Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 06/09/2023, 11:13 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sistem gotong royong yang dilakukan masyarakat petani di tujuh desa dalam memelihara saluran irigasi Bendung Bagor yang berada di Desa Juwiring, Kecamatan Juwiring, Kabupaten Klaten, membuat persawahan tidak lagi kering.

Petani juga bisa menghemat biaya pengairan ratusan ribu rupiah per musim panen untuk biaya bahan bakar mesin pompa bor yang selama bertahun tahun digunakan untuk pengairan sawah.

Hal itu terjadi karena penyaluran air dari Bendung Bagor ini telah terbagi merata ke seluruh persawahan hingga wilayah hilir.

Menurut para petani, ini merupakan solusi efektif yang sangat diperlukan untuk bisa mempertahankan pertanian Klaten yang dikenal sebagai sentra padi Jawa Tengah.

Baca juga: Sumber Daya Air Perlu Dikelola Berkelanjutan dan Lintas Negara

Ketua Forum Relawan Irigasi (FRI) Sumartono mengatakan, awalnya banyak petani di wilayah hilir Sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Pusur yang tidak kebagian air.

Ini karena masyarakat petani di tujuh desa yang ada di Kecamatan Juwiring bisa dengan seenaknya menutup dan membuka saluran air yang ada di Bendung Bagor.

“Kondisi itu pun membuat pabrik Aqua Klaten yang bermitra dengan Gita Pertiwi memfasilitasi pembentukan Forum Relawan Irigasi (FRI) untuk membantu pengaturan air dari Bendung Bagor agar terbagi merata ke semua lahan pertanian yang ada di Juwiring,” ungkap Sumartono dalam rilis yang diterima Kompas.com, rabu (6/9/2023).

Forum Relawan Irigasi yang sudah berdiri hampir dua tahun ini terdiri dari berbagai unsur mulai dari petani pengguna air, camat hingga kepala desa yang ada di Kecamatan Juwiring.

Setelah FRI terbentuk, kata Sumartono, semua bersepakat untuk memelihara jaringan saluran irigasi khususnya di daerah irigasi Bagor.

Baca juga: IPA 350 Liter Per Detik Dioperasikan, Antisipasi Masalah Air

Ada juga kesepakatan untuk menangani keluhan petani secara swadaya dan gotong-royong dengan melibatkan tujuh desa.

Pembentukan FRI itu dilegalisasi melalui peraturan bersama (Perkades) tujuh desa meliputi Desa Pundungan, Juwiring, Bulurejo, Kwarasan, Kaniban, Tanjung dan Bolopleret, untuk mengelola saluran irigasi secara kolaboratif.

Dalam perkades bersama tertuang banyak hal. Salah satunya agar setiap desa menerima hak masing-masing dalam pengelolaan saluran irigasi, termasuk melakukan pembersihan sedimen dan sampah di saluran irigasi primer, sekunder dan tersier.

"Hal itu untuk memastikan air dapat terdistribusi dengan baik hingga ke wilayah hilir yang memiliki panjang 3,6 kilometer,” ucap Sumartono.

Di sisi lain, dalam perkades itu juga disebutkan agar masing-masing desa memberikan stimulan kepada FRI setiap tahunnya, guna mendukung pengelolaan saluran irigasi yang melintasi tujuh desa tersebut.

“Kini petani tidak lagi khawatir tidak kebagian air untuk mengairi lahan pertaniannya di musim kemarau sekalipun,” katanya.

Baca juga: Pakar: Air Isi Ulang Berpotensi Meningkatkan Risiko Stunting pada Anak

Sumartono berkisah, sebelumnya sudah terbentuk Paguyuban Petani Pengguna Air (P3A) yang mengelola irigasi di tingkat desanya masing masing dan Gabungan Paguyuban Petani Pengguna Air (GP3A) dari tujuh desa yang sudah berjalan puluhan tahun.

Tapi, menurutnya, di dalamnya memang hanya berisikan petani pengguna air saja. Apalagi selama ini banyak persoalan yang terjadi di tingkat desa.

"Desa sendiri tidak mengurus saluran air tersiernya atau petak-petak sawah. Akibatnya, suplai air dari saluran induk sangat kecil karena petaninya malas untuk mengurus dari saluran irigasi," ucap Sumartono.

Dia mencontohkan Desa Bulurejo yang semula wilayahnya saat musim hujan saja harus menyedot air dengan pompa untuk mengairi persawahannya. Banyak petak-petak sawah yang kering karena kekurangan air.

Begitu juga dengan Desa Kaniban yang saluran tersiernya banyak yang tersumbat dengan sampah sehingga air tidak bisa mengalir ke petak-petak sawah.

Tapi, sejak terbentuknya FRI, saat musim kemarau hanya sedikit petani di Desa Bulurejo yang menyedot air dengan pompa. Kemudian di Desa Kaniban, para petaninya juga sudah mulai membersihkan saluran tersier.

"Selain membersihkan sedimentasi, kami juga memperbaiki plengseng yang ambrol supaya lebih kuat dan fungsional. Artinya, FRI yang baru hampir dua tahun berdiri, hasilnya sudah dirasakan para petani,” ucapnya.

Baca juga: Mengenal Lebih Jauh Reverse Osmosis (RO), Saring 99,99 Persen Polutan Air

Anggota FRI dari P3A Desa Bulurejo Agus Riyono menambahkan saat ini sudah 90 persen persawahan di desanya yang terairi dari sebelumnya hanya 15 persen.

Dengan adanya FRI yang diinisiasi Aqua Klaten dan Gita Pertiwi yang memberikan semangat motivasi dan solusi-solusi efektif.

"Alhamdulillah, saluran-saluran sekunder kita pun juga bisa tersentuh dan sudah 95 persen saluran tersier kita jalan semua dalam kondisi sehat dan berfungsi,” ucapnya.

Dengan asupan air irigasi yang cukup ke semua persawahan, dia mengatakan kelembaban tanah bisa terjaga dan kesuburan tanaman pun lebih bagus.

Bendung Bagor dibangun tahun 1954 berfungsi untuk mengaliri irigasi sawah petani di hilir. Meski umurnya sudah 67 tahun namun hingga kini bendung tersebut masih berfungsi dengan baik.

Agus menambahkan, FRI masih memerlukan pendampingan dari pabrik Aqua, karena masih terdapat sedimentasi pada bendung yang perlu untuk dibersihkan lagi, sehingga aliran air akan lebih baik.

Selain itu beberapa saluran tersier juga telah mengalami kerusakan sehingga terdapat petak petak sawah yang mengalami kebocoran dan kelebihan air.

“Kami berharap pendampingan ini jangan dihentikan dulu, karena masih ada pekerjaan rumah yang harus diselesaikan seperti kerusakan saluran tersier dan sedimentasi bendung”, imbuhnya.

Baca juga: Air Bersih dan Sanitasi Layak Bantu Turunkan Angka Stunting

Sementara itu Stakeholder Relation Manager Aqua Klaten Rama Zakaria mendukung aksi kolaboratif yang ada.

”Secara berkala kami mengajak semua pemangku kepentingan untuk bergerak bersama. Selain Masyarakat pengguna air seperti petani dan warga desa, dari elemen TNI yaitu Kodim 0723/Klaten dan akademisi juga kita ikut bergerak bersama”, tutur Rama.

Dia menambahkan, upaya ini melengkapi pendekatan komprehensif dari manajemen air kami dari Hulu Merapi hingga di Hilir Juwiring.

"Sekali lagi kami tidak bekerja sendiri dan selalu akan mengedepankan semangat kolaborasi dan bersinergi”, tutupnya.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau