KOMPAS.com – Lembaga think tank Institute for Essential Services Reform (IESR) mendorong Indonesia sebagai ketua ASEAN 2023 memanfaatkan momentum untuk memperkuat kerja sama antarnegara anggota dalam melakukan transisi energi yang selaras dengan Perjanjian Paris.
Momentum yang dimaksud adalah pertemuan tahunan tingkat Menteri Energi se-ASEAN atau ASEAN Ministers on Energy Meeting (AMEM) ke-41 pada 24 Agustus 2023 dan ASEAN Summit ke-43 pada September 2023.
Selain itu, IESR juta meminta Indonesia untuk mendorong pengembangan hub industri energi surya dan pemanfaatannya di kawasan Asia Tenggara.
Baca juga: Signify Hidupkan Aek Natolu dengan Lampu Tenaga Surya Ramah Lingkungan
IESR memandang, Indonesia dapat membangun kolaborasi untuk menjadikan ASEAN sebagai pusat manufaktur komponen pembangkit listrik tenaga surya (PLTS).
Hal tersebut akan menciptakan pengembangan industri dan peluang ekonomi hijau serta berkontribusi untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) global.
Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa menjelaskan, saat ini energi surya menjadi andalan untuk mencapai target net zero emission (NZE) untuk masing-masing negara anggota ASEAN.
Pasalnya, energi surya memiliki ketersediaan sumber daya yang melimpah dengan harga teknologi yang sangat murah.
Baca juga: Atasi Polusi, SUN Energy Tawarkan Instalasi Sistem Energi Surya Gratis
Saat ini, Vietnam menjadi negara dengan kapasitas terpasang PLTS tertinggi di ASEAN yakni lebih dari 20 gigawatt (GW), diikuti Thailand dengan 3 GW, Malaysia sekitar 2,2 GW, dan Filipina sekitar 1,7 GW.
Sedangkan Indonesia masih jauh tertinggal. Hingga pertangahan 2023, kapasitas terpasang PLTS-nya baru mencapai 0,2 GW.
“Potensi industri dan rantai pasok komponen PLTS di ASEAN juga sudah mulai berkembang,” kata Fabby dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com.
“Dari segi ketersediaan material, Indonesia dan Malaysia berpotensi memenuhi kebutuhan polysilicon yang diperlukan untuk produksi wafer dan ingots dan sel surya,” sambungnya.
Baca juga: Potensi Energi Surya Indonesia Sangat Besar, Perlu Dukungan Lebih Masif
Bila ingin mencapai target Perjanjian Paris, ASEAN perlu membangun kapasitas terpasang energi terbarukan dengan porsi antara 39 persen hingga 41 persen dari bauran energi primer pada 2030. Kapasitas PLTS yang harus dibangun antara 142 GW hingga 241 GW.
Pasar terbesar PLTS di Asia Tenggara adalah Indonesia, yang memiliki target energi terbarukan mencapai 34 persen dari bauran energinya pada 2030.
Oleh karena itu, Indonesia membutuhkan teknologi PLTS dengan kualitas yang baik, pasokan yang stabil, dan harga yang terjangkau.
Baca juga: Spesifikasi Panel Surya Domestik Perlu Ditingkatkan
Selain potensi pasar yang besar, Indonesia juga memiliki potensi silika yang dapat dimurnikan menjadi bahan baku polysilicon, salah satu bahan dasar sel surya.
Dari hal-hal tersebut, melalui pengembangan solar industry hub di ASEAN, Indonesia akan mendapatkan manfaat ekonominya.
Selain itu, negara-negara ASEAN juga akan mendapatkan pasokan bahan baku yang penting dengan lebih terjamin untuk produksi sel dan modul surya.
Baca juga: Indonesia Bakal Punya Industri Panel Surya Terbesar se-Asia Tenggara
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya