Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 06/08/2023, 19:23 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

KOMPAS.com - Tentu Anda kerap mendengar tentang limbah elektronik atau e-waste. Namun, sebelum kita membahas bagaimana limbah ini didaur ulang, ada baiknya mengetahui apa dan bagaimana pengertian limbah elektronik.

Limbah elektronik mengacu pada peralatan listrik yang dibuang. Setiap tahun, sekitar 50 juta ton hingga 60 juta ton limbah elektronik dihasilkan, setara dua atau tiga persen limbah global tahunan.

Namun meski kurang dari lima persen dari total limbah tahunan, kerusakan yang ditimbulkan oleh jumlah limbah ini terhadap kesehatan kita dan lingkungan dapat melebihi kekuatan destruktif dari gabungan semua limbah lainnya.

Baca juga: Menakar Investasi Daur Ulang Sampah di Indonesia

Hal ini karena limbah elektronik mengandung bahan beracun, seperti timbal, kadmium, dan berilium, setelah terkena radiasi sinar ultraviolet (UV) yang kuat atau menimbulkan korosi karena alasan fisik atau kimia lainnya.

Bahan beracun dilepaskan ke atmosfer, menyusup ke dalam tanah, dan mengalir ke badan air terdekat, memengaruhi kesehatan masyarakat.

Salah satu langkah penting untuk mengurangi limbah ini adalah dengan mendaur ulang. Mengapa penting? Karena daur ulang limbah elektronik membawa segala macam manfaat selain perlindungan kesehatan manusia dan lingkungan.

Daur ulang limbah elektronik tidak hanya mencegah zat beracun masuk ke tubuh kita dan ke lingkungan, tetapi prosesnya juga mengurangi dampak lingkungan berbahaya yang ditimbulkan oleh ekstraksi dan penambangan bahan perawan.

Selain itu, potensi keuntungan ekonomi yang dapat diperoleh dari industri ini sangat besar. Menurut The Straits Research, pasar daur ulang limbah elektronik global tercatat 56,56 miliar dollar AS atau ekuivalen Rp 859 triliun pada tahun 2021.

Baca juga: Menakar Investasi Daur Ulang Sampah di Indonesia

Angka ini bakal melonjak pada tahun 2030 menjadi 189,8 miliar dollar AS atau setara Rp 2.882 triliun. Tumbuh pada Compound Annual Growth Rate (CAGR) sebesar 14,4 persen selama periode perkiraan (2022-2030).

Namun, masih banyak masalah yang harus diatasi sebelum industri dapat mencapai kapasitas potensialnya. 

Sebagian besar bahan penyusun komputer dan telepon pintar kita berasal dari mineral tak terbarukan; mendaur ulang bahan-bahan ini dapat mencegah pasokan barang-barang konsumen yang tak terelakkan dalam hidup kita ditangguhkan sampai substitusi ditemukan.

Meskipun dalam kasus tertentu, sumber daya tak terbarukan belum tentu langka, daur ulang mineral tak terbarukan tetapi umum masih memiliki manfaat ekonomi.

Misalnya, harga lithium, mineral yang tidak dapat diperbarui tetapi relatif umum yang hampir dapat ditemukan di mana-mana, sedang melambung tinggi.

Baca juga: Pasar Daur Ulang Tembus Rp 836 Triliun Dipicu 12 Faktor, Ini Daftarnya

Lithium banyak digunakan di berbagai industri, tetapi paling dikenal karena pentingnya dalam produksi baterai yang dapat diisi ulang untuk kendaraan listrik.

Perhatian publik yang meningkat pada kendaraan listrik sebagai cara untuk mendekarbonisasi transportasi membuat permintaan lithium melonjak.

Namun, pasar telah gagal untuk mengimbangi lonjakan permintaan yang tiba-tiba ini, menyebabkan lithium kekurangan pasokan yang bukan karena langka tapi lambatnya ekstraksi dan penyempurnaan.

Daur ulang baterai lithium-ion akan memberikan pasokan lithium tambahan ke pasar, memungkinkan bisnis memproduksi baterai dan kendaraan listrik ramah pelanggan serta ramah lingkungan dengan harga lebih murah.

Proses daur ulang

Daur ulang limbah elektronik jauh lebih rumit daripada daur ulang limbah konvensional. Biasanya, langkah pertama dari proses daur ulang adalah penyortiran manual.

Setelah limbah elektronik dikumpulkan dan diangkut ke fasilitas daur ulang, pekerja memilah limbah elektronik ke dalam kategori sesuai dengan jenis dan modelnya.

Baca juga: Sepatu Lari Ini Terbuat dari 90 Persen Material Daur Ulang 

Kemudian, semua perangkat elektronik akan diperiksa, dan bagian mana yang masih berfungsi akan diekstrak untuk digunakan kembali.

Bagian-bagian ini dapat dijual sebagai bagian individu atau digabungkan untuk membentuk telepon atau komputer baru. E-waste yang tertinggal dan tidak berfungsi akan dikirim ke proses daur ulang.

Di sini, e-waste dibuang ke mesin yang sangat besar dan dicabik-cabik menjadi potongan-potongan kecil, namun sebelumnya harus melalui proses yang disebut de-manufacturing, yaitu tindakan membongkar produk menjadi komponen-komponen.

Prosedur ini untuk menghilangkan semua bahan yang berpotensi berbahaya dalam perangkat elektronik yang akan merusak mesin atau mencemari lingkungan setelah dibuang ke tempat pembuangan sampah.

Sebagai contoh, toner yang terdapat pada mesin fotokopi sangat mudah terbakar dan meledak, dan tentunya dapat meledakkan peralatan pengolah, mengingat banyak hal yang dapat menjadi sumber bahan bakar, seperti plastik.

Baca juga: Bergantung Daur Ulang Saja Tak Cukup Atasi Sampah Plastik

Proses ini sangat penting dan harus dilakukan oleh pekerja terampil. Setelah limbah diparut (diserut), logam, bagian berharga yang membuat daur ulang limbah menjadi industri yang menguntungkan, akan dipisahkan.

Berbeda dengan sesi sebelumnya, proses ini tidak memerlukan penyortiran manual. Magnet raksasa pertama-tama akan menarik semua bahan feromagnetik, seperti besi dan baja, yang memiliki kerentanan tinggi terhadap magnetisasi.

Kemudian, proses mekanis lebih lanjut memisahkan logam dan paduan lain berdasarkan hukum fisika yang disebut Eddy Current, bahan (paramagnetik) yang tertarik lemah dengan magnet akan terpental ketika arus listrik diinduksi oleh medan magnet bolak-balik dengan gaya tolak. Sementara bahan non-magnetik lainnya, seperti plastik, akan terus berjalan.

Selanjutnya, limbah tersebut dipisahkan dengan air. Pada tahap ini, hampir semua yang tersisa adalah bahan non-magnetik.

Mereka akan melewati mesin lain yang berisi air, di mana material dengan kerapatan relatif rendah, kebanyakan plastik, akan mengalir, sedangkan material lain, seperti kaca, akan tenggelam.

Terakhir, sebelum bahan daur ulang dijual, adalah mengecek apakah ada sisa bahan berharga yang menempel di plastik.

Baca juga: Tetra Pak Fokus Bisnis Berkelanjutan, Daur Ulang Kemasan Bekas Minum

Namun, menurut Statista hanya 17,4 persen limbah elektronik yang terdokumentasi didaur ulang pada tahun 2019. Ini sebagian dapat dikaitkan dengan fakta, banyak perangkat elektronik saat ini tidak dirancang untuk didaur ulang.

Gawai pintar menjadi lebih ringan dan ramping, dan baterainya tidak lagi dapat dilepas, membuat daur ulang jauh lebih sulit dan padat karya.

Penyortiran manual mengharuskan pekerja untuk terus-menerus terpapar zat beracun, meskipun pada tingkat rendah, dalam jangka waktu lama.

Masalah lain yang dihadapi industri daur ulang adalah, hanya 10 dari 60 unsur kimia yang ada dalam limbah elektronik yang dapat didaur ulang melalui pemrosesan mekanis: emas, perak, platina, kobalt, timah, tembaga, besi, aluminium, dan timbal. 

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com