Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dunia Kembangkan Minyak Mentah Jadi Bahan Bakar Pesawat, Indonesia Berpotensi Jadi Pemasok

Kompas.com - 22/09/2023, 12:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.comMinyak jelantah tengah dikembangkan sebagai bahan bakar pesawat yang berkelanjutan atau sustainable aviation fuel (SAF) di dunia.

Hal tersebut disampaikan Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Putu Juli Ardika sesuai melepas ekspor perdana minyak jelantah tertelusur di Jakarta, Kamis (20/9/2023).

Dia mengungkapkan, minyak jelantah merupakan bahan mentah yang memiliki nilai tambah, terutama untuk dijadikan sebagai bahan bakar.

Baca juga: Tak Kalah dengan Asing, Pesawat N219 Uji Coba di Landasan Tak Beraspal

Di Indonesia, Putu mengakui pengolahan minyak jelantah masih terus dikembangkan. Dia memastikan, pemerintah terus mendorong pemanfaatan dan pengolahan minyak jelantah menjadi bahan baku industri yang potensial.

“Sekarang greenfuel (bahan bakar hijau) di Indonesia baru dalam penjajakan untuk industri pesawat terbang,” ungkap Putu, sebagaimana dilansir Antara.

Putu menyebut minyak jelantah sebagai bagian dari industri oleokimia punya potensi besar sebagai biomaterial untuk menggantikan minyak-minyak yang tidak terbarukan.

Meski berpotensi memenuhi kebutuhan pasar global yang tinggi, pasokan minyak jelantah masih menghadapi tantangan.

Baca juga: Dampak Industri Penerbangan Terhadap Lingkungan

Putu menyebut, recovery rate atau tingkat pengumpulan minyak jelantah masih rendah yakni hanya sekitar 8 persen. Padahal penggunaan minyak goreng di tingkat rumah tangga sangat tinggi.

Putu berharap, adanya Sistem Informasi Minyak Jelantah (Simijel) dapat meningkatkan recovery rate sehingga pasokan minyak jelantah bisa diolah dengan lebih masif di dalam negeri.

“Maka, untuk masyarakat (rumah tangga) masih coba kita dorong karena dia dibuang percuma dan tidak bersahabat dengan lingkungan,” ujarnya.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Asosiasi Exportir Minyak Jelantah Indonesia (AEMJI) Setiady Goenawan mengatakan, Simijel merupakan sistem yang dikembangkan asosiasi tersebut.

Baca juga: Menyusul Belanda, Perancis Bakal Larang Penerbangan Jet Pribadi

Dia menargetkan, Simijel dapat mendongkrak recovery rate dari 8 persen menjadi 20 persen pada akhir 2024 nanti.

Setiady menuturkan, Simijel berfungi untuk meningkatkan daya tarik Indonesia untuk investasi SAF dari minyak jelantah.

“Makanya perlu ditingkatkan recovery rate minyak jelantah investasi SAF bisa lebih menarik,” tutur Setiady.

Minyak jelantah yang memiliki ketertelusuran asal-usul saat ini menjadi standar baru penerimaan produk tersebut di pasar Eropa dan AS.

Baca juga: Permintaan Bahan Bakar Pesawat dari Lemak Babi Melesat 3 Kali Lipat

Pasalnya, greenfuel yang dihasilkan dari minyak jelantah yang tertelusur mempunyai emisi karbon sangat rendah yang berasal dari implementasi prinsip ekonomi sirkular yaitu from waste to energy.

Aspek ketertelusuran pun menjadi prasyarat karena pembeli membutuhkan jaminan asal-usul minyak jelantah harus betul-betul berasal dari titik produksi minyak jelantah.

Bukan campuran minyak segar atau minyak-minyak lain dan atau berasal dari sumber minyak jelantah yang ilegal.

Baca juga: Cara Coldplay Wujudkan Konser Ramah Lingkungan: Pasang Panel Surya hingga Pakai Pesawat Carter

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Tonga Akui Paus sebagai Mahluk Berakal dan Punya Kehendak Bebas
Tonga Akui Paus sebagai Mahluk Berakal dan Punya Kehendak Bebas
Pemerintah
Bagaimana Agar Pabrik Tahu Tak Pakai Plastik untuk Bahan Bakar?
Bagaimana Agar Pabrik Tahu Tak Pakai Plastik untuk Bahan Bakar?
LSM/Figur
300 GW Energi Bersih Didapat jika Ubah Lahan Tambang Jadi PLTS, 59 GW dari Indonesia
300 GW Energi Bersih Didapat jika Ubah Lahan Tambang Jadi PLTS, 59 GW dari Indonesia
LSM/Figur
Ancaman Baru Krisis Iklim, Tingkatkan Gangguan Pernapasan Kala Tidur
Ancaman Baru Krisis Iklim, Tingkatkan Gangguan Pernapasan Kala Tidur
LSM/Figur
Menteri LH Desak Pembenahan Lingkungan di Kawasan Industri Pulogadung
Menteri LH Desak Pembenahan Lingkungan di Kawasan Industri Pulogadung
Pemerintah
Cabai Palurah dari IPB, Solusi Pedas Berkelanjutan untuk Dapur dan Industri
Cabai Palurah dari IPB, Solusi Pedas Berkelanjutan untuk Dapur dan Industri
LSM/Figur
Produksi Hidrogen Lepas Pantai Tingkatkan Suhu Lokal, Perlu Mitigasi
Produksi Hidrogen Lepas Pantai Tingkatkan Suhu Lokal, Perlu Mitigasi
Pemerintah
Tanam 1.035 Pohon, Kemenhut Kompensasi Jejak Karbon Institusi
Tanam 1.035 Pohon, Kemenhut Kompensasi Jejak Karbon Institusi
Pemerintah
Valuasi Ekonomi Tunjukkan Raja Ampat Lebih Kaya dari Hasil Tambangnya
Valuasi Ekonomi Tunjukkan Raja Ampat Lebih Kaya dari Hasil Tambangnya
LSM/Figur
Murah tapi Mematikan: Pembakaran Plastik Tanpa Kontrol Hasilkan Dioksin dan Furan
Murah tapi Mematikan: Pembakaran Plastik Tanpa Kontrol Hasilkan Dioksin dan Furan
Pemerintah
Driver Ojol Mitra UMKM Grab Akan Dapat Insentif BBM dan KUR
Driver Ojol Mitra UMKM Grab Akan Dapat Insentif BBM dan KUR
Pemerintah
Menhut: Target NDC Perlu Realistis, Ambisius tetapi Tak Tercapai Malah Rugikan Indonesia
Menhut: Target NDC Perlu Realistis, Ambisius tetapi Tak Tercapai Malah Rugikan Indonesia
Pemerintah
Populasi Penguin Kaisar Turun 22 Persen dalam 15 Tahun, Lebih Buruk dari Prediksi
Populasi Penguin Kaisar Turun 22 Persen dalam 15 Tahun, Lebih Buruk dari Prediksi
LSM/Figur
Pembukaan Lahan dan Pembangunan Sebabkan Buaya Muncul ke Permukiman
Pembukaan Lahan dan Pembangunan Sebabkan Buaya Muncul ke Permukiman
Pemerintah
Grab Rekrut Ribuan Driver Ojol untuk Sekaligus Jadi Mitra UMKM
Grab Rekrut Ribuan Driver Ojol untuk Sekaligus Jadi Mitra UMKM
Swasta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau