KOMPAS.com – Kesetaraan gender di Indonesia sebenarnya telah tertuang dalam konstitusi negara, Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Akan tetapi, keterwakilan perempuan di parlemen masih sedikit.
Hal tersebut disampaikan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati dalam sebuah seminar di Denpasar, Bali, Minggu (9/7/2023).
Bintang menuturkan, lewat UUD 1945, hak laki-laki dan perempuan memiliki hak yang sama, termasuk hak untuk mengemukakan pendapat.
Baca juga: Perempuan Adalah Aktivis Perdamaian dan Negosiator Ulung
Dalam Pasal 27 ayat 1 UUD 1945 berbunyi, “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”
Sedangkan dalam Pasal 27 ayat 2 UUD 1945 berbunyi, “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.”
Bintang menuturkan, meski kesetaraan antara perempuan dan laki-laki dijamin dalam konstitusi, namun kesenjangan gender masih terjadi, terutama keterwakilan perempuan di parlemen.
“Hal ini terlihat dari angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Indeks Pembangunan Gender (IPG), dan Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) Indonesia yang saat ini masih berada pada angka 76,2, menunjukkan belum maksimalnya keterwakilan perempuan di lembaga legislatif,” kata Bintang dalam keterangan tertulis.
Baca juga: Waspada, Perempuan Anemia Berisiko Tinggi Lahirkan Bayi Stunting
Bintang lantas mengajak para politikus perempuan yang tergabung dalam Kaukus Perempuan Parlemen dapat bersinergi mendorong angka keterwakilan perempuan di parlemen.
Dengan meningkatnya keterwakilan perempuan di parlemen, diharapkan kebijakan dan program yang dibuat dapat lebih inklusif.
Selain itu, kebijakan dan programnya juga memiliki perspektif gender dan tepat sasaran, sesuai dengan permasalahan yang dihadapi di lapangan sebagai sesama perempuan.
Menurut Puspa, konstruksi sosial yang berkembang menjadikan banyak perempuan tidak memiliki akses seluas laki-laki.
Konstruksi sosial juga membuat banyak perempuan belum dapat berpartisipasi, belum dapat ikut menentukan arah, dan mendapat manfaat pembangunan yang sama, termasuk dalam ruang-ruang politik.
Baca juga: Aparat yang Tangani Kasus Perempuan dan Anak Harus Berperspektif Gender
“Melihat data indeks, fakta di lapangan dan mempertimbangan jumlah perempuan yang mencapai setengah penduduk, membuat kita sesama perempuan perlu saling bersinergi,” kata Bintang.
“Kita perlu saling memotivasi dan menginspirasi satu-sama lain untuk mendorong keterwakilan perempuan di politik, yakni dimulai dari kolaborasi sesama perempuan,” imbuhnya.
Pada awal tahun ini, Bintang menuturkan bahwa keterwakilan perempuan di legislatif persentasenya 21 persen.
Namun, angka ini masih lebih kecil dibandingkan kuota keterwakilan perempuan yakni 30 persen.
Baca juga: Hanya 36,14 Persen Perempuan Melek Literasi Keuangan Digital
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya