JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia, khususnya DKI Jakarta, sedang mengalami kualitas udara yang memburuk pada bulan Agustus ini.
Sejumlah faktor yang turut menjadi penyumbang memburuknya kualitas udara adalah emisi karbon dari sektor transportasi dan industri.
Sektor industri merupakan pengguna energi terbesar kedua setelah sektor transportasi (Kemenperin, 2020). Melalui Kementerian Perindustrian, para pelaku industri didorong untuk menerapkan konsep Industri Hijau, yaitu proses manufaktur berbasis prinsip berkelanjutan guna meningkatkan daya saing dan mengurangi dampak lingkungan atau perubahan iklim akibat proses produksi.
Pedoman Standar Industri Hijau yang diperkenalkan oleh Kementerian Perindustrian RI ini menjadi wujud keseriusan pemerintah terhadap pengembangan sektor industri dengan mengutamakan upaya efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya secara berkelanjutan seiring dengan pencapaian target nol emisi karbon (NZE) pada tahun 2060.
Baca juga: Revisi Penghapusan Ekspor Listrik PLTS Atap ke PLN Dikritik
Sebagai perusahaan penyedia layanan energi terbarukan, yakni Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap pada sektor industri dan komersial, SUN Energy terus mendorong para pelaku industri untuk memanfaatkan PLTS sebagai alternatif sumber energi yang berkelanjutan.
Deputy Chief Executive Officer SUN Energy Dion Jefferson mengungkapkan, Perusahaan menyediakan solusi terintegrasi bagi para pelaku industri yang mendukung target pemerintah serta penerapan konsep Industri Hijau melalui instalasi sistem energi surya tanpa biaya.
"Konsumen hanya membayar sewa setiap bulannya dari sistem PLTS yang terpasang di fasilitas produksi konsumen," ujar Dion.
Dari pemanfaatan sistem energi surya yang ramah lingkungan ini, konsumen dapat mengurangi emisi karbon yang biasanya dikeluarkan dari proses produksi yang menggunakan sumber energi fosil.
Hingga kini, SUN Energy telah menyelesaikan 180 proyek sistem PLTS pada lebih dari 35 jenis industri dengan jumlah kapasitas PLTS 280 MWp, dan terdapat lebih dari 85 persen jumlah pelanggan SUN Energy menggunakan skema SUN Rental dengan kontrak jangka panjang.
Dalam menjaga komitmen para pelanggan, SUN Energy terus berekspansi dan berinovasi melalui berbagai solusi sistem PLTS sekaligus menciptakan kolaborasi dengan berbagai pihak.
Baca juga: Progres Terbaru Rencana PLTS 300 MegaWatt Harita di Pulau Obi
“Setiap industri memiliki tantangan yang berbeda-beda. Belum lama ini kami menyediakan solusi Solar Containerized bagi industri pertambangan yang mampu menjawab tantangan mobilitas dari industri pertambangan," ungkap Dion.
Untuk itu, bagi Perusahaan yang ingin menerapkan konsep Industri Hijau, salah satu solusi tercepat adalah dengan memanfaatkan sumber energi alternatif melalui energi surya agar Indonesia dapat mengejar target penggunaan energi terbarukan serta mengatasi permasalahan lingkungan di masa mendatang.
Perusahaan mengawali bisnis melalui proyek sosial untuk melistriki daerah terpencil melalui energi surya, mendorongnya untuk mengawal proses transisi energi di Indonesia seiring dengan pemenuhan rasio elektrifikasi Indonesia.
SUN Energy merupakan perusahaan pengembang energi surya yang telah berdiri sejak tahun 2016, dan saat ini berfokus pada sektor komersial dan industri
SUN Energy juga merupakan perusahaan pengembang energi surya pertama asal Indonesia yang telah memiliki proyek energi surya di kawasan Asia Pasifik, yakni Australia dan Thailand.
Baca juga: PLTS Raksasa 2,6 GWp Dibangun di Australia, Produksi Hidrogen Hijau
Estimasi energi listrik yang dihasilkan SUN Energy per tahun 2022 di ketiga negara ini adalah 467,718,987 kWh. Sementara estimasi jumlah reduksi emisi karbon mencapai 420,947,089 kilogram.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya