KOMPAS.com - Laporan BMI mengungkapkan harga listrik di Asia bakal makin dipengaruhi oleh biaya integrasi energi terbarukan dan teknologi penyimpanan baterai ke dalam jaringan listrik.
Firma tersebut juga memperkirakan harga listrik di Asia pun juga akan naik selama tahun 2025 karena berbagai alasan.
Itu termasuk transisi dari batu bara ke gas alam, regulator yang bergerak menuju pasar listrik yang lebih liberal, dan perusahaan utilitas yang memulihkan kerugian yang terjadi selama krisis energi global tahun 2021 hingga 2023.
Seperti dikutip dari Business Times, Rabu (9/4/2025) biaya atau harga batu bara termal (jenis batu bara yang digunakan untuk pembangkit listrik) akan memiliki pengaruh yang semakin kecil atau berkurang terhadap pembentukan harga listrik di kawasan Asia.
Hal ini disebabkan karena proporsi atau bagian dari listrik yang dihasilkan oleh sumber-sumber energi terbarukan (seperti tenaga surya, angin, dan air) diperkirakan akan terus meningkat selama sepuluh tahun mendatang di Asia.
Baca juga: Equinix Teken Perjanjial Jual-Beli Listrik Terbarukan Pertama di Jepang
Sebagai gantinya, harga listrik di masa depan akan semakin dipengaruhi oleh biaya yang terkait dengan penggabungan sumber-sumber energi terbarukan (seperti tenaga surya dan angin) ke dalam sistem kelistrikan.
Ini mencakup biaya pembangunan infrastruktur untuk energi terbarukan, biaya operasional, dan biaya penyesuaian jaringan.
Harga listrik juga akan dipengaruhi oleh biaya sistem penyimpanan energi menggunakan baterai.
Baterai menjadi semakin penting untuk mengatasi sifat intermiten (tidak selalu tersedia) dari energi terbarukan dan untuk menstabilkan jaringan listrik. Biaya ini meliputi investasi dalam baterai, instalasi, dan pemeliharaan.
Terakhir, biaya untuk membangun, memelihara, dan memodernisasi infrastruktur jaringan listrik (seperti transmisi dan distribusi) juga akan semakin berperan dalam menentukan harga listrik.
Jaringan yang kuat dan andal diperlukan untuk mengalirkan listrik dari sumber energi terbarukan ke konsumen dan untuk mengelola fluktuasi pasokan dan permintaan.
"Pengintegrasian sumber-sumber energi terbarukan ke dalam jaringan listrik dan pengembangan sistem penyimpanan energi menggunakan baterai akan menjadi kunci utama untuk mencapai transisi energi yang lancar dan tanpa gangguan," tulis laporan BMI.
Laporan BMI juga mencatat bahwa beberapa badan pengatur di berbagai negara di Asia sedang melakukan reformasi atau perubahan kebijakan untuk mengadopsi sistem penetapan harga listrik yang lebih mencerminkan biaya produksi listrik yang sebenarnya dan juga dipengaruhi oleh kekuatan pasar (penawaran dan permintaan).
Ini juga salah satu tren utama yang akan memberikan tekanan di kawasan Asia.
Misalnya, undang-undang kelistrikan baru Vietnam bertujuan untuk mereformasi harga listrik eceran dengan menghilangkan subsidi silang dan menciptakan sistem harga multi komponen.
Baca juga: Cetak Rekor, Pembangkit EBT Suplai 32 Persen Listrik Dunia pada 2024
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya