia menambah kapasitas terpasang 1,2 gigawatt (GW) sehingga jumlah PLTU batu bara yang dioperasikan Indonesia menjadi lebih dari 41 GW.
Jumlah PLTU batu bara yang dioperasikan Indonesia, kata Fabby, meningkat sekitar 60 persen sejak 2015.
Dalam laporan terbaru berjudul Delivering Indonesia’s Power Sector Transition, IESR menemukan bahwa ada sembilan PLTU batu bara di Indonesia yang dapat dibatalkan.
Jika dibatalkan, proyek tersebut hanya berdampak minimal terhadap stabilitas dan keterjangkauan pasokan dan jaringan listrik serta dapat menghindari sekitar 295 juta ton emisi karbon dioksida.
Jika tidak dibatalkan, proyek-proyek PLTU batu bara tersebut justru akan menghambat target pemangkasan emisi Indonesia dalam Just Energy Transition Partnership (JETP).
Baca juga: PLTU Belitung Disambar Petir, Puluhan Ribu Rumah Terkena Pemadaman
Meski demikian, ada catatan bahwa perlu memasukkan risiko hukum dengan pembatalan sepihak dari setiap proyek.
Saat ini, lebih dari dua pertiga pasokan listrik Indonesia berasal dari PLTU batu bara.
Dengan prediksi penambahan kapasitas terpasang PLTU batu bara sebesar 13 GW ada 2030, Indonesia menjadi negara dengan perencanaan pembangunan PLTU batu bara yang terbesar ketiga di dunia, setelah China dan India.
Pada saat yang sama, Indonesia melalui JETP menargetkan untuk mencapai puncak emisi dari sektor energi sebesar 295 juta metrik ton karbon dioksida per tahun pada 2030 dan mencapai nol emisi karbon atau net zero emission (NZE) di sektor energi pada 2050.
Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (Ditjen EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) Dadan Kusdiana berujar, pemerintah saat ini tengah memilah dan memilih proyek-proyek PLTU dalam pembahasan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) terbaru.
Baca juga: 50 Persen Listrik ASEAN Dipasok PLTU, Pensiun Dini Perlu Dikebut
“Ini (pembahasan RUPTL terbaru) merupakan diskursus yang panjang, berat, dan lama. Melihat mana (PLTU batu bara) yang harus masuk (RUPTL), mana yang enggak,” kata Dadan.
Dadan menggarisbawahi bahwa pemerintah memberikan dukungannya sebagaimana proses pensiun PLTU batu bara yang sudah ada.
Di satu sisi, perlu adanya diskusi dan fasilitator sebagai penengah bagi setiap pihak untuk setiap proses pembatalan proyek PLTU batu bara.
Terkait dengan pensiun dini PLTU batu bara, upaya tersebut juga perlu dibarengi dengan solusi penggantian pembangkit listrik terbarukan.
“Di dalam regulasi tidak satu paket. Retirement (pensiun PLTU batu bara) sendiri, renewable (energi terbarukan) sendiri. Saya mendorong ini harus satu tarikan napas dua-duanya,” kata Dadan.
Baca juga: Taksonomi Terbaru ASEAN Diluncurkan, Dukung Penutupan PLTU
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya