KOMPAS.com – Dunia tengah fokus menerapkan pajak karbon. Jika Indonesia ketinggalan, produk yang dihasilkan akan sulit untuk berkompetisi secara harga.
Penerapan pajak karbon menjadi salah satu upaya dunia untuk mengurangi emisi dalam melawan perubahan iklim.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyatakan, wacana penerapan pajak karbon di dunia sebagai salah satu cara untuk menekan emisi bisa menjadi momentum tepat.
Baca juga: Pemda Diminta Kawal Tata Kelola Lingkungan Guna Pelaksanaan Nilai Ekonomi Karbon
Arifin menuturkan, saat ini masih banyak industri di Indonesia yang menggunakan bahan bakar fosil, seperti batu bara atau minyak.
Situasi tersebut menjadi catatan khusus agar upaya mendorong produktivitas industri domestik jangan sampai memberikan dampak serius terhadap lingkungan.
Dia menilai, jika tidak ada upaya yang signifikan, maka Indonesia bisa terkena sendiri dampaknya.
Penerapan pajak karbon yang kini sedang direncanakan secara global dipastikan akan berpengaruh kepada persaingan produk Indonesia.
Baca juga: Tiga Provinsi Jadi Model Pembangunan Rendah Karbon, Ini Daftarnya
“Kami menganggap ancaman yang paling besar adalah justru jika diterapkan praktik carbon mechanism secara global, akan ada pajak karbon yang disepakati seluruh negara,” kata Arifin sebagaimana dilansir dari situs web Kementerian ESDM, Rabu (12/7/2023).
Arifin mencontohkan, negara-negara di kawasan Skandinavia sudah menerapkan pajak karbon untuk mengurangi emisinya.
Jika ketinggalan dalam upaya mengurangi emisi, dampaknya adalah produk yang dihasilkan akan menjadi tidak kompetitif di pasar internasional.
“Akibatnya industri yang menggunakan energi fosil akan terkena pajak. Itu akan menyebabkan tidak kompetitifnya produksi kita di pasar internasional,” jelas Arifin.
Baca juga: Pengurangan Emisi Karbon Jadi Bagian Penghargaan Thomas Alva Edison
Arifin mengatakan, teknologi penangkap dan penyimpanan karbon atau carbon capture utilization and storage (CCUS) menjadi salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan emisi dari penggunaan energi di Indonesia.
Terlebih lagi, ada kajian yang menyimpulkan bahwa Indonesia memiliki kapasitas penyimpanan atau reservoir untuk menyimpan karbon dioksida mencapai 400 gigaton.
“Kita harus mendorong energi bersih. Kita harus bisa memanfaatkan sumber-sumber dalam negeri kita untuk mengurangi karbon,” ujar Arifin.
Menurut Arifin, kondisi tersebut sudah disadari oleh para pemain besar dunia. Contohnya Exxon, BP, hingga Chevron sedang melakukan kajian untuk menerapkan CCUS di Indonesia.
Baca juga: Emisi Karbon Sektor Energi Baru Terpangkas 95 Juta Ton
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya