KOMPAS.com - Percepatan transisi energi merupakan salah satu upaya dalam transformasi sektor ketenagalistrikan.
Hal tersebut disampaikan Direktur Ketenagalistrikan, Telekomunikasi, dan Informatika Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Rachmat Mardiana, Selasa (22/8/2023).
"Kalau kita bisa melakukan percepatan transisi energi maka akan membantu layanan ketenagalistrikan menjadi lebih baik," kata Rachmat Mardiana dalam diskusi daring sebagaimana dilansir Antara.
Baca juga: IESR Dorong Indonesia Manfaatkan Momentum Kembangkan Industri Energi Surya di ASEAN
Percepatan transformasi ketenagalistrikan tersebut dapat dilakukan dengan tiga upaya.
Pertama, memanfaatkan energi baru terbarukan (EBT) secara berkelanjutan dan didukung jaringan listrik terintegrasi dan transportasi hijau.
Kedua, reformasi subsidi di sektor energi terbarukan yang tepat sasaran.
Ketiga, peningkatan efisiensi pemanfaatan energi dan tenaga listrik dengan melakukan perbaikan sistem transmisi dan distribusi, sistem informasi dan kontrol data, jaringan cerdas, serta penggunaan teknologi yang lebih efisien dan rendah emisi.
Baca juga: Interkonektivitas Infrastuktur Jadi Kunci Ketahanan Energi ASEAN
Menurut Rachmat, tiga upaya tersebut merupakan kebijakan penting untuk memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk mengakses listrik secara merata di seluruh wilayah tanah air.
"Kemudahan-kemudahan khususnya bagi masyarakat miskin untuk bisa mengakses energi listrik dengan jumlah yang cukup," ujarnya.
Lebih lanjut, Rachmat menyampaikan potensi EBT seperti hidro, surya, angin, energi laut, bioenergi, hingga panas bumi di Indonesia sangat besar.
Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tahun 2023, tercatat hanya 0,3 persen potensi EBT yang dimanfaatkan sehingga perlu untuk terus dikembangkan.
Baca juga: Indonesia-Swedia Sepakat Konversi Sampah Jadi Energi Terbarukan
Dia menambahkan, transisi energi diyakini mampu berkontribusi dalam pemerataan elektrifikasi nasional, di mana saat ini mencapai 99,72 persen.
Selain itu, juga dapat dimanfaatkan sebagai solusi untuk menghadirkan akses listrik di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).
"Potensi energi baru yang ada masih belum banyak dikembangkan. Pemanfaatan EBT menjadi salah satu solusi mewujudkan pemerataan pelayanan tenaga listrik di wilayah terpencil atau terisolir," ucap Rachmat.
Baca juga: Tren Desentralisasi Energi Diprediksi Meningkat, Buka Peluang Eksplorasi Luas
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya