Jelas Bondan, sumber pencemaran udara di Jakarta berasal dari banyak hal, terutama dari transportasi dan industri.
Langkah termudah yang bisa diambil saat ini adalah dengan membuat early warning system untuk memberikan peringatan kepada masyarakat ketika polusi udara sedang tidak sehat, sehingga warga bisa melindungi diri dari paparan polusi udara.
Setelah itu, Pemerintah harus mengambil langkah nyata yang bisa diukur keberhasilannya dalam upaya mengendalikan pencemaran udara dari masing-masing sumber pencemar.
Kemudian, Bondan berharap Pemerintah tidak mengambil langkah banding atas gugatan warga terkait polusi udara yang telah dimenangkan penggugat pada 2021 lalu.
Sebagai informasi, Koalisi IBUKOTA telah meraih kemenangan gugatan warga negara atau citizen law suit (CLS) mengenai Hak Udara Bersih atas Pemerintah yang terdiri dari Presiden, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Kesehatan, Menteri Dalam Negeri, Gubernur DKI Jakarta, Gubernur Jawa Barat, dan Gubernur Banten di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 16 September 2021.
Namun demikian, baru pada Jumat (11/8/2023) kemarin, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta menyampaikan rencana Peraturan Gubernur (Pergub) mengenai Strategi Pengendalian Pencemaran Udara yang akan ditandatangani Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono dalam waktu dekat.
"Harapannya, Pergub ini tidak hanya bagus dalam tulisan, tetapi juga implementasinya. Kita harus melihat bagaimana nanti implementasinya dan bagaimana publik bisa memantau keberhasilan implementasinya, tentunya dengan data-data," ucap Bondan.
Senada dengan Bondan, Program Manager Transformasi Energi Institute for Essential Services Reform (IESR) Deon Arinaldo mengatakan, Indonesia tidak bisa hanya mengandalkan kendaraan listrik untuk mengurangi emisi.
Pasalnya, transisi energi dari konvensional ke terbarukan harus menyasar perubahan sistem energi secara keseluruhan agar efektif mengurangi pemanasan global.
"Jadi kalau kita ngomong kendaraan listrik berarti kita mengubah kendaraan yang sekarang berbasis bahan bakar minyak ke listrik. Nah sekarang listriknya dari apa?" kata Deon menjawab Kompas.com dalam Media Luncheon IESR di Jakarta, Kamis (4/5/2023).
Lanjutnya, hampir 90 persen listrik Indonesia saat ini masih menggunakan energi fosil. Sehingga apabila transisi ke kendaraan listrik tidak diikuti dengan perubahan seluruh sistem, maka langkah ini hanya akan menjadi pemindahan emisi.
Oleh karenanya, transisi kendaraan konvensional ke kendaraan listrik akan efektif mengurangi pemanasan global apabila diiringi dengan transisi sektor energi lainnya yang harus dimulai dari dekade ini.
"Jadi ketika bauran energi terbarukannya lebih besar maka listrik yang digunakan akan jauh lebih rendah emisi. Secara sistem kita bisa melihat penurunan emisi," tambah Deon.
Sementara jika membahas transportasi, ada transportasi jarak jauh seperti kapal yang membutuhkan solusi transisi energi lain karena tidak mampu ditopang oleh listrik.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya