Kawasan hutan lindung, bahkan cagar alam, merupakan kawasan yang sangat efektif menyimpan air. Hutan lindung dan cagar alam sebagai bagian dari hutan konservasi merupakan kawasan lindung yang melindungi kawasan di bawahnya.
Karena itu hutan menjadi celengan dalam menabung air. Waduk adalah tabungan air yang dibuat manusia.
Neraca air akan terganggu jika hutan menjadi rusak atau dikonversi menjadi bukan hutan. Alam sudah punya keseimbangannya sendiri. Maka menyalahkan curah hujan yang menjadi penyebab bencana hidrometeorologi seperti banjir, kurang bijaksana.
Curah hujan adalah variabel tetap (konstanta) yang tidak dapat diubah manusia. Yang dapat diubah adalah variabel tidak tetap seperti mempertahankan dan menambah tutupan hutan dalam kawasan lindung agar kemampuan hutan menabung dan menyimpan air menjadi lebih besar dan meningkat.
Daerah aliran sungai di Jawa juga kian memprihatinkan. DAS utama seperti Solo, Brantas, Citanduy, dan Citarum kian menyempit akibat permukiman dan invasi sampah.
Sementara itu, luas kawasan hutan dan tutupan hutannya di daerah hulu sebagai tangkapan air terus mengecil setiap tahunnya.
Sebut saja saja DAS Solo yang membentang dari Jateng dan sebagian Jatim, luas hutannya dan tutupan hutannya tersisa empat persen. Sementara DAS Ciliwung tinggal 8,9 persen saja.
Jika DAS menyempit dan kian kehilangan fungsi, ia tak akan lagi mampu menopang kebutuhan manusia. Padahal, daerah aliran sungai amat penting menjadi penyangga hidup mahluk hidup di sekelilingnya.
Keberlangsungan DAS amat ditopang kawasan lindung. Tanpa menyeimbangkan daya dukung lingkungan, dengan menambah luas hutan Pulau Jawa, penduduk yang tinggal di atasnya akan kian rentan terancam bencana iklim.
Sementara itu, pembangunan wadah atau celengan air hujan buatan manusia seperti waduk/bendungan, embung, danau/situ buatan masih belum cukup.
Sejak 2014 hingga saat ini, bendungan yang sudah diresmikan sebanyak 29 unit. Tahun ini akan selesai lagi 38 bendungan dengan target sampai 2024 lebih dari 61 bendungan.
Menabung air hujan sangat cocok untuk daerah yang bulan hujannya sedikit (kering). Namun, wadah tabungan air hujan yang paling efektif sebagai penyeimbang neraca air adalah wadah alami berupa kawasan lindung dalam kawasan hutan (hutan lindung dan hutan konservasi).
Hutan lindung dan hutan konservasi lebih baik dibanding wadah air hujan buatan seperti bendungan dan embung berapa pun jumlahnya.
Dalam undang-undang (UU) no. 41/1999 tentang Kehutanan, luas kawasan hutan minimal 30 persen yang harus dipertahankan dari luas DAS atau pulau dengan sebaran proporsional.
Sayangnya, dalam UU Cipta Kerja yang telah diterbitkan Perppu dan disahkan oleh DPR menjadi UU, dibidang kehutanan dan peraturan pemerintah (PP) no. 23/2021 tentang Penyelengaraan Kehutanan, luas minimal 30 persen kawasan hutan ini dihapus.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya