KOMPAS.com – Penurunan angka prevalensi stunting salah satunya disebabkan karena perbaikan tata kelola saluran air bersih dan sanitasi.
Hal tersebut disampaikan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo di Jakarta, Kamis (13/7/2023).
“Yang berisiko stunting telah turun menjadi 21,6 persen berdasarkan data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022 sebagai dampak positif tata kelola air bersih dan sanitasi, juga perbaikan rumah tidak layak huni,” kata Hasto, sebagaimana dilansir Antara.
Baca juga: Ahli: Tak Ada Vitamin Instan yang Dapat Mengobati Stunting Anak
Hasto menuturkan, pengadaan air bersih atau air layak minum dan sanitasi seperti jamban sangat memengaruhi percepatan penurunan stunting, setidaknya dalam kurun waktu dua tahun terakhir.
Percepatan penurunan stunting juga didukung oleh adanya sikap gotong royong seluruh jajaran pemerintahan dalam memberikan intervensi sampai di tingkat akar rumput.
Misalnya, ketersediaan banyak pihak ikut dalam Program Bapak Asuh Anak Stunting (BAAS), yang melibatkan banyak kalangan TNI atau Polri, pemerintah, perusahaan swasta, hingga masyarakat.
Masifnya intervensi tersebut diharapkan angka stunting bisa turun sesuai target yaitu 14 persen pada 2024.
Baca juga: Manfaatkan Pekarangan Rumah Bisa Bantu Atasi Stunting, Ini Caranya
Dengan target tersebut, tren penurunan stunting diharuskan turun sekitar 2,8 persen setiap tahunnya dari 2022 hingga 2024.
Meski demikian, walau angka stunting secara nasional mengalami penurunan, indikator penanganan kekerdilan pada anak masih belum menunjukkan perbaikan.
Contohnya, masih ada ibu hamil dengan anemia sehingga perlu diberikan intervensi spesifik.
“Intervensi terhadap kasus kekerdilan pada anak juga dilakukan berdasarkan faktor spesifik,” ujar Hasto.
Baca juga: Larangan Pernikahan Anak Bisa Bantu Cegah Kasus Stunting
“Seperti pemberian tablet tambah darah kepada ibu hamil yang berisiko melahirkan anak stunting karena kurang energi kronis. Intervensi yang sama juga dilakukan terhadap remaja putri yang anemia,” imbuhnya.
Hasto menambahkan, hal serupa terjadi pula pada pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif kepada bayinya selama enam bulan.
Terkait hal ini, data yang dimiliki BKKBN menunjukkan pemberian ASI eksklusif baru 66 persen. Padahal target pemerintah menaikkanya hingga 70 persen.
Baca juga: Stunting Tuntas, Indonesia Jadi Negara Kuat
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Brian Sri Prahastuti mengakui bahwa data yang terkait target sasaran air bersih dan sanitasi sulit didapatkan secara valid dari pemerintah daerah setempat.
Berdasarkan hasil monitoring dan pemetaan lapangan di Kantor Staf Presiden RI, dari 12 provinsi yang berhasil teridentifikasi, baru 15 kabupaten yang diketahui sanitasi dan akses air minumnya kurang dari 50 persen.
“Setelah mendapat penjelasan dari BKKBN terkait kegiatan pendataan yang dilakukan lewat dimutakhirkan setiap tahun, kami akan menggunakan data pendataan keluarga karena bersifat mikro dan spesifik memuat data by name by address,” ujar Brian.
Baca juga: Atasi Stunting, Danone Rilis Isi Piringku di Kabupaten Magelang
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya