Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 03/08/2023, 19:04 WIB
Irawan Sapto Adhi,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

Asrofi (50) misalnya, menyebut pengadaan instalasi biogas utamanya telah membuat hubungan sosial antara pengrajin tahu dengan masyarakat sekitar membaik.

Dia juga sekarang merasa lebih tenang karena tidak lagi membuang limbah dengan keliru.

“Dulu saya membuang limbah tahu ke sawah sendiri, tetapi memang belum diolah. Jadi airnya masih bau dan dianggap membahayakan lingkungan. Kini saya merasa lega karena limbah larinya ke digester,” ucapnya.

Asrofi turut memanfaatkan biogas untuk mencukupi kebutuhan energi di rumah maupun mendukung bisnisnya.

Kaitannya dengan produksi tahu, dia mengaku tak pernah memakai biogas untuk merebus sari kedelai di pabrik karena khawatir bisa mengganggu pasokan ke rumah warga.

Sumber energi terbarukan itu hanya dia gunakan sebagai bahan bakar memasak makanan untuk para pekerja pabrik yang berjumlah 14 orang.

Dengan memakai biogas, Asrofi mengaku bisa menghemat pembelian 8-10 tabung elpiji 3 kg per bulan.

“Dulu satu tabung gas melon itu habis untuk 3 hari saja. Jadi, saya butuh banyak. Kalau (elpiji) pas langka, ya kebingungan. Kadang harganya juga naik,” tutur Asrofi yang memproduksi tahu sejak tahun 1996.

Target 100 persen warga tersambung biogas

Saat dimintai informasi, Ketua Pengelola Biogas Lestari Desa Sambak Usman menyebut, saat ini ada 68 KK yang sudah memanfaatkan biogas di Sambak. Mereka tersambung ke instalasi secara bertahap dari 2016 hingga 2019.

Dari jumlah itu, 50 KK berada di Dusun Sindon, 4 KK di Miriombo, 8 KK di Sambak 1, dan 6 KK di Punduan. Para warga menerima biogas dari enam digester yang sudah terbangun.

Usman menuturkan, Kelompok Pengelola Biogas Lestari Desa Sambak tidak akan bekerja sampai di sini saja dalam mengupayakan pengembangan energi baru terbarukan.

Dia menegaskan, Kelompok Pengelola sudah memiliki cita-cita bisa membuat 100 persen warga merasakan manfaat biogas.

Baca juga: Harga Keekonomian EBT Belum Kompetitif, Perlu Implementasi Nilai Karbon

Menurut Usman, masih ada beberapa cara yang bisa dilakukan Kelompok Pengelola untuk menambah cakupan penerima biogas.

Misalnya, Kelompok Pengelola telah memiliki rencana mengupayakan pembangunan digester baru untuk menampung limbah tahu dari dua pabrik yang belum terfasilitasi.

Kemudian, Kelompok Pengelola juga ingin menyasar pemanfaatan kotoran ternak dan limbah komunal warga untuk juga dijadikan biogas.

“Target kami kan ingin mewujudkan desa mandiri energi yang benar-benar nyata, bukan cuma jadi slogan atau atribut. Kami masih punya potensi limbah ternak dan limbah komunal warga yang belum dimanfaatkan,” jelas Usman.

Meski belum semua warga tersambung energi baru-terbarukan, Desa Sambak kerap menjadi rujukan studi banding dari desa maupun daerah lain. Beberapa pengunjung bahkan datang dari luar Jawa, seperti Samarinda, Kalimantan Timur, dan Muara Enim, Sumatera Selatan.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com