KOMPAS.com - Masa depan pembangkit dan distribusi energi, sangat terkait erat dengan pengembangan pembangkit listrik virtual atau Virtual Power Plant (VPP).
VPP adalah solusi inovatif yang menyatukan berbagai sumber energi terdesentralisasi, seperti matahari, angin, dan sumber energi terbarukan lainnya, menjadi satu entitas virtual.
Entitas virtual ini mampu menghasilkan, menyimpan, dan mendistribusikan listrik dengan lebih efisien dan hemat biaya daripada pembangkit listrik tradisional. Hal ini menjadikannya solusi ideal untuk mendorong transisi energi dari bahan bakar fosil.
VPP sangat berbeda dengan pembangkit listrik konvensional, lebih gesit, efisien, dan hemat biaya. Pembangkit listrik virtual dapat dengan cepat merespons perubahan permintaan dan kondisi pasar, yang memungkinkan utilitas beroperasi pada tingkat optimal dengan lebih sedikit limbah dan biaya operasional yang lebih rendah.
Baca juga: Nasib Daerah Penghasil Batu Bara di Era Transisi Energi
Selain itu, VPP memiliki kemampuan untuk menambah dan mengurangi sumber daya pembangkit dengan cepat agar sesuai dengan permintaan energi saat ini, menjadikannya lebih hemat energi daripada pembangkit listrik tradisional.
Pembangkit listrik virtual juga lebih mudah dikelola karena dapat diotomatisasi dengan bantuan analitik kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI).
Sejarah
Dalam artikelnya, Investment Professional Zhengyi Zhu menulis, bahwa pembangkit listrik virtual adalah perkembangan yang relatif baru, tetapi akarnya kembali ke awal tahun 2000-an ketika perusahaan energi menyadari perlunya cara pembangkitan dan transmisi energi yang lebih efisien.
Dengan peluncuran pertama smart meter dan kemampuan akuisisi datanya, sekarang dimungkinkan untuk membatasi beban atau memutus peralatan tertentu untuk mengurangi beban puncak dan mengatasi pemadaman listrik tanpa meningkatkan pembangkit listrik konvensional lainnya.
Baca juga: Kolaborasi Indonesia-Korsel dalam Transisi Energi
Peran VPP adalah memastikan aliran energi yang stabil dan keandalan sistem sambil meminimalkan biaya dan emisi.
VPP biasanya terdiri dari sumber energi terbarukan dan tidak terbarukan, seperti matahari, angin, gas alam, atau penyimpanan.
Sumber-sumber ini terhubung melalui serangkaian sensor, meter, dan teknologi komunikasi ke platform berbasis cloud yang menghubungkan sumber daya energi terdistribusi dan menyediakan data real-time.
Setelah data dari semua sumber yang terhubung diterima oleh platform cloud, algoritme VPP mulai bekerja.
Algoritma ini bertanggung jawab untuk memprediksi berapa banyak energi yang dibutuhkan dalam setiap jam dalam sehari berdasarkan data historis serta faktor lain seperti kondisi cuaca.
Kemudian, mulai mengoptimalkan pasokan energi dari sumber daya yang terhubung agar sesuai dengan permintaan yang diprediksi. Untuk prediksi, AI akan muncul dengan kuat.
Untuk melakukan ini secara efisien, VPP harus dapat berkomunikasi dengan operator jaringan. Komunikasi ini memungkinkan interaksi dua arah: operator jaringan dapat memberi tahu VPP apa yang diperlukan untuk menjaga agar jaringan tetap berjalan lancar, dan VPP dapat memberi tahu operator jaringan tentang setiap perubahan pasokan energi karena cuaca atau gangguan lainnya.
Baca juga: Aspek Lingkungan Dikalahkan Aspek Ekonomi dalam Transisi Energi Indonesia
Dengan memanfaatkan teknologi canggih, VPP mampu menciptakan sistem energi yang lebih fleksibel dan efisien.
Mereka memungkinkan integrasi energi terbarukan yang lebih baik sambil juga membantu mengurangi emisi dan meminimalkan biaya. Dengan bantuan mereka, kita dapat mulai membuat langkah signifikan menuju tujuan transisi energi kita.
Tantangan pembangkit listrik virtual
VPP memang menawarkan pengembangan teknologi yang menarik untuk transisi energi, tetapi memiliki tantangan tersendiri.
Salah satu tantangan paling kompleks adalah mengintegrasikan VPP ke dalam infrastruktur energi yang ada. VPP dirancang untuk menggantikan model pembangkit listrik terpusat tradisional, yang berarti harus ada perubahan signifikan dalam cara energi dihasilkan dan didistribusikan.
Hal ini memerlukan perubahan besar pada infrastruktur energi yang ada dan menimbulkan tantangan bagi utilitas dan operator jaringan untuk beradaptasi dengan teknologi baru.
Baca juga: Transisi Energi Berkeadilan, Indonesia Perlu Siapkan Paket Pembiayaan Komprehensif
Tantangan lain yang dihadapi VPP adalah memastikan teknologinya tetap aman dan andal. Karena VPP bergantung pada jaringan sumber daya energi terdesentralisasi, mereka rentan terhadap ancaman atau pemadaman keamanan siber. Untuk memastikan bahwa VPP tetap aman, metode pengumpulan dan analisis data yang kuat harus tersedia.
Selain itu, VPP harus mampu merespons dengan cepat dan efisien terhadap perubahan permintaan atau pasokan energi. Ini bisa sulit dilakukan ketika mengandalkan jaringan sumber daya energi yang besar dan terdistribusi.
Terakhir, VPP harus memiliki akses ke sumber energi terbarukan yang andal agar berhasil. Ini bisa sulit, karena sumber energi terbarukan cenderung lebih tersebar secara geografis daripada sumber bahan bakar fosil tradisional.
VPP harus dapat memperoleh energi dari sumber lokal dan regional untuk mempertahankan pasokan yang andal.
Meskipun tantangan-tantangan ini signifikan, tantangan-tantangan ini bukannya tidak dapat diatasi. Dengan perencanaan, implementasi, dan pemeliharaan yang tepat, VPP dapat mengatasi hambatan tersebut dan memberikan solusi yang layak untuk transisi energi.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya