KOMPAS.com – Berbagai kajian ilmiah kedokteran menunjukkan bahwa kelahiran bayi stunting sangat dipengaruhi oleh kondisi fisik sang ibu.
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo menyampaikan, perempuan yang menderita anemia berisiko tinggi melahirkan bayi stunting.
Dia menyampaikan hal tersebut saat membuka kegiatan Kelas Pranikah dan Pemeriksaan Kesehatan bagi Calon Pengantin (Perisa Catin) anggota TNI/Polri di Palembang, Sumatera Selatan, Rabu (5/7/2023).
Baca juga: Upaya Pencegahan Cara Paling Efektif Turunkan Stunting di Indonesia
“Hasil berbagai kajian menunjukkan bahwa kejadian stunting dipengaruhi oleh faktor orangtua, terutama ibu seperti usia terlalu muda, anemia, dan kekurangan energi kronis yang dapat dilihat dari indeks massa tubuh dan lingkar lengan atas,” kata Hasto.
“Perempuan yang hamil di usia muda memiliki potensi yang tinggi melahirkan anak yang stunting. Begitupun perempuan yang hamil dalam kondisi anemia dan kekurangan energi kronis,” imbuhnya, sebagaimana dilansir siaran pers BKKBN.
Menurut Hasto, diperlukan upaya peningkatan pemahaman remaja tentang penyiapan kehidupan berkeluarga dan dalam pencegahan stunting.
Hasto menambahkan, calon pasangan pengantin merupakan sasaran strategis untuk upaya pencegahan stunting dari hulu.
Baca juga: Stunting Jadi Neraka Pembangunan SDM Indonesia, Percepatan Penurunan Jadi Perhatian
Para calon pengantin perlu mendapat penguatan pemahaman, kesadaran, dan perilaku yang positif.
“Sehingga menikah di usia yang ideal, memiliki status gizi dan kesehatan yang ideal, dan tidak anemia,” tuturnya.
“Keberadaan calon pengantin menjadi semakin strategis karena dapat berkontribusi pada upaya percepatan penurunan stunting,” imbuh Hasto.
Pada kesempatan yang sama, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kamaruddin Amin mengatakan, Kementerian Agama sedang menggalakan program bimbingan perkawinan bagi calon pengantin.
Bimbingan perkawinan bagi calon pengantin tak hanya menjadi program Kementerian Agama, tetapi juga menjadi program nasional yang didukung oleh kementerian atau lembaga terkait.
Baca juga: Menko PMK: Pemerintah Fokus Tangani Stunting dan Entaskan Kemiskinan
Pada 2020, ditandatangani Kesepakatan Bersama antara Kementerian Agama, Kementerian Kesehatan, dan BKKBN tentang pelaksanaan bimbingan perkawinan bagi calon pengantin dalam rangka penguatan ketahanan dan kesejahteraan keluarga.
Menurut Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022, persentase stunting bayi di bawah lima tahun (balita) di Indonesia tercatat 21,6 persen pada 2022.
Prevalensi balita stunting pada 2022 menurun bila dibandingkan 2021 yaitu 24,2 persen.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menargetkan agar angka stunting di seluruh Nusantara ada di bawah 14 persen pada 2024.
Presiden Jokowi akan mengawal dan kembali meninjau data balita stunting pada 2023 dan 2024 mendatang.
Baca juga: Keharmonisan Keluarga Rupanya Penting Cegah Anak Stunting
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya