KOMPAS.com - Pasar karbon dianggap sebagai mekanisme yang efisien untuk mencapai masa depan iklim yang lebih aman dan terjangkau.
Dengan menetapkan harga emisi gas rumah kaca (GRK), mengalokasikan pendanaan untuk kegiatan-kegiatan yang selaras dengan iklim, dan memberi insentif pada investasi (teknologi, perilaku utama, dan institusi baru), pasar karbon berkomitmen melindungi penyerap karbon alami.
Selain itu juga sekaligus menghilangkan 10-13 gigaton karbon per tahun diperlukan agar tetap berada pada jalur net zero emission (NZE) tahun 2050.
Namun, menciptakan pasar karbon yang efektif terbukti sulit dilakukan, meskipun pasar tersebut telah berkembang menjadi dua kategori besar.
Baca juga: Indonesia Minta ASEAN Bersatu dalam Perdagangan Karbon
Pasar kepatuhan atau Compliance Markets yang bertumpu pada kebijakan, undang-undang, atau peraturan, tidak mencapai cakupan atau skala yang diperlukan untuk mengatasi tantangan iklim.
Sementara itu, pasar karbon sukarela atau Voluntary Carbon Markets (VCM) dihadapkan pada tantangan yang semakin kompleks dan tuntutan yang bersaing.
VCM beroperasi berdasarkan aturan yang ditetapkan oleh organisasi non-pemerintah (LSM) dan organisasi yang mempunyai tujuan publik lainnya.
VCM memungkinkan pihak swasta untuk membeli dan menjual kredit karbon yang mewakili penghindaran, pengurangan, atau penghapusan GRK dari atmosfer.
Ketika teknologi tenaga angin, tenaga surya, dan energi terbarukan lainnya mengalami kesulitan untuk bersaing dalam hal biaya, VCM menyediakan sumber pendanaan tambahan yang penting untuk membantu mereka tumbuh dan bersaing dengan bahan bakar fosil.
Baca juga: Indonesia Andalkan Alam Kurangi Emisi Karbon
Namun, dalam beberapa tahun terakhir, pasar sukarela telah dibebani dengan berbagai fungsi yang tidak dirancang untuk dijalankan secara menyeluruh atau bersamaan.
Hal ini mencakup penawaran jalan menuju NZE bagi perusahaan-perusahaan terbesar di dunia; memberikan pendapatan kepada negara-negara yang menginginkan pertumbuhan ekonomi selaras dengan iklim; dan menciptakan mekanisme pembiayaan untuk teknologi tahap awal sehingga dapat mencapai ambang batas komersialisasi.
Akibatnya, VCM tenggelam dalam transisi yang rumit. Meskipun berkembang pesat, VCM juga harus menyempurnakan proses mereka untuk memastikan dua prioritas.
Pertama, semua kredit harus memberikan dampak emisi yang terukur dan dapat diverifikasi. Kedua, potensi efisiensi, akurasi, dan transparansi teknologi digital harus diintegrasikan tanpa menimbulkan risiko baru atau biaya yang berlebihan.
Dalam beberapa tahun terakhir, VCM telah mewujudkan janji dan kompleksitas upaya kolektif untuk memerangi perubahan iklim dan melakukan dekarbonisasi dengan cepat untuk mencapai tujuan Perjanjian Paris yang membatasi kenaikan suhu hingga 1,5 derajat Celcius tahun 2050.
Baca juga: Langkah Praktis Mengurangi Jejak Karbon dalam Perjalanan
VCM mengalami pertumbuhan yang luar biasa dan dapat menjadi mekanisme pendanaan penting untuk berbagai solusi iklim, mulai dari menghentikan deforestasi hingga meningkatkan teknologi penangkapan udara langsung.
Namun, pertumbuhan ini bertabrakan dengan lembaga-lembaga yang ada dan proses-proses tidak jelas yang tidak dirancang untuk memanfaatkan permintaan yang tiba-tiba dan inovatif.
Selain itu, belum menyelesaikan perdebatan internal mengenai cara terbaik untuk mendefinisikan, mengukur, dan menilai “kredit berkualitas” berdasarkan iklimnya.
Sederhananya, VCM saat ini dibatasi oleh kondisi yang disebut “asimetri informasi” di mana data dan informasi mendasar tentang kredit yaitu kinerja dan riwayat transaksinya tetap terisolasi dan tidak terhubung di seluruh rantai nilai.
Karena data granular dan terkini mengenai kinerja kredit sulit diakses dan digunakan oleh pasar yang lebih luas dalam pengambilan keputusan, sebagian besar kredit diterbitkan dan diberi harga berdasarkan penilaian lulus/gagal atas klaim subjektif mengenai kinerjanya, dan bukan berdasarkan penilaian nyata.
Baca juga: Walhi: Peraturan Perdagangan Karbon Bukan Solusi Permasalahan Iklim
Tantangan dalam mengakses informasi kredit yang penting telah membuat VCM kesulitan menjalankan fungsi inti dari pasar yang efisien: memfasilitasi persaingan pasar dan mengarahkan modal ke proyek-proyek dengan manfaat tambahan yang terukur terhadap iklim dan ekuitas.
Tantangan dalam VCM memacu inovasi dan pertumbuhan, dengan banyaknya perusahaan baru yang bermunculan untuk menangani aspek unik dari lanskap pasokan, permintaan, dan transaksi.
Namun hanya sedikit solusi yang secara langsung dan sistematis mengatasi akar struktural dari masalah ini yakni inti asimetri informasi yang harus diatasi agar pasar dapat mempertahankan fungsi kepentingan publiknya.
Meskipun memerlukan waktu untuk membangun konsensus seputar peraturan pasar karbon, kita dapat dan harus membangun kemitraan, kerangka data, dan infrastruktur pasar pendukung yang dapat memberikan transparansi, keandalan, dan integritas yang sangat dibutuhkan bagi VCM.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya