Dilansir dari situs web Kelompok Kerja (Pokja) Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL), dalam satu bilik dapat dibangun dua toilet pengompos.
Dua toilet ini bisa digunakan bergantian setiap tiga bulan untuk proses penampungan tinja dan pengomposan.
Selama tiga bulan pertama, jika penampungan di toilet pengompos pertama sudah penuh, BAB bisa dilakukan di toilet kedua.
Setelah tiga bulan kemudian, maka kompos dapat dipanen dan toilet bisa digunakan kembali. Begitu siklus selanjutnya.
Baca juga: Sejarah Toilet dan Sanitasi Layak: Sudah Ada Sejak Ribuan Tahun Lalu
Kekurangan terbesar toilet pengomposan adalah bau. Adanya cairan di ruang pengomposan dapat menghambat dekomposisi atau menimbulkan bau berlebih.
Jika toilet pengompos tidak dirawat dengan baik seperti mengganti kotoran yang sudah menjadi kompos, akan menimbulkan berbagai masalah.
Toilet pengompos yang tidak terawat dapat menyebabkan bau, serangga, dan bahaya kesehatan.
Baca juga: Berbagai Bahaya Akibat BAB Sembarangan, dari Penyakit hingga Stunting
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya