KOMPAS.com - Transisi energi perlu dimaknai sebagai solusi atau strategi yang disesuaikan dan berbeda bagi setiap negara di dunia untuk menahan laju pemanasan global.
Hal tersebut disampaikan Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Satya Widya Yudha dalam acara bertajuk “Driving the Renewable Transition in Indonesia” yang diselenggarakan oleh zonaebt.com dan Napindo Media Ashatama.
Satya menyampaikan, transisi energi telah menjadi isu hangat dalam berbagai diskusi beberapa tahun belakangan ini.
Baca juga: Ini Pentingnya Mineral Kritis bagi Transisi Energi Semua Negara
Menurutnya, tahapan transisi energi bagi setiap negara seyogyanya menyesuaikan dengan keunikan masing-masing seperti sumber daya alam, kondisi geografis, dan kondisi sosial masyarakat .
Selain itu, Satya menyampaikan bahwa transisi energi juga perlu bersifat adil alias just energy transition.
Transisi energi akan memengaruhi banyak hal, mulai dari perubahan pekerjaan, skenario pembangunan, orientasi bisnis, dan lain-lain.
Bila tidak direncanakan dengan baik, transisi energi bisa berpotensi berdampak negatif bagi masyarakat.
Baca juga: Pembiayaan Campuran Jadi Upaya Kejar Transisi Energi
"Oleh karenanya, penting bagi pemerintah merumuskan kebijakan serta mekanisme yang tepat untuk mengidentifikasi tantangan-tantangan yang ada," kata Satya dikutip dari keterangan tertulis DEN, Jumat (1/9/2023).
Saat ini, DEN tengah melakukan pembaruan Kebijakan Energi Nasional (KEN) untuk mengakomodasi semangat serta komitmen transisi energi menuju netralitas karbon atau net zero emission (NZE) paada 2060.
Berdasarkan pemodelan transisi energi, DEN memproyeksikan bahwa listrik akan menjadi energi yang paling banyak dikonsumsi pada 2060, yaitu sekitar 40 persen total permintaan.
Baca juga: ASEAN Perlu Bekerja Sama Akselerasi Transisi Energi
"Tingginya konsumsi listrik tersebut sejalan dengan program pemerintah seperti kendaraan listrik, kompor induksi, elektrifikasi sektor industri, serta akselerasi pemanfaatan EBT (energi baru terbarukan) untuk pembangkitan listrik" ucap Satya.
Satya menjelaskan, kolaborasi antar-stakeholder menjadi kunci untuk menjawab tantangan-tantangan transisi energi guna mewujudkan transisi energi yang berkeadilan.
Pemerintah, badan usaha, akademisi, asosiasi, masyarakat, dan media perlu menyadari serta memaksimalkan perannya masing-masing.
Baca juga: Pembangkit Listrik Virtual dan Perannya dalam Transisi Energi
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya