KOMPAS.com – Orangutan memiliki peran yang sangat penting terhadap kelestarian hutan. Akan tetapi, nasib pelestari hutan ini justru memprihatinkan.
Ancaman kepunahan membayangi tiga spesies orangutan di Indonesia yakni Pongo abelii atau orangutan sumatera, Pongo pygmaeus atau orangutan kalimantan, dan Pongo tapanuliensis atau orangutan tapanuli.
International Union for Conservation of Nature (IUCN) memasukkan tiga spesies orangutan tersebut dalam daftar spesies terancam kritis atau critically endangered, yang artinya satu tahap lagi menuju kepunahan di alam.
Baca juga: Mengenal Orangutan Tapanuli, Kerabat Dekat Manusia
Direktur Eksekutif Satya Bumi Andi Muttaqien menyebut, kondisi ini harus direspons serius mengingat orangutan adalah spesies kunci. Ini berarti, mereka memiliki dampak signifikan terhadap ekosistem mereka.
Dan hutan hujan tropis, tempat orangutan hidup, adalah penyerap karbon terpenting di planet ini.
“Jadi menyelamatkan orangutan berarti kita menyelamatkan hutan serta melindungi spesies lain yang hidup di habitat yang sama,” ujar Andi dalam webinar pada Sabtu (19/8/2023), bertepatan dengan peringatan Hari Orangutan Sedunia yang jatuh setiap 19 Agustus.
Webinar tersebut mengulas berbagai ancaman yang mengintai kelangsungan seluruh spesies orangutan sekaligus membahas solusi untuk perlindungan spesies kunci ini.
Director for The Wildlife Whisperer of Sumatra Arisa Mukharliza menyampaikan, kerusakan habitat masih menjadi ancaman utama kehidupan orangutan sumatera dan orangutan tapanuli.
Baca juga: Kisah Pilu Pony, Orangutan yang Dijadikan Pelacur di Kalimantan dan Kondisinya Kini
Perburuan anak orangutan sumatera untuk diperjualbelikan juga menjadi masalah yang belum terselesaikan, sebagaimana dilansir dari siaran pers Satya Bumi.
“Rendahnya hukuman terhadap pelaku kejahatan membuat kegiatan ilegal ini belum bisa dihentikan,” ujar Arisa.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Utara Rianda Purba bertutur, saat ini tersisa kurang dari 800 ekor orangutan tapanuli dan jumlah tersebut diperkirakan terus berkurang.
Sementara itu, pertumbuhan orangutan sangat lambat dengan jarak melahirkan antara delapan hingga sembilan tahun. Biasanya, orangutan memiliki anak pertama di usia 15 tahun.
“Ekosistem Batang Toru yang menjadi habitat terakhir mereka terancam oleh deforestasi, pembangunan infrastruktur, dan industri ekstraktif lainnya seperti proyek pertambangan, energi, dan lain-lain,” tutur Rianda.
Baca juga: Menata Harapan Koeksistensi Manusia-Orangutan Tapanuli
Program Development and Planning Borneo Orangutan Survival Foundation Eko Prasetyo menyebut, ancaman yang tak jauh berbeda juga dihadapi orangutan kalimantan.
Berbagai ancaman tersebut contohnya habitat yang semakin sempit karena kebakaran hutan, perubahan lanskap hutan, dan lainnya.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya