KOMPAS.com – Wanita akan menjadi kelompok yang paling terdampak gelombang panas yang semakin kerap terjadi di Bumi.
Menurut laporan berjudul The Scorching Divide dari Adrienne Arsht-Rockefeller Foundation Resilience Center (Arsht-Rock), dampak gelombang panas berbahaya dan merugikan wanita.
Para peneliti dalam laporan tersebut menyebutkan, wanita akan menghadapi ancaman yang semakin besar terhadap pekerjaan, pendapatan, dan kehidupan mereka.
Baca juga: Kesetaraan di Perusahaan Tambang Martabe, 2 Wanita Jadi Komisaris dan Direktur
Laporan tersebut menganalisis data dari India, Nigeria, dan Amerika Serikat (AS), sebagaimana dilansir Reuters.
Berdasarkan analisis, para peneliti mendapat temuan bahwa panas ekstrem dapat membunuh 204.000 wanita setiap tahun di tiga negara tersebut pada tahun-tahun panas.
"Panas ekstrem diam-diam tetapi sangat menyiksa wanita di seluruh dunia," kata Direktur Arsht-Rock Kathy Baughman McLeod.
Menurut laporan tersebut, gelombang panas ekstrem menciptakan menciptakan beban yang dobel bagi wanita.
“Wanita tidak hanya lebih rentan secara fisik sakit karena panas, mereka juga secara tidak proporsional diharapkan untuk merawat semua orang yang sakit karena panas, apakah itu perawatan berbayar atau perawatan tidak berbayar,” kata McLeod kepada Reuters.
Baca juga: Warga Lapas Perempuan Ditempa Jadi Wirausaha IKM Baru
Saat ini, gelombang panas ekstrem dengan suhu yang memecahkan rekor terjadi di berbagai belahan dunia karena perubahan iklim.
Perubahan iklim yang disebabkan oleh aktivitas manusia yang berlebihan dalam membakar bahan bakar fosil akan membuat suhu Bumi semakin panas di tahun-tahun mendatang.
Panas ekstrem membuat wanita sangat terdampak, memaksa mereka untuk bekerja lebih lama, baik di luar ruangan atau melakukan pekerjaan rumah tanpa bayaran seperti memasak dan membersihkan rumah.
Bila mereka bekerja, mereka akan mendapat uang yang lebih sedikit atau tanpa penghasilan sama sekali.
“Wanita dalam kemiskinan didorong lebih jauh ke dalam kemiskinan, dan wanita yang keluar dari kemiskinan ditarik kembali (ke dalam kemiskinan),” papar McLeod.
Baca juga: Santri Perempuan Dianggap Lebih Peduli dalam Pelestarian Lingkungan
Rata-rata gelombang panas diproyeksikan terjadi setidaknya dua kali lipat pada 2050 di India, Nigeria, dan AS.
Karena fenomena tersebut, perempuan dari komunitas termiskin dan terpinggirkan akan mengalami pukulan terbesar terhadap produktivitas mereka, menurut laporan tersebut.
Produktivitas yang menurun menimbulkan kerugian yang besar. Potensi kerigannya mencapai 120 miliar dollar AS setiap tahunnya di India, Nigeria, dan AS.
Sekitar 1,2 miliar penduduk miskin pedesaan dan perkotaan secara global diperkirakan akan hidup tanpa solusi pendinginan pada 2030.
Baca juga: Keterwakilan Perempuan di Parlemen Masih Sedikit, Sinergi dan Kolaborasi Diperlukan
Dari jumlah tersebut, sebanyak 323 juta di antaranya berasal dari India, menurut laporan Sustainable Energy for All (SEforALL), organisasi yang didukung oleh PBB yang menangani akses energi.
Wanita menghabiskan waktu hampir dua kali lebih banyak daripada pria untuk bekerja di rumah.
Para wanita merawat anak-anak atau kerabat yang lebih tuas serta mengurus rumah. Dan mereka yang tidak mampu membeli pendingin udara seperti AC akan mengalami penurunan produktivitas yang lebih besar.
Di Nigeria, di mana panas memperparah penyakit tropis dari malaria hingga demam kuning, para ibu memikul beban ganda untuk merawat diri mereka sendiri dan merawat anggota keluarga yang sakit tanpa dibayar.
Baca juga: Perempuan Adalah Aktivis Perdamaian dan Negosiator Ulung
Di satu sisi, Nigeria kerap kali mengalami pemadaman listrik. Berkaca pada situasi yang ada, para dokter sana mendesak agar rumah sakit memiliki ventilasi yang lebih baik supaya sirkulasi udara menjadi lebih baik dan tidak bergantung dengan AC.
Para dokter juga meminta para wanita hamil harus istirahat setidaknya tiga jam jika bekerja di luar ruangan.
“Wanita hamil berisiko lebih besar mengalami kematian terkait panas karena peningkatan suhu memengaruhi pertumbuhan janin dan mempersulit kesehatan ibu hamil secara keseluruhan,” kata Samuel Adebayo, seorang dokter spesialis ginekologi di Lagos, Nigeria.
Baca juga: Waspada, Perempuan Anemia Berisiko Tinggi Lahirkan Bayi Stunting
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya