KOMPAS.com - Gita Wirjawan dalam laporan "Money Matters: The Relationship between Democratization and Economic Growth in Southeast Asia" yang dirilis CSIS (Center for Strategic and International Studies) menyebut adanya kaitan antara pendidikan dan penanaman modal asing langsung atau FDI (Foreign Direct Investment).
Kecuali Singapura, ungkap Gita Wirjawan, mayoritas negara Asia Tenggara menghadapi tiga kendala utama dalam kinerja ekonomi dan kemampuan menarik Investasi Langsung Asing (FDI): tingkat pendidikan rendah, kurangnya kemepuan daya saing, dan kualitas kepemimpinan.
"Pendidikan memiliki arti penting sebagai pembebasan pikiran, yang sangat vital bagi ekonomi yang sedang berkembang. Kekurangan modal ekonomi, yang terlihat dari sumber daya moneter dan fiskal yang terbatas," tegas Gita.
Hal ini merupakan kelemahan struktural dalam upaya sebagian besar negara di Asia Tenggara untuk mencapai tingkat pendidikan lebih tinggi.
"Karena untuk sebagian besar negara di Asia Tenggara, yang terpenting adalah memenuhi kebutuhan makan sehari-hari, pendidikan seringkali terabaikan," ungkap Gita seperti dikutip dari laporan tersebut.
Meskipun begitu, lanjutnya, kita dapat menemukan contoh-contoh yang menjanjikan bagaimana investasi dalam pendidikan telah berdampak pada produktivitas keseluruhan dan kinerja ekonomi suatu negara.
Vietnam, sebagai contoh, telah sangat tekun dalam meningkatkan pendidikan dalam bidang bahasa dan sains, sebagaimana terbukti dengan peningkatan yang signifikan dalam skor Program Penilaian Siswa Internasional (PISA) mereka.
Baru-baru ini, hal ini telah berkorelasi positif dengan kemampuan Vietnam untuk mencapai FDI yang lebih tinggi per kapita, meningkatkan produktivitas marjinalnya, dan menjalin perjanjian kerja sama ekonomi multilateral.
Baca juga: Perempuan Berperan Penting untuk Gerakkan Ekonomi
Gita Wirjawan menekankan pentingnya stabilitas politik dan keamanan sebagai dasar utama untuk membangun perekonomian suatu negara.
Menggunakan data korban jiwa akibat perang dan kekerasan, dia menunjukkan bahwa Asia Tenggara memiliki tingkat fatalitas yang jauh lebih rendah daripada Eropa selama 1500 tahun terakhir.
Hal ini menandakan pondasi yang kuat untuk stabilitas politik dan keamanan di kawasan tersebut dapat mendukung perkembangan ekonomi di masa depan.
Selanjutnya, Gita Wirjawan membahas pentingnya penanaman modal asing (FDI) sebagai indikator keberhasilan ekonomi negara liberal demokrasi. FDI per kapita di negara-negara ASEAN varian, dengan Singapura menjadi yang paling sukses dalam menarik investasi asing.
Kunci untuk menarik modal asing adalah kepastian hukum, yang memberikan kejelasan dalam bisnis dan perhitungan.
FDI adalah salah satu faktor penting dalam memperkuat sistem liberal demokrasi di Asia Tenggara jika didukung oleh upaya penegakkan hukum, transparansi, peningkatan izin usaha, dan stabilitas politik.
Kemudian, Gita Wirjawan menggarisbawahi pentingnya produktivitas marjinal dalam bersaing secara global.
Produktivitas tinggi diperlukan agar negara dapat bersaing di pasar global. Dia menyoroti peran sains dan teknologi dalam meningkatkan produktivitas, serta pentingnya pendidikan bidang STEM (Science, Technology, Engineering, and Technology) untuk mendukung pengembangan teknologi.
Selain itu, Gita Wirjawan juga menyoroti dua isu fundamental di Asia Tenggara: bahasa dan ketimpangan uang beredar.
Kurangnya kemampuan berbahasa asing dan mengartikulasikan ide dan gagasan menjadi tantangan utama dalam berhubungan dengan masyarakat global.
Di sisi lain, ketimpangan uang beredar antara negara maju dan negara berkembang dapat diatasi melalui berhutang, perdagangan, dan pencetakan uang, dengan syarat utama tidak ada korupsi.
Terakhir, Gita Wirjawan juga membahas isu kepemimpinan dan peran kepemimpinan dalam mewujudkan perubahan. Gita Wirjawan mengkritik fenomena sensasionalisasi dalam kepemimpinan era Post-truth.
Baca juga: Pertumbuhan Ekonomi Global Diprediksi Lebih Rendah dari Perkiraan
Ia menekankan pentingnya pemimpin yang melayani publik sebagai salah satu solusi untuk memilih pemimpin yang kompeten dan berkomitmen untuk melayani masyarakat.
Gita Wirjawan juga mengingatkan peran media sosial dalam pemilihan pemimpin dan pentingnya memilih pemimpin berdasarkan kemampuan mereka, bukan popularitas di media sosial.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya