KOMPAS.com – Rumah yang memakai bahan asbes sebagai atapnya berpotensi menyebabkan anggota keluarga yang tinggal di dalamnya berisiko terkena Tuberkulosis (TBC).
Hal tersebut disampaikan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo dalam keterangan resminya di Jakarta, Selasa (18/7/2023).
“Rumah yang dibangun dengan atap menggunakan asbes, itu termasuk rumah tidak layak huni. Bisa menyebabkan penghuninya rentan terserang penyakit TB,” kata Hasto.
Baca juga: Meski Berbahaya, Asbes Banyak Digunakan Sebagai Atap Rumah di 5 Provinsi Ini
Hasto menuturkan, asbes tidak sehat karena serpihannya yang rontok secara perlahan dapat terhirup dan masuk ke dalam saluran pernafasan keluarga.
Serpihan yang terhirup dapat bersarang di paru-paru dalam waktu yang cukup lama, sebagaimana dilansir Antara.
Hasto menyarankan agar keluarga menggunakan atap dari seng yang dinilai lebih sehat bagi keluarga.
Selain atap dari asbes, rumah tidak layak huni juga ditandai oleh jendela rumah yang tidak lebih dari 10 persen luas bangunan rumah dan lantai rumah yang tidak terbuat dari keramik.
Baca juga: 7 Jenis Atap Rumah, Mulai dari Tanah Liat hingga Asbes
Dalam penelitian berjudul "Kondisi Fisik Rumah dan Perilaku dengan Kejadian TB Paru di Wilayak Kerja Puskesmas Batu 10 Kota Tanjungpinang" yang diterbitkan Jurnal Kesehatan Masyarakat pada 2019 menyebutkan, atap asbes merupakan salah satu faktor penyebab TBC.
Zat-zat yang terkandung di asbes yang sering terhirup dapat membahayakan kesehatan karena berkemungkinan tinggi menyebabkan penyakit TBC.
Dilansir dari pemberitaan Kompas pada 18 Mei 2018, hasil riset menunjukkan bahwa kematian akibat asbes secara global mencapai 255.000 jiwa per tahun.
Para peneliti merekomendasikan agar negara-negara menerapkan pelarangan penggunaan asbes baru dan mengontrol ketat bangunan atau struktur yang masih menggunakan bahan asbes.
Baca juga: Kenapa Atap Asbes Tidak Banyak Dipakai Lagi? Ternyata Ini Alasannya
Rekomendasi tersebut disampaikan para peneliti dalam artikel berjudul "Global Asbestos Disaster" yang terbit di jurnal International Journal of Environmental Research and Public Health pada 16 Mei 2018.
Penulisnya berjumlah lima orang dipimpin Sugio Furuya dari Japan Occupational Safety and Health Resources Center, Tokyo, Jepang.
Angka kematian 255.000 jiwa per tahun ini jauh lebih tinggi dari estimasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Organisasi Buruh Internasional (ILO) sebesar 107.000 hingga 122.000 kematian.
Baca juga: Meski Ringan, Asbes Tak Baik Digunakan, Kenapa?
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya