KOMPAS.com - Negara-negara anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) didesak bekerja sama dalam mengembangkan kemampuan manufaktur pembakit listrik tenaga surya (PLTS) atau panel surya.
Pasalnya, energi surya menjadi salah satu sumber energi bersih untuk bertransisi energi guna mencegah kenaikan suhu Bumi 1,5 derajat dalam Perkanjian Paris.
Hal tersebut disampaikan Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa dalam pemkuaan ASEAN Solar Summit 2023, Selasa (25/7/2023).
Baca juga: Komitmen Akselerasi Transisi Menuju Nol Emisi ASEAN
ASEAN Solar Summit 2023 adalah kegiatan mempromosikan energi surya yang diselenggarakan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, bekerja sama dengan Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) dan IESR.
Fabby menyampaikan, untuk mencapai target dalam Perjanjian Paris, terdapat peluang yang dapat digenjot dan dimaksimalkan.
"Hal tersebut bisa dicapai, jika kita secara kolektif bertindak dengan berani dan ambisius untuk melakukan transisi energi dalam sistem energi kita dari bahan bakar fosil ke energi bersih. Di sinilah energi surya memainkan peran penting," kata Fabby dalam keterangan tertulis.
Dia menambahkan, Asia Tenggara harus memastikan akses yang terjangkau ke teknologi tenaga surya dengan membangun manufaktur modul surya dan rantai pasokan yang mencakup polysilicon, ingot, dan komponen lainnya.
Baca juga: Indonesia Dukung Percepatan Konektivitas Energi di ASEAN
"Kami meminta Kementerian Perindustrian dan Kementerian ESDM dalam pertemuan tingkat menteri yang akan datang, untuk membahas kemungkinan pembentukan rantai pasokan dan manufaktur modul surya di ASEAN," ucap Fabby.
"Inisiatif ini akan memperkuat kepentingan ekonomi bersama dan mendorong kemakmuran di kawasan," imbuhnya.
Sementara itu Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana menyampaikan bahwa ASEAN memiliki keunggulan dalam rantai pasokan produksi panel surya.
Oleh karenanya, perlu kerja sama yang kuat antarnegara anggota ASEAN untuk meningkatkan penggunaan energi terbarukan, terutama energi surya.
Baca juga: Tiga Sasaran Keberlanjutan di Forum Bisnis Energi ASEAN 2023
Dadan menuturkan, informasi dan wawasan yang mengemuka dalam ASEAN Solar Summit 2023 perlu dibawa dalam pertemuan menteri energi ASEAN bulan depan.
Wawasan dan informasi tersebut perlu dibawa untuk menyuarakan konsolidasi dalam meningkatkan implementasi energi surya di kawasan, dan mengembangkan rantai pasokan industri PLTS di Indonesia.
"Hal ini perlu dilakukan melalui kerja sama dan kolaborasi yang kuat antar negara ASEAN untuk meningkatkan penggunaan energi terbarukan secara masif, khususnya energi surya," papar Dadan.
Ketua Dewan Penasihat AESI Andhika Prastawa menuturkan, ada sejumlah tantangan dalam pengembangan energi surya di Indonesia.
Baca juga: Ekonomi Biru Berpotensi Jadi Mesin Baru Pertumbuhan ASEAN
Beberapa tantangan tersebut seperti daya saing dari enegri surya, penyimpanan energi, dan ketergantungan yang tinggi terhadap bahan bakar fosil karena keandalan dan kesinambungannya dengan biaya yang relatif lebih rendah.
Meski demikian, optimisme untuk mengembangan energi terbasukan, khususnya energi surya, harus tetap dijaga.
"Ini tidak hanya memberi kita energi bersih tetapi juga mempromosikan keberlanjutan. Besarnya potensi pasar dalam negeri juga menarik bagi pengembangan industri manufaktur modul surya dan komponennya," kata Andhika.
Dia menambahkan bahwa upaya, penelitian, dan inovasi yang signifikan sangat penting untuk mendukung industri dan menemukan pendekatan baru untuk memanfaatkan efisiensi energi surya.
Baca juga: ASEAN Foundation dan TikTok Kerja Sama Dorong Kewirausahaan Sosial
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya