Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 13 Juni 2023, 09:00 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

Sumber Euronews

JAKARTA, KOMPAS.com - Sudah menjadi rahasia umum bahwa pendingin udara atau air conditionaire (AC)  mengonsumsi banyak energi, dan jika penggunaannya tidak tepat berpotensi membuat tagihan listrik Anda membengkak.

Namun, tahukah Anda bahwa peran AC sebagai pendingin ruangan bisa segera diganti dengan film warna-warni?

Para ilmuwan Universitas Cambridge, Inggris, tengah mengerjakan penelitian pengatur suhu alternatif ramah lingkungan. Penemuan mereka terdiri dari film nabati yang tetap dingin saat terkena sinar matahari.

Bahan tersebut suatu hari nanti dapat digunakan untuk menjaga gedung dan mobil tetap dingin tanpa membutuhkan daya eksternal.

Baca juga: Inovasi Pabrikan Otomotif Dianggap Tekan Pencemaran Udara

Hadir dalam berbagai tekstur dan warna-warna cerah, "perangkat" ini juga sekaligus memenuhi unsur estetika, menyenangkan dipandang mata.

Agar material ini tetap lebih dingin daripada udara di sekitarnya pada siang hari, ada dua persyaratan penting yang harus terpenuhi.

Pertama, harus ada pantulan matahari yang tinggi untuk memantulkan panas matahari dan tidak memanaskan udara di sekitarnya.

Kedua, harus ada emisivitas tinggi dalam pita inframerah untuk memancarkan panas ke luar angkasa secara efisien.

Hanya sedikit bahan yang memiliki sifat ini dan para ilmuwan sudah mengembangkannya menjadi cat dan film yang mampu melakukan apa yang dikenal sebagai 'pendinginan radiasi siang hari pasif' atau passive daytime radiative cooling (PDRC).

Baca juga: 7 Cara Mengurangi Polusi Udara yang Berbahaya bagi Kesehatan

Jika diaplikasikan pada permukaan mobil atau bangunan, berarti bahan tersebut memberikan efek pendinginan tanpa mengonsumsi listrik atau menimbulkan polusi.

Karena harus memantulkan cahaya matahari, bahan PDRC biasanya berwarna putih atau perak. Nah, dengan menambahkan warna akan menurunkan kinerja pendinginannya.

Ini karena pigmen berwarna secara selektif menyerap panjang gelombang cahaya tertentu, hanya memantulkan warna yang kita lihat. Penyerapan cahaya ekstra ini menciptakan efek pemanasan.

“Warna-warna yang terbatas ini menghambat aplikasi di mana tampilan visual menjadi pertimbangan utama, seperti untuk arsitektur, mobil, dan pakaian,” kata peneliti Dr Qingchen Shen.

Untuk meningkatkan daya tarik bahan-bahan ini, warna merupakan faktor penting.

Film warna-warni, material ramah lingkungan yang dapat mendinginkan suhu udara.University of Cambridge Film warna-warni, material ramah lingkungan yang dapat mendinginkan suhu udara.
Bersama dengan peneliti utama proyek tersebut, Dr Silvia Vignolini, Dr Shen kemudian meneliti cara mencapai warna tanpa menggunakan pigmen.

Mereka memandang pewarnaan struktural sebagai solusi. Di sinilah bentuk dan pola memantulkan warna cahaya tertentu tanpa adanya pigmentasi, seperti yang terlihat pada gelembung sabun dan tumpahan minyak.

Mencari sumber alami dari fenomena ini, tim peneliti pun lantas menggunakan cellulose nanocrystals (CNCs) yang berasal dari selulosa dan ditemukan pada tumbuhan, untuk membuat film berwarna-warni tanpa pigmen tambahan.

Baca juga: Pakai AC Bisa Tingkatkan Pemanasan Global, Ini Penjelasannya

“Kami secara khusus menggunakan bahan berbasis selulosa untuk film karena selulosa adalah polimer yang paling melimpah di alam,” kata Dr Shen.

Setelah bereksperimen dengan warna-warna dasar, para peneliti sekarang mengerjakan film selulosa CNC-etil yang berkilauan. Mereka juga mengembangkan tekstur berbeda yang dapat berbaur dengan berbagai finishing kayu.

Para peneliti membuat film selulosa berlapis dalam warna biru, hijau, dan merah cerah serta mengujinya.

Ketika ditempatkan di bawah sinar matahari, suhu rata-rata hampir 4 derajat celcius lebih dingin daripada udara di sekitarnya.

Satu meter persegi film ini menghasilkan daya pendinginan lebih dari 120 watt, menyaingi banyak jenis AC di rumah-rumah.

Baca juga: Pilar 3 SDGs: Pembangunan Lingkungan

Sebagai pedoman umum, kamar tidur membutuhkan sekitar 80 watt per meter persegi dan ruang tamu berkapasitas AC 125 watt.

Para peneliti berharap dapat menemukan cara baru untuk memanfaatkan film selulosa CNC-etil. Termasuk menambahkan sensor untuk mendeteksi polutan lingkungan atau perubahan cuaca.

Mereka juga berharap lapisan film tersebut dapat memenuhi beberapa tujuan sekaligus; digunakan untuk mendinginkan bangunan dan mengubah tingkat polutan di area padat.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
LSM/Figur
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Pemerintah
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Pemerintah
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Pemerintah
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Pemerintah
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
BUMN
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Pemerintah
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
LSM/Figur
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Pemerintah
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Pemerintah
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
LSM/Figur
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
Pemerintah
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Pemerintah
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Pemerintah
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Swasta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau