KOMPAS.com – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menilai regulasi perdagangan karbon yang beberapa waktu lalu dikeluarkan tidaklah menjawab akar dari permasalahan iklim.
Pada 2 Agustus 2023, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) secara resmi menerbitkan aturan atau regulasi perdagangan karbon di Indonesia.
Regulasi tersebut tertuang dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 14 Tahun 2023 tentang Perdagangan Karbon Melalui Bursa Karbon atau POJK bursa karbon.
Baca juga: Capai Netralitas Karbon di ASEAN Perlu Dilakukan Semua Sektor
Dalam rilisnya, OJK menyampaikan, POJK bursa karbon merupakan bagian untuk mendukung pemerintah dalam mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) sejalan dengan komitmen Paris Agreeement.
POJK tersebut juga merupakan bagian dari perangkat hukum domestik dalam pencapaian target emisi GRK.
Sementara itu, Kepala Divisi Kampanye Walhi Puspa Dewy mengatakan, POJK tersebut hanya memfasilitasi bisnis yang mengatasnamakan krisis iklim tanpa melihat atau menjawab akar masalahnya.
“Walhi dari awal menolak skema perdagangan karbon, karena hanya kembali menguntungkan perusahaan, bukan untuk rakyat,” kata Puspa dalam pesan tertulis kepada Kompas.com, Jumat (25/8/2023).
Baca juga: Aturan Perdagangan Karbon Disahkan, Ini 10 Poin Pentingnya
Sebelumnya, Walhi merilis kertas posisi mengenai perdagangan karbon.
Dalam kertas posisi tersebut, Walhi menilai pelepasan emisi karbon bukanlah sekedar melepas GRK ke udara, melainkan menyangkut perusakan sistematis sosial-ekologis.
Walhi menyebutkan, permasalahannya bukan sekadar emisi GRK, namun juga proses pelepasan emisi karbon yang acapkali menimbulkan turunnya kemampuan satu wilayah menghadapi krisis iklim.
“Penurunan emisi GRK adalah sebuah keharusan, tetapi bukan jalan satu-satunya. Pemulihan kemampuan lingkungan dan sosial agar mampu bertahan juga merupakan keharusan yang tidak bisa dipisahkan layaknya dua sisi mata uang,” tulis Walhi.
Baca juga: Produksi Baterai Jadi Kunci Capai Target Netralitas Karbon
Puspa memaparkan, POJK bursa karbon tidak akan berdampak signifikan terhadap penurunan emisi karbon.
Daripada meregulasikan perdagangan karbon, Puspa meminta pemerintah membangun skema-skema yang berorientasi pada kepentingan rakyat dengan mengedepankan pada prinsip-prinsip keadilan iklim.
“Pemerintah harus mengutamakan skema-skema dan mengarahkan pembangunan yang adaptif dan berketahanan iklim,” ucap Puspa.
Dia menambahkan, upaya menekan emisi GRK juga termasuk melakukan penegakan hukum terhadap korporasi atau perusahaan kontributornya.
“Karena saat ini belum ada payung hukum terkait perubahan iklim, Walhi bersama beberapa organisasi masyarakat sipil mendorong pemerintah dan anggota legislatif untuk segera membahas RUU (Rancangan Undang-Undang) Keadilan Iklim yang inklusif dan mengedepankan prinsip-prinsip keadilan iklim,” jelas Puspa.
Baca juga: Produksi Baterai Jadi Kunci Capai Target Netralitas Karbon
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya