Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 19 Juni 2023, 14:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Sebagai negara yang dilewati garis khatulistiwa, Indonesia selalu mendapat paparan sinar matahari sepanjang tahunnya.

Tingginya intensitas paparan sinar matahari ini membuat Indonesia juga kaya akan potensi energi surya sebagai salah satu energi terbarukan.

Pada 13 Juni 2023, Direktur Aneka Energi Baru dan Terbarukan Kementerian ESDM Andriah Feby Misna mengatakan bahwa potensi energi surya di Indonesia tidaklah main-main.

Potensi energi surya di Indonesia mencapai 3.300 gigawatt (GW) dan menjadi sumber energi terbarukan terbesari di Tanah Air.

Baca juga: Berapa Lama Masa Pakai PLTS?

Energi surya ini bisa dimanfaatkan sebagai penghasil listrik melalui pembangkit listrik tenaga surya (PLTS).

Akan tetapi, hingga 2022 pengembangan PLTS di Indonesia baru mencapai 300 megawatt (MW). Jumlah ini baru sekitar 0,03 persen dari potensi energi surya yang ada.

Salah satu hambatan pengembangan PLTS di Indonesia adalah ketersediaan lahan.

Dengan teknologi yang ada saat ini, PLTS yang dipasang menutupi lahan seluas 1 hektare (ha) baru dapat menghasilkan listrik 1 MW.

Di sisi lain, pemasangan PLTS di atap menjadi solusi untuk semakin banyak mengembangkan energi surya di Indonesia.

Andriah menuturkan, PLTS atap memiliki potensi sebesar 32,5 gigawatt. Bila potensi ini dimanfaatkan maksimal, pengembangan energi surya juga semakin optimal.

Baca juga: Potensi PLTS Atap Indonesia Tembus 32,5 Gigawatt

PLTS terapung

Selain PLTS atap, pemanfaatan yang lain adalah dengan memanfaatkan waduk, bendungan atau danau sebagai PLTS terapung.

Pemerintah Indonesia juga sudah mengatur pemanfaatan waduk atau bendungan untuk PLTS terapung.

Salah satu aturan pemanfaatan PLTS terapung adalah Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Permen PUPR) Nomor 6/2020 tentang Perubahan atas Permen PUPR Nomor 27/PRT/M/2015 tentang Bendungan.

Dalam aturan tersebut, pemanfaatan ruang pada daerah genangan waduk untuk PLTS terapung diatur sebesar 5 persen dari luas permukaan waduk pada muka air normal.

Jika menghitung jumlah waduk, bendungan, dan danau yang ada, ditambah aturan mengenai luas pemanfaatan dalam Permen PUPR Nomor 6/2020, potensi PLTS terapung di Indonesia cukup besar yaitu 28,4 GW.

Baca juga: Pasang PLTS Atap, Bluebird Siap Reduksi 2.000 Ton Emisi Karbon Per Tahun

Dari total potensi 28,4 GW tersebut tersebar di 783 lokasi waduk dan danau dengan potensi minimal 1 MW menurut penghitungan dari badan penelitian dan pengembangan Kementerian ESDM.

Untuk waduk atau bendungan dengan pembangkit listrik tenaga air (PLTA), pengembangan PLTS terapung lebih mudah karena telah memiliki infrastruktur ketenagalistrikan setempat.

Meski cukup besar, potensi PLTS terapung di waduk, bendungan, atau danau bisa dimaksimalkan dengan memperluas pemanfaatan permukaan waduk untuk dipasang PLTS terapung.

Lembaga think tank energi Institute for Essential Services Reform (IESR) merekomendasikan agar luasan pemanfaatan waduk untuk pemasangan PLTS terapung bisa dinaikkan antara 10 persen hingga 30 persen supaya lebih optimal.

Baca juga: Daftar Negara dengan PLTS Terbanyak, China Juaranya

Pengembangan PLTS terapung

Dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030, ada rencana untuk mengembangan PLTS terapung dengan kapasitas 612 MW peak (MWp) di beberapa waduk dan danau.

Pemanfaatan waduk sebagai PLTS terapung dapat menekankan biaya investasi lahan sehingga dapat menghasilkan tarif listrik yang lebih kompetitif.

Beberapa waduk dan danau yang direncanakan dapat dimanfaatkan untuk pembangunan PLTS terapung dalam RUPTL 2021-2030 adalah berikut.

  • Waduk Gajah Mungkur Wonogiri, Jawa Tengah (100 MW)
  • Waduk Sutami Karangkates, Jawa Timur (122 MW)
  • Waduk Jatiluhur, Jawa Barat (100 MW)
  • Waduk Mrica Banjarnegara, Jawa Tengah (60 MW)
  • Waduk Saguling, Jawa Barat (60 MW)
  • Waduk Wonorejo Tulungagung, Jawa Timur (122 MW)
  • Danau Singkarak, Sumatera Barat (48 MW)

Baca juga: Dukung Transisi Energi, Harita Akan Bangun PLTS 300 MegaWatt

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Suhu Arktik Pecahkan Rekor Terpanas Sepanjang Sejarah, Apa Dampaknya?
Suhu Arktik Pecahkan Rekor Terpanas Sepanjang Sejarah, Apa Dampaknya?
LSM/Figur
Pembelian Produk Ramah Lingkungan Meningkat, tapi Pesan Keberlanjutan Meredup
Pembelian Produk Ramah Lingkungan Meningkat, tapi Pesan Keberlanjutan Meredup
LSM/Figur
Menjaga Napas Terakhir Orangutan Tapanuli dari Ancaman Banjir dan Hilangnya Rimba
Menjaga Napas Terakhir Orangutan Tapanuli dari Ancaman Banjir dan Hilangnya Rimba
LSM/Figur
FWI Soroti Celah Pelanggaran Skema Keterlanjuran Kebun Sawit di Kawasan Hutan
FWI Soroti Celah Pelanggaran Skema Keterlanjuran Kebun Sawit di Kawasan Hutan
LSM/Figur
Menhut Raja Juli Soroti Lemahnya Pengawasan Hutan di Daerah, Anggaran dan Personel Terbatas
Menhut Raja Juli Soroti Lemahnya Pengawasan Hutan di Daerah, Anggaran dan Personel Terbatas
Pemerintah
Menhut Raja Juli Sebut Tak Pernah Beri Izin Pelepasan Kawasan Hutan Setahun Terakhir
Menhut Raja Juli Sebut Tak Pernah Beri Izin Pelepasan Kawasan Hutan Setahun Terakhir
Pemerintah
Krisis Iklim Picu Berbagai Jenis Penyakit, Ancam Kesehatan Global
Krisis Iklim Picu Berbagai Jenis Penyakit, Ancam Kesehatan Global
Pemerintah
Petani Rumput Laut di Indonesia Belum Ramah Lingkungan, Masih Terhalang Biaya
Petani Rumput Laut di Indonesia Belum Ramah Lingkungan, Masih Terhalang Biaya
Pemerintah
Kemenhut Musnahkan 98,8 Hektar Kebun Sawit Ilegal di TN Berbak Sembilang Jambi
Kemenhut Musnahkan 98,8 Hektar Kebun Sawit Ilegal di TN Berbak Sembilang Jambi
Pemerintah
Indonesia Bisa Contoh India, Ini 4 Strategi Kembangkan EBT
Indonesia Bisa Contoh India, Ini 4 Strategi Kembangkan EBT
LSM/Figur
Waspada Hujan Lebat hingga 22 Desember, BMKG Pantau 3 Siklon Tropis
Waspada Hujan Lebat hingga 22 Desember, BMKG Pantau 3 Siklon Tropis
Pemerintah
Walhi NTB Desak Pemerintah Moratorium IPR di 60 Titik
Walhi NTB Desak Pemerintah Moratorium IPR di 60 Titik
LSM/Figur
Banjir Rob Kian Meluas, Akademisi Unair Peringatkan Dampak Jangka Panjang bagi Pesisir Indonesia
Banjir Rob Kian Meluas, Akademisi Unair Peringatkan Dampak Jangka Panjang bagi Pesisir Indonesia
Pemerintah
Kalimantan dan Sumatera Jadi Pusat Kebakaran Hutan dan Lahan Selama 25 Tahun Terakhir
Kalimantan dan Sumatera Jadi Pusat Kebakaran Hutan dan Lahan Selama 25 Tahun Terakhir
LSM/Figur
Indonesia Perlu Belajar dari India untuk Transisi Energi
Indonesia Perlu Belajar dari India untuk Transisi Energi
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau